Rudi Hartono, Gelora Kaum Muda di Pesisir Kubu Raya
Sejak kuliah, Rudi Hartono (27) telah bergulat dengan kegelisahan terhadap desanya. Berawal dari obrolan bersama rekannya di warung kopi, kegelisahan itu berbuah inovasi menumbuhkan kepedulian menyelamatkan ekosistem.
Sejak kuliah, Rudi Hartono (27) telah bergulat dengan kegelisahan terhadap desanya. Berawal dari obrolan bersama rekannya di warung kopi, kegelisahan itu berbuah inovasi menumbuhkan kepedulian menyelamatkan ekosistem pesisir hingga pengembangan Ekowisata Sungai Kupah.
Rudi Hartono menunjukkan beberapa bagian di kawasan Ekowisata Sungai Kupah, Desa Sungai Kupah, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Jumat (18/11/2022). Luas kawasan itu sekitar 15 hektar, termasuk mangrove di dalamnya.
Ekowisata pesisir yang berada di muara Sungai Kapuas tersebut terdapat camping ground. Ada pula tempat warga setempat berjualan produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), antara lain stik udang dan es kelapa. Juga ada gazebo untuk bersantai dan pondok pertemuan.
Menikmati kawasan itu juga bisa dilakukan dengan menyusuri jalur tracking sejauh 640 meter atau susur sungai dengan perahu melihat bekantan (Nasalis larvatus) yang hidup liar di hutan. Ekowisata Sungai Kupah juga disebut Ekowisata Teluk Berdiri, jaraknya sekitar 26 kilometer dari Pontianak. Setiap akhir pekan, kawasan wisata itu ramai pengunjung.
Saya berharap generasi muda lainnya juga mau terjun ke lingkungan dan mencari inovasi mengatasi isu-isu lingkungan di negeri ini.
Perkembangan kawasan wisata tersebut berawal dari kegelisahan Rudi ketika masih kuliah di Universitas Tanjungpura, Pontianak, tahun 2017. Ia merasa kurangnya pembangunan infrastruktur di desa mereka. Kala itu, jalan di kampung sepanjang 4 km rusak, terutama di Dusun Sejahtera dan Dusun Sepakat.
Persoalan lainnya, sebagai daerah pesisir di Sungai Kupah terjadi abrasi di pantai akibat kurangnya pohon bakau. Dulu, pohon bakau di daerah itu ditebang dijadikan alat tangkap ikan. Abrasi memicu banjir rob beberapa kali kala itu.
Suatu ketika Rudi ngopi sembari ngobrol dengan rekannya di Pontianak. Dalam obrolan mereka, rekannya mengatakan, jika desa mereka ingin dikenal dan diperhatikan, angkatlah potensi-potensi yang ada di desa.
Lalu, Rudi mulai mengidentifikasi potensi desa, salah satunya mangrove. Ia lalu mengumpulkan generasi muda dan sejumlah warga untuk gotong royong. Awalnya, ia mengajak warga mengecat lokasi yang memiliki potensi wisata agar menarik difoto.
”Kami mengecat ban agar lebih menarik harapannya orang mau berkunjung. Sampah-sampah kayu, ranting, dan bambu dibuat menyerupai kincir angin. Saat itu target saya dan teman-teman dalam satu minggu ada satu spot foto,” tuturnya.
Kami mengecat ban agar lebih menarik harapannya orang mau berkunjung. Sampah-sampah kayu, ranting, dan bambu dibuat menyerupai kincir angin. Saat itu target saya dan teman-teman dalam satu minggu ada satu spot foto.
Sebulan kemudian, wisatawan mulai berkunjung setelah melihat promosi di media sosial. ”Wisatawan mengatakan tidak menarik karena jalur tracking pendek. Selain itu, kondisi jalan tidak memadai. Spot foto juga tidak sesuai ekspektasi karena catnya dari cat air luntur,” ungkap Rudi.
Dari situ, ia bersama rekan-rekannya berpikir bagaimana agar pemangku kebijakan juga turut mendukung inisiatif mereka mengembangkan potensi wisata. Tahun 2018, ia dan warga serta rekan-rekan mudanya memiliki ide mengadakan Festival Teluk Bediri (Festival Telur Berdiri).
Pada 21-23 Maret, dalam tradisi setempat, wisatawan bisa mendirikan telur pada momen titik kulminasi matahari. Daerah mereka juga dilintasi garis khatulistiwa. Pada festival itu, masyarakat juga membuat makanan tradisional. Dalam kesempatan itu, Rudi memaparkan potensi daerah kepada pejabat daerah. Hasilnya, tahun 2019 kampungnya mendapatkan bantuan untuk pembangunan infrastruktur, seperti gapura, lahan parkir, WC, tempat warga berjualan, tracking mangrove, pagar penahan abrasi, gazebo, dan pondok wisata.
Menanam mangrove
Untuk mendukung kawasan wisata, mereka juga menanam bakau. Mulanya, para sukarelawan membawa bibit dari luar karena belum ada pembibitan sendiri. Kini sudah sekitar 90.000 mangrove jenis Rhizophora yang ditanam di kawasan Ekowisata Sungai Kupah.
Kini, kelompok sadar wisata menyediakan pembibitan berbagai tanaman mangrove, yakni jenis Rhizophora, Avicennia, dan Soneratia caseolaris. Total yang ada di pembibitan saat ini 25.000 polybag. Dengan penanaman tanaman itu, dapat menahan abrasi di pantai.
Lalu, muncullah inovasi penanaman mangrove secara digital. Caranya, pengunjung mengunduh salah satu aplikasi untuk menandai koordinat posisi mangrove yang ditanam wisatawan. Mangrove difoto lalu diunggah ke aplikasi. Dengan demikian, wisatawan bisa memonitor mangrove yang mereka tanam melalui aplikasi.
”Apalagi, saat ini orang-orang sangat senang mengabadikan kegiatannya. Dengan demikian, pengunjung dan sukarelawan ada rasa memiliki dan akan terus datang melihat mangrove yang ditanam. Ada kesinambungan di sana,” ujarnya lagi.
Inovasi wisata dan mangrove digital tersebut mengantarkannya meraih Juara 2 Nasional Pemuda Pelopor Bidang Sumber Daya Alam, Lingkungan, dan Pariwisata tahun 2020 dari Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Rudi dan rekan-rekannya kini akan beralih menggunakan aplikasi milik Pemerintah Provinsi Kalbar yang bernama ”Sipohon Kalbar”. Prinsipnya sama, wisatawan dan siapa pun yang menanam bisa memantau perkembangan mangrove yang telah ditanam.
Upaya mengenalkan desanya juga terus dilakukan. Semua kegiatan terkait pengembangan wisata diikuti. Pada 2020, ia dan rekan-rekannya juga mengikuti Generasi Hijau Penjaga Bumi yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Di situ ia mengangkat tentang ”mangrove digital” dan meraih juara 3.
Dari pembibitan mangrove, pengunjung diedukasi mengenal jenis bibit dan cara pembibitan. Ada pula produksi gula dari kelapa, kerajinan tangan, dan anyaman tas memanfaatkan daun nipah. Daun nipah juga bisa untuk polybag bibit mangrove. Di Sungai Kupah juga ada homestay. Dengan fasilitas itu, Sungai Kupah masuk 300 besar Desa Wisata Indonesia.
”Saya berharap generasi muda lainnya juga mau terjun ke lingkungan dan mencari inovasi mengatasi isu-isu lingkungan di negeri ini,” ujar Rudi.
Di tahun 2022 juga ada penganugerahan Kalpataru yang boleh diusulkan perorangan, kelompok, atau instansi. Ia dan beberapa rekannya mendaftar. Awalnya hanya sekadar berpartisipasi. Dengan inovasi ”mangrove digital”, Rudi menjadi penerima Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk kategori Perintis Lingkungan.
Baca juga: Indah Widiastuti dan Manfaat Ajaib di Balik Tepung Nipah
Tantangan
Pada awalnya, tidak sedikit orang yang memandang pesimistis apa yang dilakukannya untuk desa. Bahkan, ada yang berprasangka inisiatif yang ia lakukan itu ada motif politik. Namun, ia bisa membuktikan bahwa anggapan itu salah dengan menjadi penggerak di desanya.
Dengan semangat ingin membuat desanya dikenal orang luar, konsisten, dan inovatif, ia bersama rekan-rekannya mampu menjawabnya. Bahkan, untuk menjaga konsistensi itu ada pengembangan minat bakat pemuda setempat, tidak sebatas bidang lingkungan.
Ada pemuda setempat yang berminat dalam bidang fotografi, dibantu pengembangan sehingga bisa menjadi lapangan pekerjaan bagi orang tersebut. Pemuda yang berminat dalam fotografi diikutkan kursus dan mendapatkan sertifikat fotografer. Selain itu, ada pemuda yang berminat dalam bidang lingkungan dan kehutanan, maka ada lokasi pembibitan.
Ada juga yang pengembangan pembibitan ikan, selain untuk penghasilan warga juga untuk ketahanan pangan. Di desa itu juga ada pengolahan limbah plastik untuk dijadikan paving block. Berkat buah kerja keras itu, kunjungan wisatawan kini bisa mencapai 1.000 orang pada akhir pekan. Hal itu potensi bagi warga memasarkan produk lokal.
Kini, Ekowisata Sungai Kupah dalam perkembangannya dikelola badan usaha milik desa untuk melanjutkan pengelolaannya. Sementara, sejumlah kegiatan bakat-minat, misalnya pembibitan, dikelola anggota kelompok sadar wisata. Rudi Hartono
Lahir: Kubu Raya, 6 Februari 1995
Pendidikan:
- SDN 36 Sungai Tekong, Desa Sungai Kupah, (2001-2006)
- MTS-Attaminiyah Desa Sungai Kupah (2007-2009)
- SMAN 02 Sungai Kakap (2010-2013)
- Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak (2013-2020)
Istri: Suci Rahmawati (28)
Anak: 1
Prestasi:
- Juara 2 Nasional Pemuda Pelopor Bidang Sumber Daya Alam, Lingkungan, dan Pariwisata Tahun 2020 (Kementerian Pemuda dan Olahraga)
- Pemuda Prestasi Kabupaten Kubu Raya 2021- Ketua Pokdarwis Desa Wisata Sungai Kupah yang masuk dalam 300 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)- Penerima Penghargaan Kalpataru Tahun 2022 (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)