Melalui bank sampah yang didirikannya, Jumarlan (61) menggerakkan warga di sekitar tempat tinggalnya di Kota Magelang, Jawa Tengah, untuk memilah dan mengolah sampah. Limpahan sampah dari wilayah lain pun diterimanya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
Militansi Jumarlan (61) dalam upaya pengelolaan sampah tak perlu diragukan. Melalui bank sampah yang didirikannya, dia menggerakkan warga di sekitar tempat tinggalnya di Kota Magelang, Jawa Tengah, untuk memilah dan mengolah sampah. Limpahan sampah dari wilayah lain pun diterimanya dengan tangan terbuka.
Kepedulian Jumarlan terhadap masalah sampah bermula pada tahun 2012. Saat itu, dia diajak oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang untuk mengikuti kegiatan studi banding terkait pengelolaan sampah ke Surabaya, Jawa Timur.
Dalam kegiatan tersebut, Pemkot Magelang mengajak seluruh Ketua Rukun Tetangga (RT) di kota tersebut. Jumarlan turut serta karena dia merupakan Ketua RT 01 RW 09 Kelurahan Tidar Selatan, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang.
Saat kunjungan itu, Jumarlan mengamati pengelolaan sampah di Surabaya yang berjalan baik. “Surabaya bisa tuntas menangani sampah. Sedangkan di Magelang, sampah sebesar kasur sekalipun seenaknya dibuang ke sungai,” tuturnya saat ditemui, Kamis (13/10/2022), di Magelang.
Setelah mengikuti kunjungan tersebut, Jumarlan pun tergerak untuk memulai upaya pemilahan sampah. Mulanya, dia melakukan pemilahan sampah di rumah. Setelah itu, Jumarlan berupaya mengajak warga sekitarnya untuk melakukan kegiatan serupa.
“Sebagai Ketua RT, saya selalu menyampaikan pentingnya gerakan memilah sampah dalam pertemuan-pertemuan warga, termasuk dalam pertemuan ibu-ibu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga),” tutur dia.
Pada tahun 2013, Pemkot Magelang gencar mengajak masyarakat untuk membentuk bank sampah dan kampung organik di wilayah masing-masing. Jumarlan pun menyambut ajakan tersebut dengan membentuk Bank Sampah Maju Lancar di wilayahnya pada tahun 2014. Selain itu, dia juga membentuk Kampung Organik Guyub Rukun pada 2016.
Melalui Bank Sampah Maju Lancar, Jumarlan menggerakkan kegiatan pemilahan dan pengolahan sampah di wilayah RW 09 Kelurahan Tidar Selatan. Namun, dia mengakui, gerakan untuk memilah dan mengolah sampah itu masih menghadapi tantangan.
Menurut Jumarlan, dari sekitar 150 keluarga di wilayahnya, hanya ada 70 keluarga yang menjadi nasabah bank sampah. Sementara itu, warga lainnya belum mau memilah sampah dan bahkan terkadang masih membuang sampah sembarangan.
“Kebanyakan warga masih merasa bahwa urusan sampah selesai dengan membayar iuran dan menyerahkan semuanya kepada petugas kebersihan yang datang mengambil,” ungkap Jumarlan yang merupakan Direktur Bank Sampah Maju Lancar.
Untuk memudahkan warga yang ingin menyetor sampah, Jumarlan pun memiliki komitmen untuk menerima beragam jenis sampah. Bahkan, dia juga bersedia membeli sampah yang masih tercampur. Sampah yang masih tercampur itu nantinya akan dipilah oleh para pengurus bank sampah.
Kebanyakan warga masih merasa bahwa urusan sampah selesai dengan membayar iuran dan menyerahkan semuanya kepada petugas kebersihan yang datang mengambil
Papan nama
Seiring berjalannya waktu, Bank Sampah Maju Lancar juga menerima sampah warga dari wilayah lain. Hal itu berawal dari pemasangan papan nama bank sampah tersebut di tepi jalan raya utama di Kota Magelang. Ternyata, banyak warga dari berbagai wilayah lain, termasuk dari Kabupaten Magelang, yang melihat papan nama itu, lalu menyetor sampah ke Bank Sampah Maju Lancar.
Meski awalnya tak berencana menerima sampah dari wilayah lain, Jumarlan memutuskan Bank Sampah Maju Lancar tetap menerima sampah-sampah tersebut. Beragam jenis sampah, dari botol plastik, kasur, hingga lempeng alumunium hasil pembongkaran rumah, diterima oleh bank sampah tersebut.
“Menerima sampah adalah bagian dari upaya untuk menyenangkan orang lain dan menyenangkan bumi,” tutur Jumarlan.
Jumarlan menuturkan, sampah adalah masalah bagi semua orang karena setiap orang pasti menghasilkan sampah setiap hari. Selain itu, banyak warga yang sering kebingungan untuk membuang sampah. Itulah kenapa, banyak sampah yang akhirnya dibuang secara sembarangan.
Menurut Jumarlan, seluruh sampah yang masuk ke Bank Sampah Maju Lancar akan dipilah. Sampah anorganik seperti plastik dan kertas yang telah dipilah akan disetorkan ke Bank Sampah Induk di bawah naungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang serta pengepul barang rongsokan.
Adapun sampah organik biasanya diolah menjadi kompos, pakan ikan, dan pakan maggot. Maggot adalah larva lalat jenis black soldier fly yang bisa digunakan untuk pakan ikan. Jumarlan beserta sejumlah pengurus Bank Sampah Maju Lancar juga membudidayakan maggot.
Selain itu, Jumarlan beserta sejumlah pengurus lain tak segan memperbaiki barang-barang bekas yang disetor ke bank sampah. Saat menerima setoran berupa bantal, kasur, tas, dan sepatu bekas, biasanya mereka memperbaiki barang-barang itu sehingga layak dipakai lagi. Barang-barang tersebut kemudian ditawarkan untuk dipakai kepada warga di lingkungan sekitarnya.
“Dengan memberikan barang-barang itu pada masyarakat sekitar, bank sampah kami bisa menjalankan kegiatan sosial untuk lingkungan terdekatnya,” ungkap Jumarlan.
Jumarlan mengatakan, Bank Sampah Maju Lancar juga sering menerima pakaian bekas. Selain diberikan kepada warga yang berminat dan membutuhkan, sebagian pakaian bekas itu dijual kepada pedagang baju bekas di Kota Magelang. Uang dari hasil penjualan baju itu masuk ke dalam kas bank sampah.
Saat ini, Jumarlan juga berencana mencari mitra yang bisa diajak bekerja sama untuk mengolah minyak jelantah. “Ke depan, kami akan mengelola limbah minyak jelantah untuk dijadikan bahan baku untuk produsen sabun,” tutur dia.
Melekat
Berkat dedikasinya untuk mengelola sampah, Jumarlan juga ditetapkan sebagai fasilitator lingkungan oleh DLH Kota Magelang pada tahun 2015. Dia pun antuasias dan intens mengikuti beragam pelatihan terkait pengolahan sampah, baik karena ajakan dari dinas maupun berdasar inisiatif sendiri.
Sikap tanggap untuk mengelola sampah dengan baik itu pun melekat pada diri Jumarlan dan selalu dilakukannya di mana pun dan dalam kesempatan pun. Tiap kali melihat plastik berisi tumpukan sampah di tepi jalan, misalnya, dia tak ragu membawanya pulang untuk dipilah.
Saat menghadiri suatu acara dan melihat ada sampah plastik dan makanan sisa yang menggunung, Jumarlan pun tak segan membantu membereskan. Hal itu pernah dilakukannya saat dia dan sejumlah fasilitator lingkungan lainnya makan bersama di sebuah restoran usai menghadiri acara pelatihan di Bandung.
“Jadi, usai pelatihan, saya membawa beragam oleh-oleh, termasuk diantaranya oleh-oleh sampah,” kata Jumarlan sambil tertawa.
Semangatnya menangani sampah pun menular kepada istrinya, Triningtyastuti (58). Tak sekadar memilah sampah, Triningtyastuti juga suka berkreasi dengan mengolah sampah plastik dan kertas menjadi tas, bunga, rak, dan lemari kecil.