Zaini ikut berperan memajukan seni pertunjukan di Flores Timur dalam lima tahun terakhir. Ia memberi panggung bagi kelompok milenial.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Tubuh yang dilumuri cat berwarna-warni itu meliuk-liuk seakan terjebak dalam kepungan sampah yang bertebaran dari jalanan kota hingga tengah laut. Ia seperti bergerak sendiri dalam realitas yang dikelilingi ketidakpedulian. Lakon seni dari atas panggung pertunjukan itu sengaja dimainkan Moh Zaini Ratuloli (40) sebagai bentuk kritik sosial.
Panggung berdiri dalam Taman Kota, salah satu ruang terbuka hijau di Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, beberapa waktu lalu. Tempat itu berada di jantung kota, dekat rumah jabatan bupati, kantor dewan perwakilan rakyat daerah, dan pusat perbelanjaan. Sayang, di sana masih sering dijumpai sampah yang bertebaran.
Panggung pertunjukan itu juga hanya beberapa langkah dari pinggir pantai. Dari panggung tampak jelas berbagai jenis sampah yang kebanyakan plastik, diseret arus. Sebagian terbawa hingga ke tengah laut dan selebihnya lagi digulung gelombang kembali ke pesisir.
Persoalan sampah yang dikritik Zaini memang tak jauh dari panggung itu. Karena itu tanpa harus bicara, makna gerakannya dengan mudah ditangkap penonton. Anggukan kepala pertanda mereka memahaminya. "Saya merasa pesan yang saya sampaikan cukup dengan gerakan tubuh. Mereka tangkap maksudnya, " katanya pada Jumat (4/11/2022).
Inilah satu dari sekian banyak penampilan Zaini dalam seni pertunjukan. Ia sering bermain drama, musikalisasi puisi, monolog, dan teater. Ia tampil total sampai harus melumuri tubuhnya dengan cat. Dengan cara itu, ia ingin pesannya sampai ke penonton. Seni pertunjukan jadi media mengungkapkan kegelisahan akan realitas.
Bangun komunitas
Keberadaan Zaini di Flores Timur dalam lima tahun terakhir sedikit tidak ikut memajukan seni pertunjukan di daerah itu. Kembali ke kampung halamannya itu tahun 2017, ia menerapkan ilmu seni yang diperoleh saat bergabung dengan Komunitas Sastra Kalimalang di Bekasi, Jawa Barat.
Berawal dari tim artistik yang mengurus panggung pertunjukan, perlahan ia tampil mulai dari membaca puisi hingga menjadi pemain drama. "Di Komunitas Sastra Kalimalang saya berlajar tentang bagaimana prosesnya dari mulai atur panggung sampai jadi aktor di atas panggung, " tuturnya.
Saat mulai menetap di Larantuka, Zaini mencari komunitas seni hingga berjumpa dengan Silvester Petara Hurit, pendiri Nara Teater. Silvester merupakan seniman terkenal di daerah itu. Ia juga penulis yang pernah masuk nominasi Anugerah Cerpen Kompas tahun 2021.
Zaini diajak bergabung. Tahun 2017 itu ia tampil perdana di Flores Timur dalam teater berjudul "Om Bada" yang mengisahkan tentang bahaya narkoba. Ia diberi peran sebagai pastor (tokoh agama Katolik), dukun, kemudian jadi pencandu narkoba.
Penampilan Zaini mendapatkan perhatian banyak orang. Ia menyebut sebagai tiket yang membawanya ke sebuah level baru. Pihak Sekolah Menengah Kejuruan Sura Dewa di Larantuka menawarinya menjadi guru seni di sekolah tersebut. "Padahal ijazah saya hanya SMA sederajat," ujarnya.
Di sekolah itulah ia mengekspresikan kemampuan seninya dengan membentuk komunitas Bengkel Seni Milenial pada Januari 2018. Para siswa direkrut lalu dibina secara khusus. Di sisi lain, pihak sekolah memberi keleluasaan kepadanya untuk memajukan seni pertunjukan.
Pada awalnya, ia kesulitan menemukan bakat seni pada anak didiknya mengingat seni pertunjukan tidak terlalu diminati. Seni pertunjukan kalah dari seni tarik suara yang lebih digemari warga setempat. Untuk menumbuhkan minat itu, ia sering mengajaka anak didiknya menonton tayangan drama dan musikalisasi puisi. Ia lalu memberi contoh dengan tampil di beberapa momen.
"Saat mengajak mereka, yang saya tanyakan adalah mereka mau atau tidak, bukan bisa atau tidak? Dan ternyata mereka punya bakat terpendam. Setelah diberi kesempatan tampil, ada yang malah punya kreasi untuk mengembangkan kemampuan mereka, " tutur Zaini.
Perlahan mereka mulai tertarik dan kini sudah tujuh angkatan yang lahir dari komunitas Bengkel Sastra Milenial. Mereka sering tampil di beberapa tempat mulai dari Larantuka dan desa-desa di pinggiran kota, ke Pulau Solor, dan Pulau Adonara. Kini, SMK Suradewa Dewa menjadi salah satu tolak ukur seni pertunjukan di Flores Timur.
Menurutnya, tantangan untuk menjaga konsistensi mereka tidak mudah mengingat seni pertunjukan di Flores Timur belum menjanjikan dari sisi penghasilan. Pelaku seni seperti dirinya hanya menjalani hal itu sebagai hobi, juga saluran untuk menyampaikan pesan dan keresahan.
Nilai budaya
Sebagai putra Flores Timur, Zaini punya keresahan akan semakin tersingkirnya kebudayaan suku Lamaholot di kalangan generasi muda. Masyarakat suku Lamaholot mendiami bagian ujung timur Pulau Flores dan keseluruhan Pulau Adonara, Solor, dan Lembata. Sebagian lagi di Kepulauan Alor.
Salah satu warisan Lamaholot adalah tarian sole oha dimana para penari berangkulan dengan membentuk lingkaran sambil bernyanyi dan berbalas pantun. Nyanyian dan pantun dalam bahasa daerah Lamaholot itu berisi pesan tentang nilai-nilai hidup seperti menjaga persaudaraan hingga perilaku antikorupsi.
Untuk menjaga budaya berikut nilai-nilai itu, Zaini selalu menyisipkannya dalam setiap pentas. "Biasanya kami tampilkan di awal. Para pemain juga mengenakan pakaian tradisional Lamaholot seperti sarung tenun. Kalau tampil di luar daerah, ini sebagai bentuk promosi kebudayaan Lamaholot, " ujarnya.
Silvester Petara Hurit, seniman di Flores Timur yang juga pendiri Nara Teater menilai, Zaini merupakan sosok yang mau belajar, mau berlatih dan berproses. Silvester suka dengan semangat Zaini. Di Nara Teater tempat Zaini berproses, Silvester biasa menekankan pentingnya mencintai proses, mau bersusah dahulu, dan tidak memikirkan uang.
"Untuk menjadi seorang aktor misalnya, masih butuh proses yang panjang, bahkan proses belajar dan berlatih seumur hidup. Dia (Zaini) menjadi salah seorang pelaku seni yang aktif dan bergiat di Flores Timur hari ini. Kalau konsisten, akan sangat berkontribusi bagi perkembangan kesenian, " kata Silvester.
Ia menyarankan agar Zaini lebih kuat melakukan observasi dan riset, mengasah pikiran, dan mengolah tubuh serta batin. Zaini sudah berada pada jalur yang tepat dalam berkesenian. Semoga semakin banyak yang terinspirasi hingga nanti akan lahir seniman-seniman baru di daerah itu.