Jembatan Edukasi Siluk berjalan tenang hingga pada November 2017, permukaan Sungai Oyo yang naik begitu cepat memporak-porandakannya dalam dua jam saja. Tak patah arang, Kuat melanjutkan gerakannya dengan cakrawala baru.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
Kuat
Didorong keresahannya, Kuat (44) membersihkan sampah yang menggunung di bantaran. Tak berhenti, ia rela merogoh kocek demi memfasilitasi kreativitas warga lewat Jembatan Edukasi Siluk. Sempat diterjang luapan sungai, ajang aktualisasi diri itu bangkit lagi hingga mewadahi anak-anak muda untuk berpameran.
Kuat menunjukkan perpustakaannya dengan koleksi sekitar 3.500 buku. Taman Bacaan Jembatan Edukasi Siluk, demikian tulisan yang tertera di ruang selebar 2 meter dan panjang 6 meter itu. Buku novel, komik, dan pelajaran SD terisi di rak-rak.
Perpustakaan itu terletak di pendopo utama yang dihiasi sekitar 15 lukisan. Anak-anak yang mengikuti kelas melukis, diapresiasi dengan memasang karya mereka di tiang-tiang. Di beberapa sisi terpampang tulisan “Ojo isin tumindak becik” yang mengajak pengunjung untuk tak malu-malu menyemai kebaikan.
Ia lantas mengarahkan lengannya ke tiga buntalan berisi botol-botol plastik sumbangan peserta kelas melukis, teater, dan menari. “Anak-anak cukup bawa tiga botol bekas setiap datang. Nanti, dijual. Baru bulan kemarin, dapat Rp 900.000 setelah dikumpulkan selama setahun,” ujarnya, Senin (19/12/2022).
Di seberang kantung-kantung besar itu terlihat Kedai Sinau Siluk yang menjual antara lain nasi bakar, orek tempe, gorengan, wedang jahe, dan kopi. “Saya bikin tahun 2019 buat nambah pemasukan. Jembatan Edukasi Siluk, kan, harus mandiri,” kata Kuat.
Ia pun mendirikan Sekolah Sungai Siluk yang digunakan untuk percobaan sains, skripsi, dan pelatihan wirausaha. Mahasiswa Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas Negeri Surabaya juga pernah diterima Kuat dengan tangan terbuka.
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
Kuat
Demikianlah Kuat dengan curahan tenaga, pikiran, dan waktunya untuk mengakomodasi masyarakat berekspresi. Sekitar 70 anak dan remaja saat ini rutin mengunjungi Jembatan Edukasi Siluk. Jika ditotal, sudah ratusan insan yang pernah mengenyam gerakan tersebut sejak dimulai tahun 2015.
Kuat bahkan rutin menggelar ekshibisi untuk sahabat-sahabat belianya dengan karya yang dihadirkan bisa mencapai 1.000 lukisan per pameran. “Diselenggarakan seminggu setiap Oktober sejak 2017. Sempat terkendala pandemi, dilanjutkan lagi tahun 2022,” katanya.
Kuat belum berhenti. Di Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, itu, ia sedang menyiapkan galeri. Di dalam bangunan bergaya limasan seluas hampir 70 meter persegi tersebut untuk sementara, beragam warna khas anak-anak yang meriah juga melabur aneka gambar.
Goresan semacam bunga, rumah, kupu-kupu, keluarga, ikan, kapal selam, Doraemon, dan Hello Kitty boleh dijadikan buah tangan. “Rencananya, dinamakan Siluk Art Project. Bisa untuk pameran lukisan anak-anak, seniman, atau pemuda desa,” kata Kuat.
Bersihkan sampah
Sembari mengobrol santai di paviliun yang menghadap Sungai Oyo, ia mengenang saat mulai menebar maslahatnya. Kuat menunjuk kolong Jembatan Siluk yang berjarak sekitar 200 meter dari posisinya. Alas beton itu semula dipenuhi sampah yang dibuang warga dan pengendara.
“Saya sebenarnya sudah lama risi melihat sampah berserakan, tapi selesai kuliah terlalu idealis. Pergi ke studio, ketemu seniman-seniman lain, keluar kota, dan pameran,” ujarnya. Lambat laun, Kuat tak tahan juga dikungkung kegelisahan dan berbincang dengan sejumlah pemuda yang kerap senggang.
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
Kuat
“Enggak tahu kenapa, pokoknya harus bergerak. Saya ajak mereka bersihkan sampah. Kalau dibiarkan, sampah dibuang sembarangan lagi. Saya punya ide supaya tetap rapi,” katanya. Ia menggelar taman bacaan dengan menyediakan rak, tikar, dan kursi. Warga mafhum, tetapi tidak demikian dengan pengemudi.
“Bungkus rokok, plastik minuman, dan kemasan makanan masih dibuang. Mereka memang belum tahu. Saya bikin spanduk panjangnya 3 meter, besoknya hilang,” ujarnya sambil tersenyum. Kuat membentangkan lagi kain sepanjang 6 meter dengan tulisan mengenai larangan membuang sampah.
“Memang, enggak dilempar ke pinggir jembatan. Eh, dibuang ke tengah terus mencemari sungai. Saya pasang jaring-jaring supaya sampah bisa dipungut,” katanya. Kuat membuka kelas mendongeng, senam, dan prakarya dari botol plastik yang memikat banyak anak.
Ia menyisihkan pemasukannya dari melukis lalu membeli krayon, rak, dan kotak kayu untuk buah-buahan yang dijadikan kursi. “Kalau pengeluaran bulanan enggak banyak, hanya perlu modal awal. Mungkin sampai Rp 15 juta, tapi enggak hitung pastinya,” kata Kuart, nama senimannya.
Dibantu teman-temannya yang memberikan pensil warna, kertas, dan buku gambar, ia juga menghimpun perlengkapan sedikit-sedikit. “Enggak bisa beli langsung berpuluh-puluh boks krayon. Saya cicil 10 boks per minggu. Nanti, beli 20 boks lagi,” ucapnya.
Porak-poranda
Jembatan Edukasi Siluk berjalan tenang hingga pada November 2017, permukaan Sungai Oyo yang naik begitu cepat memporak-porandakannya. “Hanya dua jam, hampir habis semua. Tinggal satu rak selamat, itu pun rusak. Tadinya, tiga rak. Semua kursi, kerajinan anak-anak, dan alat tulis, hanyut,” katanya.
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
Kuat
Kuat kembali harus beres-beres, kali ini menyingkirkan lumpur tebal dengan pompa pinjaman dan menyemprotnya selama dua pekan. Tak patah arang, ia melanjutkan Jembatan Edukasi Siluk dengan cakrawala baru. Peminjaman lahan desa seluas 220 meter persegi diajukan dan disetujui.
“Saya masih bertahan di kolong jembatan lebih dari setahun. Lokasi baru harus dicari jadi saya perlu sokongan. Takut musibah yang sama terulang,” katanya. Gayung bersambut saat PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan.
“Memang, syarat hibahnya pindah dari pinggir sungai. Pembangunan dimulai akhir 2018. Kawan-kawan dekat juga membantu seperti menyumbang keramik,” katanya. Setelah tuntas pada Agustus 2019, Kuat bisa bernapas lega lantaran ajang generasi penerus untuk berkreasi tersebut semakin nyaman.
Ia memang amat tertarik dengan dunia anak hingga sering dituangkan dalam lukisan-lukisannya. Bukan berarti posisi Kuat dalam peta seni rupa, terutama di Yogyakarta, tak kentara yang dieksplisitkan eratnya jejaring dengan pelukis-pelukis papan atas.
Kuat, umpamanya menggandeng Djoko Pekik yang menempatkan dua lukisan sekaligus memotivasi dan membimbing anak-anak di sela pameran pada tahun 2022. “Cuma sehari saya berani menaruh lukisan-lukisannya karena mahal sekali,” katanya sembari tertawa.
Sebelumnya, Samuel Indratma, Yuswantoro Adi, dan Kartika Affandi bergantian pula mengulurkan sumbangsih seraya menunjukkan karya-karya mereka. “Harapan saya, anak-anak terdorong menggapai impiannya dengan seni yang bisa menghidupi kalau ditekuni dengan serius,” kata Kuat.