Meliantha Melampaui Keindahan
Saat kuliah di ITB, lukisan Meliantha Muliawan dinilai bagus tetapi membosankan oleh seorang asisten dosen. Mendengar kritik itu, ia tersengat. Itulah titik balik yang mewarnai karier kesenimanannya.

Meliantha Muliawan, perupa lulusan Institut Teknologi Bandung yang memenangi UOB Painting of the Year 2021.
Pada mulanya, menghadirkan karya seni identik menukilkan keindahan bagi Meliantha Muliawan (30), perempuan perupa yang lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, ini. Perubahan pemahaman terjadi ketika dia mengenyam pendidikan seni rupa murni di Institut Teknologi Bandung.
Saat kuliah di ITB, lukisan Meliantha, akrab disapa Meli, dinilai bagus tetapi membosankan oleh seorang asisten dosen. Mendengar kritik itu, Meli tersengat. Itulah titik balik yang mewarnai karier kesenimanannya hingga sekarang.
Meli menuntaskan studinya di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB). Sejak memperoleh kritik itu, hari-hari berkesenian Meli diwarnai kegelisahan dan gelora baru menciptakan karya seni rupa yang tidak sekadar indah, tetapi harus melampaui keindahan itu sendiri.
Pergulatan batin dan perjuangan Meli membuahkan hasil. Di usia 29 tahun, Meli mendapat penghargaan utama dari UOB Painting of The Year 2021, menyingkirkan ratusan atau mungkin ribuan perupa lainnya dalam kompetisi itu.
Meli menghadirkan lukisan berjudul, ”Even After Death, The Departed Lives Life”. Ia mengolah media tidak lazim seperti kertas sintetis plastik dari limbah atau bekas karya lamanya. Semula ia ingin melukis di atas kertas itu, tetapi warna cat tidak mudah melekat di situ.
Di balik kesulitan, ternyata ada berkah jalan tersendiri. Potongan-potongan kertas sintetis plastik dibordir dengan aneka corak yang mengacu hiasan sebuah keramik kuno dari China. Bordiran inilah yang kemudian dikolase di bidang lukisannya.

Meliantha Muliawan
Lewat lukisan itu, Meli mengulik kisah leluhurnya yang datang dari China ke tanah Jawa. Ia mengambil ilustrasi dari sebuah kepingan keramik kuno China peninggalan Dinasti Ming.
Kepingan keramik kuno itu hasil temuan dari dasar laut Jawa yang diberikan seorang kolektor seni rupa, Melani Setiawan. Kolektor itu memang berpesan kepada Meli agar mengolah gagasan dari keramik kuno asal China tersebut dan berhasil dengan baik.
Selain meraih penghargaan dari Bank UOB, Meli juga pernah meraih prestasi lain. Penghargaan itu di antaranya pada 2018 ia pernah menjadi Top 3 Finalist ”Young Artist Award at Enlightenment Artjog 11”. Meli menjadi salah satu perupa muda yang dinilai hadir membawa pencerahan baru.
Setahun di Pontianak
Bertemu di sebuah kafe yang tidak jauh dari tempat tinggalnya di Limo, Depok, Jawa Barat, Selasa (25/10/2022) sore, Meli mengawali perbincangan tentang asal-usulnya. Ia lahir di Pontianak, tetapi hanya setahun menghirup udara di sana. Bungsu dari tiga bersaudara ini dibawa orangtuanya berpindah ke Jakarta.
”Saya menjadi generasi ketiga dari leluhur yang datang dari China ke Indonesia. Kakek dan kakek buyutku pertama kali masuk dengan perahu dari China dan berlabuh di Pontianak,” ujar Meli.
Kedua orangtuanya membawa Meli tinggal di wilayah Ciganjur, Jakarta Selatan. Mereka membuka usaha toko bahan bangunan di sana. Kesibukan orangtua yang bekerja dan kakak-kakaknya yang bersekolah sering membuat Meli menjadi anak yang kesepian dan dihinggapi kebosanan.
Televisi dengan film-film kartunnya menjadi teman untuk mengusir rasa bosannya itu. Dari kartun-kartun televisi itulah Meli tergerak untuk menggambarkannya di dinding.
Meli teringat sewaktu masuk taman kanak-kanak sekitar usia lima tahun, dirinya sangat rajin menggambar di dinding. Dengan gambar kartun-kartun dari televisi, Meli tidak lagi sekadar mencorat-coret di dinding. Saat itu ia punya keinginan mereka-reka ulang rekaman ingatan dari tontonan kartun di televisi.
Baca juga: Ratri Anindyajati, Si Merak di Panggung Tari
”Pada waktu itu saya menyadari peristiwa kartun di televisi tidak bisa berulang, maka saya harus menggambarnya di dinding supaya tidak hilang. Tidak seperti sekarang yang bisa mengulang tontonan film televisi berjaringan internet,” kata Meli.
Nama-nama tokoh kartun kegemarannya, antara lain, Sinchan, Dragon Ball, Saint Seiya, Kobochan, dan Doraemon. Ada satu lagi yang paling berkesan, yaitu film kartun Sailormoon.
Ketertarikan Meli ternyata bukan terhadap bentuk atau karakter tokoh film Sailormoon, melainkan pada narasinya. Di situ Meli sudah menunjukkan ketertarikan yang melampaui batas keindahan. Ia mulai menjejakkan pikirannya ke dunia narasi atau konsep.
Narasi yang berkesan itu dari tokoh Sailormoon yang selalu berusaha menyelamatkan dunia. Di situ ada kisah para prajurit bulan dan gadis kecil Usagi Tsukino dengan dua kuncir rambut kuningnya yang memiliki kekuatan tangguh dan selalu berhasil memberantas kejahatan untuk menyelamatkan bumi.
”Dari Sailormoon saya sudah berpikir tentang bagaimana menyelamatkan Bumi dari kejahatan. Narasi ini yang paling nyantol,” ujar Meli.
Kesiapan Meli masuk dunia konsep seni rupa ternyata sudah terbentuk sejak masa kecil ini. Melukis baginya tidak hanya mengejar keindahan. Melukis adalah menyuguhkan narasi yang menggerakkan pikiran orang lain.

Pengunjung dilibatkan untuk membuat karya bersama Meliantha Muliawan dalam Art Jakarta 2022 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Jumat (26/8/2022).
Melukis bagi Meli bukan lagi persoalan bakat dan minat. Melukis menjadi dunia pemikiran yang membutuhkan kerja keras untuk mewujudkan narasinya secara visual.
Mengubah orang
Meli bercerita kembali tentang peristiwa di Kampus ITB. Ia terus memikirkan supaya lukisannya tidak membosankan hingga muncul puncak kesadaran untuk membuat karya visual yang bisa mengubah orang.
”Ketika itu saya menyadari bahwa karya-karya saya belum bisa mengubah orang. Ini yang saya pikirkan terus-menerus dan saya mencari tahu dari banyak orang, termasuk alumni, tentang karya seni rupa yang bisa menggugah orang,” ujarnya.
Setahun sebelum lulus kuliah, pada 2013 Meli sempat menjumpai seni instalasi karya perupa Christine Ay Tjoe. Meli mendapat pencerahan tentang narasi dan konteks yang dihadirkan Ay Tjoe dengan kebaruan dan artistik.
”Saya belajar dari karya Ay Tjoe yang menunjukkan garis-garisnya yang kuat. Saya bisa merasakan garis-garis kuat itu bisa menggugah pikiran,” kata Meli.
Ia lalu menyimak sisi kehidupan pribadi Ay Tjoe yang mempunyai banyak cerita. Lantas ia membandingkan dirinya yang mungkin tidak punya lebih banyak cerita ketimbang Ay Tjoe. Meli pun bertanya, mungkinkah dirinya yang tidak memiliki narasi pribadi yang banyak itu bisa menciptakan karya seperti Ay Tjoe?
Meli tidak terhenti di situ. Dari karya lukisan Ay Tjoe lainnya, Meli menyimak persoalan keseharian tentang rasa lapar yang bisa dituangkan menjadi narasi dan konteks karya. Ternyata dari persoalan keseharian yang dialami, dirasakan, atau diketahui, bisa menjadi narasi karya yang menggugah pikiran orang.
Setelah lulus kuliah, Meli memutuskan melakukan pencarian untuk menjadi perupa yang mampu menciptakan karya-karya yang menggugah pikiran orang. Syukur-syukur, mampu mengubah orang menjadi lebih baik. Ia memutuskan untuk residensi di rumah seniman Mujahidin Nurrahman di Bandung selama hampir setahun.
Karya Nurrahman cukup mengesankan bagi Meli. Ia paling terkesan dengan karya yang memiliki narasi antipeperangan atau kekerasan. Nurrahman mengemas narasi itu dengan bentuk karya yang manis-manis, bukan sesuatu seperti peperangan sesungguhnya yang mengerikan.
”Dari sini saya mengetahui untuk menentukan konsep karya, seniman tidak harus beranjak dari pengalaman yang harus dialami. Seniman harus bisa berempati, tetapi tidak hendak mengeksploitasi,” kata Meli.
Meliantha Muliawan
Lahir: Pontianak, 1 Mei 1992
Pendidikan: Program Studi Sarjana Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung (2010-2014)
Penghargaan:
- 2021: Penerima penghargaan utama UOB Indonesia Painting of The Year 2021
- 2018: Top 3 Finalist of ”Young Artist Award at Enlightenment Artjog 11, Yogyakarta
- 2016: 20 Finalist at Redbase Young Artist Award 2016, Yogyakarta
Pameran:
2022:
- Art Jakarta, Jakarta
- Broken White Project, Sadur, Ace House, Yogyakata
- Run The Gamut, Rubanah Underground Hub, Jakarta
- Expanding Awareness, Artjog MMXXII, Yogyakarta
- Pameran Tunggal Flower among Debris, Ruang Dini Bandung
- Tacit, Artsphere Gallery, Jakarta
2021:
- Cerita Nyah Lasem, Museum Nyah Lasem, Lasem
- Sensing Sensation, Semarang Gallery, Semarang
- Hidup Berdampingan dengan Musuh, Ciputra Artpreneur Jakarta
2020:
- Humdrum Hum, ISA Art & Design, Jakarta
- Use Your Illusion, Edwin Gallery, Jakarta