Diego Campos, Konsistensi Mengantar Jadi Juara Dunia
Kopi mengajari Diego Campos arti kerendahan hati dan konsistensi. Lewat pergelutan belasan tahun, ia menjuarai World Barista Championship 2021.
Diego Campos (32) bukan lahir dari keluarga yang fanatik dengan kopi. Perkenalannya pada kopi baru terbuka tahun 2008. Saat itu, Diego berusia 18 tahun.
Pria kelahiran Tolima, Kolombia, ini hijrah ke Bogota usai menamatkan SMA. Lazimnya, remaja Kolombia melanjutkan pendidikan ke universitas. Akan tetapi, Diego remaja belum punya bayangan bidang studi yang akan dipilih di universitas.
Dalam pencarian itu, ia berkenalan dengan kopi. “Waktu itu, saya dapat pekerjaan sebagai penyangrai (roaster) kopi. Di situlah, saya pertama minum kopi,” kata Diego, Senin (21/11/2022) di kafe Esperto, Jakarta.
Tidak berhenti menjadi penikmat kopi saja. Diego justru merasa kopi adalah jalan hidupnya. Semakin hari menggeluti kopi, ia kian menemukan sesuatu baru yang membangkitkan semangat untuk terus menekuninya.
Di pengujung 2008 hingga awal 2009, Diego mulai mendalami cupping kopi. Ia melatih indra perasanya untuk mengetahui detail cita rasa yang terkadung dalam setiap gelas kopi, serta mendefinisikan karakter biji kopinya.
Berbekal kemampuan itu, Diego menjelajah hal lain yakni menjadi barista. Keterampilan meracik biji kopi menjadi minuman yang lezat terus diasahnya.
Ia pun mengadu kepiawaian. Kompetisi perdana tingkat nasional diikutinya tahun 2009. Pasang-surut emosi harus dilalui Diego karena ia berkali-kali gagal menjadi yang terbaik. Berulang kali Diego ingin berhenti mengikuti kompetisi. Namun, semangat terus dipompakan orang disekitarnya. Baru tahun 2014, ia meraih posisi pertama di kompetisi nasional.
Dari situ, Diego melirik ajang level internasional. Tahun 2015, ia pertama kali ikut World Barista Competition (WBC). Hasilnya, ia ada di peringkat 14.
Diego sempat kecewa dan enggan ikut kompetisi sebagai barista. Namun, lagi-lagi orang di sekitar menyemangatinya. Apalagi, setahun berselang, Diego duduk di peringkat pertama kompetisi tingkat nasional. Dengan rasa percaya diri yang tinggi, Diego kembali ikut WBC tahun 2017.
Akan tetapi, pil pahit kembali harus ditelannya setelah gagal mengibarkan bendera Kolombia di kancah internasional. Bukan posisi puncak diraihnya, malah peringkatnya melorot menjadi urutan ke-25.
Hasil itu membuat Diego melipat mimpi menjadi juara dunia. Ia putus asa.
“Saya merasa, saya sudah mengorbankan waktu bersama keluarga dan kesempatan nongkrong dengan teman-teman untuk berlatih menghadapi kompetisi ini. Tapi saya gagal lagi. Saya sempat frustasi dan merasa bahwa saya harus puas sebagai juara nasional saja,” papar Diego saat sharing session yang didukung Kedutaan Kolombia itu.
Ia absen di dua kali WBC berikutnya. Namanya tidak terdengar lagi di kompetisi barista. Diego memilih sibuk merintis bisnis kopinya ketimbang menorehkan prestasi di kancah internasional.
Teman, kerabat, dan keluarga Diego berpendapat sebaliknya. Mereka tidak kurang membujuk Diego untuk kembali unjuk kebolehan.
Baru 2021, di Milan, Diego kembali berlaga di WBC. Dalam rekaman video saat final, Diego terlihat menikmati kompetisi itu. Secara detail ia menerangkan setiap proses kepada juri, sembari kedua tangannya sigap meracik biji kopi menjadi espresso, cappuccino, dan signature drink.
Ia juga menambahkan atmosfer menikmati kopi dengan menyediakan rekaman yang didengarkan lewat headphone sebelum juri mulai mencicipi kopi. Kombinasi ini yang mengantarkan Diego meraih posisi teratas WBC 2021. Tidak hanya itu. Diego menjadi orang Kolombia yang pertama kali menjuarai WBC. Disinilah Diego menemukan arti lain dari kemenangannya.
“Kopi menunjukkan kepada saya cara untuk mencintai pekerjaan ini. Kalau dalam perjalanan yang lalu saya menyerah, maka semua tidak akan sama lagi. Sekarang, saya bisa bikin banyak hal setelah menjuarai WBC,” katanya.
Bukan sekadar rasa
Predikat sebagai juara dunia tidak hanya berguna untuknya seorang. Diego memanfaatkannya untuk mengenalkan kopi Kolombia ke lebih banyak orang. Jadwalnya pun teramat padat sepanjang tahun 2022, termasuk kunjungan ke Indonesia yang diinisiasi bersama Kedutaan Besar Kolombia. Ia banyak mengunjungi perkebunan kopi, bertemu pemilik kedai kopi di mancanegara, serta menyapa berbagai kalangan dengan kopi. Semua tak lain demi makin mempopulerkan kopi kolombia.
Mariam Badaruddin Perempuan Nelayan Setengah Abad
Kerja ini diyakininya ikut menggerakkan rantai produksi kopi di Kolombia. Bagi negara itu, kopi merupakan salah satu komoditas besar ekspor. Tak terhitung orang yang menggantungkan hidup dari kopi kolombia.
Belasan tahun bergelut dengan kopi juga membuat Diego memahami kopi lebih dalam dari sekadar minuman di cangkir. Dalam setiap sesapan kopi, ada kisah panjang dari orang-orang di rantai pasok.
Untuk lebih memahami kopi, Diego bersama istrinya, Derlin Roa, mulai menggarap perkebunan kopi sejak 2019. Ia tahu persis bahwa benih yang baik perlu dirawat dan diberi nutrisi agar bisa tumbuh dan berbuah baik. Cuaca yang baik turut berpengaruh, meskipun faktor ini sulit dikendalikan manusia.
Kesabaran dibutuhkan sebelum memetik hasilnya. Di perkebunan mereka yang terletak di La Plata, sekitar 8 jam berkendara dari Bogota, pohon kopi arabika memerlukan 2,5 tahun untuk masuk masa panen.
Setelah itu, masih ada proses pasca-panen sebelum biji kopi siap dibawa ke tempat penyangraian. Proses pasca-panen ini tidak kalah penting untuk menyortir biji kopi unggulan serta mengeringkannya demi menjaga cita rasa alami biji kopi.
Biji kopi terseleksi yang sudah diproses ini lantas siap disangrai. “Keahlian penyangrai ini penting untuk menyediakan biji kopi yang siap diracik barista,” tutur Diego.
Di hilir, proses terakhir sebelum cangkir tersaji di konsumen adalah kemahiran barista mengolah biji kopi agar menghasilkan rasa terbaik bagi peminumnya.
“Jadi buat saya, kopi bukan sekadar secangkir kopi. Bukan juga sekadar karir. Kopi bisa berarti sejarah, keluarga, dan banyak hal. Di balik secangkir kopi, ada keluarga, rantai produksi, orang-orang yang bekerja menjadikan kopi tersaji. Jadi, banyak hal dan saya rasa semua orang perlu tahu tentang ini,” jelas Diego.
Memahami kopi sebagai sebuah siklus yang saling terkait menjadi esensi dari perjalanan karir Diego. Bapak satu putri ini yakin, setiap simpul pengolahan kopi harus mencurahkan segenap kemampuan dan kecintaan pada kopi agar menghasilkan produk terbaik di tahapan produksi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga kopi tiba di tangan konsumen.
Diego pun menampik anggapan bahwa kopi terbaik hanya bisa dihasilkan barista di kafe. “Kita harus bisa menginformasikan cara seduh terbaik untuk setiap biji kopi. Dengan begitu, saat konsumen membeli biji kopi, mereka bisa membuat sendiri kopi yang enak,” paparnya.
Di tengah keranjingan minum kopi di banyak negara termasuk Kolombia, Diego merasa perlu terus mengenalkan kopi yang baik (good coffee) ke lebih banyak penikmat kopi. Dengan begitu, ia bisa membawa kopi ke level yang lebih tinggi lagi, sekaligus menawarkan kesejahteraan yang lebih baik bagi para pekerja yang ada di lingkungan perkopian, utamanya di Kolombia. Penggemar kopi pun bisa menyesap kopi dengan aneka cita rasa. Ujung dari seluruh proses ini adalah kegembiraan bagi semua pihak.
Diego Campos
Istri : Derlin Roa
Prestasi :
- Colombia National Competition 2009 (2nd Place)
- Colombia National Competition 2010 (7th Place)
- Colombia National Competition 2011 (4th Place)
- Colombia National Competition 2012 (3rd Place)
- Colombia National Competition 2014 (1st Place)
- Colombia National Competition 2015 (3rd Place)
- World Barista Championship 2015 (14th Place)
- Colombia National Competition 2016 (1st Place)
- World Barista Championship 2017 (25 Place)
- World Barista Championship 2021 (1 Place)