Anwar Ibrahim, Kesetiaan terhadap Konstituen
Perjuangan ini bukan soal diri sendiri. Perjuangan ini adalah soal aspirasi rakyat. Tak sedikit yang meminta Anwar untuk melakukan sesuatu. Begitu Anwar mengomentari pernyataan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
Dipukuli, diadili, dan dipenjarakan bolak-balik. Dicemooh, disudutkan, dan pernah dilarang berpolitik. Anwar Ibrahim kenyang dengan aneka kejadian itu. Layak jika ia kapok berpolitik dengan semua yang dia alami. Akan tetapi, itu bukan tipikal Anwar Ibrahim, ia terbilang politisi paling setia dengan konstituennya dan konstituen pun demikian.
Mungkin agak kurang pas, tetapi ia disetarakan dengan Nelson Mandela dari Afrika Selatan. ”Perjuangan Anwar mirip dengan Nelson Mandela, keduanya melewati banyak persekusi dalam proses demokratisasi di negara masing-masing,” kata Ei Sun Oh dari Institute of International Affairs, Singapura, dikutip The New Straits Times, 25 November.
Akan tetapi, memang perjuangan Anwar bisa disebut memerihkan hati. Penuh gejolak dan turut menerpa segenap keluarga. Para pendukungnya hanya bisa menghela napas. Bertahun-tahun meraih suara dalam beberapa pemilu, bahkan pada 2018 hampir menjadi perdana menteri bergantian dengan Mahathir Mohamad. Hal itu tidak terjadi.
Hingga muncul persepsi, apakah ia akan lelah dengan perjuangannya. Waktu menjawab, ia tidak lelah dan tidak akan pernah lelah. Ia lahir dari keluarga politik. ”Kedua orangtuanya adalah figur utama di Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang memberi pengaruh baginya memasuki dunia politik di akhir dekade 1960-an dengan memimpin sebuah gerakan mahasiswa di University of Malaya,” demikian disebut di situs anwaribrahim.com.
Bingkai politik
Ia memasuki dunia politik dengan kerangka yang disebut endless politicking by a self-centered elite yang dituliskan di Nikkei Asia, 23 Oktober 2022. Itu istilah yang dipakai pakar politik Asia Tenggara, Bridget Welsh, peneliti dari University of Nottingham Asia Research Institute Malaysia. Merujuk pada frasa itu, Anwar sejak awal telah memasuki dunia ”politik yang tampaknya tak ada habisnya terpusat pada elite”.
Istilah Welsh membingkai politik Malaysia yang sebenarnya bukan unik milik Malaysia, tetapi juga sering terjadi di banyak negara. Percaturan politik oleh elite melekat kuat. Pola ini terbentuk di Malaysia, antara lain, karena faksi-faksi politik dan pemilih yang terdiri atas aneka golongan dan kelompok dengan minat politik berbeda.
Maka, tidak heran dalam beberapa pemilu terakhir, tidak ada satu partai atau koalisi yang mulus membentuk pemerintahan. Semua koalisi tak mampu meraih kursi parlemen minimal 112 dan total 222 kursi parlemen sebagai syarat . Siapa pun peraih kursi terbanyak, pilihan hanyalah berkoalisi dengan para pihak peraih kursi besar dalam pemilu atau kumpulan dari itu.
Uniknya, Awar ”kesulitan” dengan urusan koalisi ini. Ia fokus pada konstituennya, walau sadar akan pentingnya koalisi, yang artinya ia harus bisa ”bermain catur”. Kesulitannya ”bercatur” dengan elite menjadikan perjuangan politiknya sering terpental. Ia, misalnya, retak dengan Mahathir sejak 1998 dan terus demikian hingga 2018.
Janji Mahathir akan menyerahkan paruh jabatan kedua sebagai PM tidak terwujud. Sebelum kejadian pada 2018 itupun, Anwar kesulitan dengan ”percaturan politik” Malaysia, entah itu saat Malaysia di bawah Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi, Najib Razak, hingga Muhyiddin Yassin.
Narasi politik
Ada narasi unik terkait sepak terjang politik Anwar dalam percaturan politik. ”Anwar, yang terkesan terlalu liberal oleh Melayu dan terlalu agamis oleh non-Melayu, telah membuat perjuangannya gagal berterima bagi Melayu,” demikian Ei Sun Oh dalam kesempatan lain, sebagaimana dikutip di situs Al Jazeera, 2 Desember 2021.
Dikutip Malay Mail, 3 April, Senator dari Partai Bersatu (Parti Pribumi Bersatu Malaysia) Wan Ahmad Fayhsal mengatakan, mayoritas Malaysia tidak siap mendukung tipikal demokrasi liberal sepenuhnya yang ingin diraih Pakatan Harapan (PH), sebutan bagi koalisi pimpinan Anwar. Inilah alasan Bersatu meninggalkan koalisi dengan PH pada 2020, menurut Wan Ahmad.
Anwar tidak yakin dengan narasi tersebut. ”Saya prihatin melihat sentimen dan retorika rasis yang terus dianut oleh beberapa orang yang putus asa dan memiliki kepentingan pribadi,” katanya dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip Reuters, 23 November.
Dan Anwar sebenarnya tidak mengusik kepentingan Melayu. Seperti dituliskan Malay Mail, 24 November, ”Anwar tidak akan menyentuh sejumlah subsidi dan tidak akan memajaki lebih. Ia jelas tidak mengurangi hak Bumiputera dalam setiap pengadaan barang oleh pemerintahan.”
Anwar adalah wadah bagi pembaruan nasional. Bagi Anwar, isu utama adalah sikap antikorupsi, bukan pandangan sektarian. Dan ia tidak pernah mau berkompromi dengan para elite tentang itu untuk kepentingan koalisi. Ia juga tidak bersedia melakukan ”perdamaian”, termasuk soal peringanan hukuman bagi orang yang terkait korupsi.
Ada tawaran akan bergabung dengan Anwar seusai pemilu 2022 dengan syarat Anwar bersedia meringankan hukuman bagi pejabat yang terkait hukum. ”Saya tidak siap berkompromi dengan independensi sistem pengadilan,” katanya dikutip The New Straits Times, 30 Juni 2022.
Rakyat penentu koalisi
Sebagaimana dituliskan harian Kompas pada 6 Mei 2013, di tengah kacaunya dugaan hasil pemilu pada tahun itu, Anwar juga mengatakan hal serupa tentang kompromi. ”Rekonsiliasi bukan sesuatu yang tertutup untuk dibahas. Rakyat telah merasa tersakiti dan dicurangi. Keresahan begitu terasa,” kata Anwar yang menuduh pemilu 2013 penuh kecurangan. Koalisinya kalah pemilu, tetapi uniknya ditawari berkoalisi dalam pemerintahan.
Saat itu banyak pendukung Anwar menyatakan kesedihan atas kekalahan kubu oposisi, PH, dalam pemilu 2013. Namun, tidak sedikit yang memohon Anwar untuk tetap bersabar sembari terus berjuang. ”Perjuangan ini bukan soal saya. Perjuangan ini adalah soal aspirasi rakyat. Tak sedikit yang meminta saya untuk melakukan sesuatu,” kata Anwar. Dia menegaskan hal itu saat mengomentari pernyataan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak yang menyerukan rekonsiliasi nasional.
Saat itu Anwar menyadari Pemerintah Malaysia pada 2013 akan tetap kukuh pada hasil resmi pemilu. ”Saya tahu, tetapi saya akan terus berjuang. Saya tak bisa mundur. Selesaikan dulu segala urusan soal keluhan rakyat, baru kita bisa bicara soal rujuk,” kata Anwar.
Melulu tentang rakyat, itulah aspirasi Anwar. Buntu dengan aspirasi tidak pernah membuatnya berhenti berharap atau berjuang. Ia menjiwai politik dan rakyat menyambutnya. Anwar bukan politisi biasa. Jejaknya memperlihatkan itu secara nyata.
Darah politik membuatnya suka berorganisasi dan pada 1971. Pada tahun itu ia mendirikan Gerakan Pemuda Muslim Malaysia (ABIM) dan menjabat sebagai presiden hingga 1982 dan aktif menggerakkan aksi protes. Anwar dan gerakannya pengkritik rutin pemerintahan koalisi Barisan Nasional-UMNO walau kemudian menerima tawaran Mahathir untuk bergabung dengan UMNO dan pemerintahan.
Kebersamaannya dengan Mahathir membuatnya menjabat berbagai posisi menteri hingga Wakil Perdana Menteri 1993-1998. Kinerjanya sebagai menteri terbilang sukses. Ia meraih penghargaan dari Euromoney sebagai Top Four Finance Minister dan pada 1996 majalah Asiamoney menganugerahinya Finance Minister Of The Year.
Perpecahan dengan Mahathir membuatnya tersingkir sementara dan ini berlangsung lama. Ia bahkan dipenjarakan atas berbagai alasan. Ia dibebaskan pada 2004 di era PM Badawi. Setelah pelepasannya dari penjara, Anwar ditawari mengajar di St. Anthony’s College di Oxford dan School of Foreign Services di Georgetown University, Washington DC. Ia juga ditawari mengajar di School of Advanced International Studies di John Hopkins University, Maryland. Anwar kemudian diangkat sebagai Presiden Kehormatan AccountAbility and Chairman of Foundation for the Future.
Semua tawaran itu sebenarnya cukup membuat Anwar makmur. Akan tetapi, ia tidak bisa lupa politik. Ia setia dengan konstituennya, sesetia istrinya yang mantan Wakil PM, Wan Azizah Wan Ismail. Politisi yang dikaruniai enam anak itu juga memiliki putri yang andal, Nurul Izzah Anwar, seorang mantan anggota parlemen.
”I love you, Papa, dan saya selalu bangga padamu, bahkan ketika engkau berada di penjara dengan tahanan nurani,” demikian Nurul Izzah Anwar memotret ayahandanya, seperti dikutip The Straits Times, 24 November. (REUTERS/AP/AFP)
Biodata
Anwar Ibrahim: Lahir di Cherok Tok Kun, Penang, Malaysia, 10 Agustus 1947
Istri: Wan Azizah Wan Ismail
Anak 6 orang: Nurul Izzah Anwar, Muhamad Ihsan Anwar, Nurul Nuha Anwar, Nurul Iman Anwar, Nurul Hana Anwar, Nurul Ilham Anwar.
Jabatan:
Menteri Olah Raga, Pemuda dan Budaya (1983)
Menteri Pertanian (1984)
Menteri Pendidikan (1986–91)
Menteri Keuangan (1991–98)
Wakil Perdana Menteri (1993–98)
Perdana Menteri, 24 November 2022
Pendidikan: University of Malaya
Kegiatan Politik: Pendiri Gerakan Pemuda Muslim Malaysia (1971)
Pemimpin koalisi Pakatan Rakyat
Penghargaan:
Dari Euromoney “Top Four Finance Minister”, 1993
Dari majalah Asiamoney “Finance Minister Of The Year” 1996