Peni Candra Rini, Sinden Menjadi Komposer Dunia
Peni Candra Rini tumbuh sebagai komposer musik dunia. Ia tidak hanya membawa warna vokal sinden tradisi, tetapi membawa pula seni tari kontemporer berbasis seni tari Jawa, dan beberapa jenis alat gamelan Jawa ke dunia.
Dibesarkan oleh ayah yang seorang dalang wayang kulit, Peni Candra Rini (39), sejak dini digembleng untuk menjadi seorang sinden atau penyanyi seni gamelan. Peni akhirnya tumbuh melampaui seorang sinden. Ia juga menjadi seorang komposer berbasis vokal sinden dan musik tradisi gamelan yang mencapai kelas dunia.
Pada 31 Oktober 2022 lalu, Peni pun meraih anugerah Aga Khan Music Award 2022 di Oman. Peni memperoleh penghargaan bergengsi dunia atas usaha-usahanya melestarikan seni musik tradisi melalui berbagai karya komposisinya. Sebagai kekhasan Aga Khan Award, penghargaan yang disampaikan dengan periode tiga tahunan, itu juga menilai kontribusi musik Peni bagi pengembangan kehiodupan masyarakat Muslim.
Sewaktu menerima penghargaan di Oman, Peni sempat mementaskan komposisi terbarunya, "Wahyu Tumurun". Komposisi musik gamelan dengan vokal sindennya ini terinspirasi motif batik Jawa yang bernama, Wahyu Tumurun.
“Itu motif batik yang mengisahkan peristiwa turunnya wahyu Alquran kepada Nabi Muhammad SAW,” ujar Peni, ketika ditemui di rumahnya di Grogol, Solo Baru, Jawa Tengah, Selasa (29/11/2022).
Keesokan harinya, Peni harus bertolak ke Jakarta untuk mengurus visa tinggal di Amerika Serikat selama beberapa bulan. Sejak 9 Januari 2023 selama satu semester, Peni harus mengajar, meriset, dan berkolaborasi membuat komposisi berbasis vokal sinden dan musik tradisi gamelan di University of Richmond, Virginia.
Peni seorang dosen Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta sejak 2008 sampai sekarang. Ia meraih Fulbright Scholar in Residence 2023 atau pertukaran akademik dari AMINEF (American Indonesian Exchange Foundation) dan Fulbright Indonesia untuk University Of Richmond, Virginia Commonwealth University.
Masih di tahun 2022, Peni juga menjadi pemenang dana hibah dari British Council untuk program kreatif kolaborasi internasional. Peni berkolaborasi dengan Yayasan Seni Naga Mas dan Jagad Sentana di Solo.
Masih di tahun yang sama, Peni selama beberapa pekan menjadi peserta program OneBeat X 2022 di Amerika Serikat. Ini sebuah program yang mempertemukan para komposer musik tradisi maupun modern sedunia di Amerika Serikat.
Di tahun sebelumnya, Peni juga terlibat untuk program Kronos Quartet Fifty For the Future Composers 2021 di San Fransisco, Amerika Serikat. Aktivitasnya tidak jauh-jauh dari kegiatan berkolaborasi dan membuat komposisi-komposisi musik baru dengan beragam jenis musik tradisi dan modern di dunia.
Peni konsisten membawakan warna vokal sinden Jawa dengan beberapa alat musik jenis gamelan Jawa. Berikut pula di masa-masa sebelumnya, pemenang terbaik untuk Seleksi Pesindhen Remaja Sekaresidenan Surakarta pada 2005, ini juga mengikuti program-program internasional lainnya.
Di antaranya, program OneBeat Accelerator (2020) dan Bang on a Can’s Found Sound Nation (2019), keduanya diselenggarakan di Amerika Serikat. Jauh sebelum itu, pada 2014 Peni juga terpilih sebagai peserta Onebeat Fellows dan menjalani tur ke California, Arizona, dan New Mexico di Amerika Serikat.
Dengan beragam program internasional yang diikuti, Peni tumbuh sebagai komposer musik dunia. Ia tidak hanya membawa warna vokal sinden tradisi, tetapi membawa pula seni tari kontemporer berbasis seni tari Jawa, dan beberapa jenis alat gamelan Jawa ke tengah dunia.
Anak nelayan
Terlintas ada pandangan kosong, ketika Peni menceritakan masa-masa kecilnya sebagai anak nelayan dan di bawah asuhan ayah yang juga seorang dalang wayang kulit di Tulungagung, Jawa Timur. Peni menceritakan, ketika itu dari tempat tinggalnya butuh waktu lebih dari enam jam untuk menuju pesisir.
“Saya teringat sewaktu masih balita dibawa orang tua melaut, menembus pegunungan kapur dan hutan tropis. Saya sempat ketakutan ketika melintasi hutan, dan ayah lalu mengajarkan saya untuk menembang Sinom pengusir bala atau ruh-ruh jahat,” ujar Peni, yang lahir di Desa Ngentrong, Kecamatan Campurdarat, Tulungagung, 22 Agustus 1983.
Ayahnya, Wagiman Bondocarito, sejak dini sudah mengenalkan syair-syair tembang kepada Peni sesuai dengan keadaan. Misalnya, tatkala Peni riang bermain, ayahnya mengenalkan tembang "Pangkur Nyamat Mas", yang mengisahkan beragam jajanan pasar yang memantik imajinasinya.
Setelah duduk di bangku sekolah antara SD dan SMP di kampung halaman, Peni sering diikutkan ke berbagai kompetisi menyanyi tradisi dan selalu menang. Begitu pula, ketika masuk SMK Negeri 8 Surakarta, berbagai kegiatan maupun kompetisi menyanyi tradisi selalu diikuti dan menang.
Peni kemudian masuk kuliah S-1 di Jurusan Karawitan, ISI Surakarta, pada 2001. Di awal masa kuliahnya ada suatu peristiwa yang memantik penjelajahan artistiknya sampai sekarang.
“Ketika itu saya menyaksikan rekaman musik Sonoseni Ensemble di bawah pimpinan musikolog dan komponis I Wayan Sadra (1954 – 2011) di ISI Surakarta. Saya melihat warna musik gamelannya dicampur-campur dengan musik lain, tetapi rasanya cukup menyentuh dan saya mendapatkan rasa kebebasan,” ujar Peni.
Peni kemudian bergabung dengan Sonoseni Ensemble. Pada 2002 untuk pertama kalinya Peni mewujudkan keinginannya menggubah komposisi musiknya sendiri yang diberi judul, Bramasta. Ini kependekan dari Brahma Asta, yang diberi makna sebagai tangan-tangan pencipta Dewa Brahma.
Sejak itu Peni tumbuh menjadi tangan-tangan pencipta musik berbekal vokal sinden Jawa yang diajarkan ayahnya. Begitu pula, musik gamelan yang turut dipelajarinya.
Ayahnya mulai khawatir kalau-kalau Peni akan kehilangan akar tradisinya. Pertemuan Peni dengan musikolog dan komponis ISI Surakarta berikutnya, Rahayu Supanggah (1949–2020), kembali menguatkan keinginan Peni untuk menjadi tangan-tangan pencipta atau komposer berbasis sinden dan musik gamelan.
“Waktu itu Rahayu Supanggah menjelaskan, notasi hanyalah sebatas angka. Saya harus menjadikan notasi angka itu memiliki jiwa,” ujar Peni, anak ketiga dari tiga bersaudara.
Kakak sulungnya, Suwondo, mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang dalang wayang kulit. Kakak keduanya, Sukesi, juga menjadi sinden dan mengajar di ISI Surakarta pula.
Di tengah aktivitas kuliah, Peni aktif menggubah komposisi lagu dan memainkannya. Komposer I Wayan Sadra dan Rahayu Supanggah sangat memengaruhi daya komposisi Peni yang menyusup keluar dari pola tradisi yang pernah diajarkan ayahnya.
Ayah merestui
Peni menyelesaikan kuliah S-1 antara 2001 sampai 2006, kemudian melanjutkan program studi S-2 di kampus yang sama antara 2006 -2008. Di saat menggelar pementasan karya untuk tugas akhir S-2 itulah, ayahnya datang dan merestui Peni dalam mencipta komposisi-komposisi musik baru bermodal kemampuan sinden tradisi yang diajarkannya.
“Ayah saya sampai menangis menyaksikan pementasan saya. Beliau menyampaikan, ternyata komposisi baru yang selama ini saya ceritakan itu bagus juga,” ujar Peni, yang sejak itu makin mantap membuat pementasan-pementasan untuk berbagai komposisi ciptaannya.
Di dalam pementasan komposisi baru itu Peni tidak hanya menjadi sinden yang duduk terdiam. Ia sering menarikan pula tembang yang dibawakan dengan iringan gamelan.
“Saya berusaha melestarikan seni tradisi dengan penciptaan-penciptaan seni yang baru,” kata Peni, yang mengeluarkan berbagai album untuk komposisi-komposisi musik ciptaannya.
Pada 2010, Peni mengeluarkan album yang diberi label, Bramara. Ini komposisi musik yang terinspirasi dari kehidupan lebah. Lebah yang penuh perjuangan dalam memberikan manfaat kepada kehidupan. Selain mengumpulkan madu, lebah juga membantu penyerbukan tanaman bunga.
Selain itu, hidup lebah penuh pengorbanan. Ketika harus menyengat satu kali, setelah itu mati.
Album Peni terus berkembang. Mulai dari album terbarunya, Swarnadwipa, diikuti sebelumnya, Linggih, Kalabendu, Hedo Hodoh, album singel Anuraga, Twalen, Abad Ubad Ubud, yang semuanya dikeluarkan pada 2022.
Kemudian pada 2021 mengeluarkan album Subak, Sacred Connection, album singel Kidung Asmarani dan Banyu (2021). Album Karaeng Naba (2020), Ayom (2019), Timur (2018), Agni (2017), Mahabharata – Kurusetra War (2016), Daughter of the Ocean (2016), Bhumi (2015), Sekar (2012).
“Kalau dihitung masih ada ratusan komposisi ciptaan saya yang lainnya,” kata Peni, yang menempuh program studi doktoralnya untuk Penciptaan Seni Musik di ISI Surakarta pada 2018 – 2021.
Ia menjadi sinden pertama yang meraih gelar doktor di bidangnya. Dari puluhan hingga ratusan pementasannya pula, Peni selalu membawakan komposisi-komposisi baru ciptaannya. Tangan-tangan Dewa Brahma bagi Peni ini sungguh-sungguh bekerja.
Biodata
Nama : Peni Candra Rini
Lahir : Tulungagung, 22 Agustus 1983
Pendidikan
2018 – 2021 : Program Studi S-3 Doktoral Penciptaan Seni Musik, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
2006 – 2008 : Program Studi S-2 Penciptaan Seni Musik ISI Surakarta.
2001 – 2008 : Program Studi S-1 Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Sekolah Tinggi Seni (STSI) Surakarta.
Pekerjaan
2008 – sekarang : dosen Fakultas Seni Pertunjukan dan Pascasarjana ISI Surakarta.
Prestasi
2022 :
-Aga Khan Music Award 2022
-Penerima Fulbright Scholar in Residence 2023 dari American Indonesian Exchange Foundation (Aminef) dan Fulbright Indonesia di University of Richmond, Virginia Commonwealth University.
-Pemenang dana hibah British Council untuk kolaborasi internasional bersama Yayasan Seni Naga Mas dan Jagad Sentana.
Karya-karya
-Komposisi Kidung Kinanthi untuk pementasan OneBeat X, 5 November 2022 di Rail Yards Albuquerque, New Mexico, Amerika Serikat.
-Komposisi Wahyu Tumurun untuk pementasan premier pada penerimaaan Aga Khan Award di Oman, 30 Oktober 2022.
-Komposisi Sekar untuk pementasan Solo City Jazz, 14 Oktober 2022.
-Komposisi Maduswara untuk pementasan Kronos Quartet Fifty for The Future di New York dan kota-kota lainnya di Amerika Serikat 21 Oktober 2021 – 30 September 2022.