Menjadi penerima bantuan sosial tidak membuat Susi hanya berdiam diri berpangku tangan. Bersama kelompoknya, uang bansos disisihkan jadi modal usaha bersama.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·6 menit baca
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Susianty (37) menata telur asin hasil produksi dari kelompok usaha bersama (Kube) Prabawa 1 di rumahnya di Desa Karangtengah, Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (6/10/2022).
Hidup dalam keterbatasan dan menjadi keluarga penerima manfaat bantuan sosial dari Kementerian Sosial tidak membuat Susianty (37) berpangku tangan. Atas pendampingan serta tekad yang kuat untuk sejahtera, lulusan bangku sekolah dasar ini merintis industri rumah tangga pembuatan telur asin bersama kelompoknya. Uang bantuan sosial tidak sekadar digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekolah atau kebutuhan hidup, tetapi juga disisihkan sebagai modal usaha bersama kelompok.
”Awalnya, saya banyak dicibir tetangga dan orang-orang, apakah saya ini bisa jadi ketua kelompok, bisa kelola uang, dan menjual telur asin,” ujar Susi di rumahnya, di RT 006 RW 006, Desa Karangtengah, Kecamatan Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (6/10/2022).
Sejak terdaftar sebagai KPM (keluarga penerima manfaat) bantuan sosial pada 2013 dan mulai mendapatkan bantuan pada 2014, atas nasihat dan arahan dari Adventina Dwinurafin sebagai pendaping PKH (program keluarga harapan), uang tunai yang diterima oleh 20 orang di Kelompok Prabawa 1 disisihkan sebanyak Rp 30.000 untuk dijadikan modal usaha bersama.
”Modal yang terkumpul dipakai untuk membeli bahan baku telur bebek, ember, dan dandang. Saat itu produksi pertama ada 100 butir telur asin,” ujar istri dari Samin (37), yang sehari-hari menjadi buruh harian lepas sebagai pemecah batu.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Susianty (37) mengentas telur asin hasil produksi dari Kube Prabawa 1 di rumahnya di Desa Karangtengah, Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (6/10/2022).
Seiring berjalannya waktu, modal usaha terus ditambah dari uang bansos yang disisihkan Rp 10.000 setiap kali pencairan. Hingga rata-rata setiap anggota turut berpartisipasi menyetorkan dana mencapai Rp 100.000 sebagai modal usaha. ”Alhamdulilah, dalam waktu dua tahun dana yang dikumpulkan dari anggota sudah bisa dikembalikan semua dan pembuatan telur asin sudah bisa berjalan dari hasil keuntungan,” kata ibu dari dua anak laki-laki ini.
Dana bantuan sosial yang diterima Susi dan ibu rumah tangga lainnya bervariasi tergantung peruntukannya. Misalnya, Susi yang pada 2014 masih mempunyai anak balita mendapatkan uang mencapai Rp 1,2 juta dalam setahun yang dicairkan secara bertahap sebanyak empat kali. Ada pula yang mendapat untuk anak sekolah dasar dan seterusnya, juga dana untuk warga lansia.
”Untuk anak balita, uang dipakai untuk kesehatan, misalnya untuk membeli susu atau vitamin. Uang itu saya sisihkan sebagian untuk usaha bersama membuat telur asin. Usaha ini dipilih karena dulu orangtua saya punya beberapa ekor bebek dan sudah pernah membuat telur asin,” ujar Ketua Kelompok Usaha Bersama (Kube) PKH Prabawa 1 ini.
Sebelum pandemi Covid-19, kelompok ini bisa memproduksi dan menjual 700 butir telur asin. Sementara selama pandemi produksinya hanya 300-350 butir telur asin. Kini produksinya mulai stabil berkisar 400-500 butir per minggu. ”Kami membuat telur asin dengan cara dikukus 4-5 jam dan dicampur rempah, salah satunya daun salam. Dari pengalaman, kalau telur direbus, bisa cenderung cepat busuk. Telur asin ini kami beri nama Enem6 karena diproduksi di RT 006 RW 006,” ujarnya sembari mengemas puluhan telur asin dalam wadah plastik berstiker Enem6.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Susianty (37) menunjukkan telur asin hasil produksi dari Kube Prabawa 1 di rumahnya di Desa Karangtengah, Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (6/10/2022).
Penjualan telur asin kelompok ini antara lain lewat titip jual di warung sekitar desa, lewat kenalan para anggota, dan ada juga anggota yang menjual siomay keliling menggunakan gerobak sambil menjajakan telur asin tersebut. Pemanfaatan media sosial, misalnya diunggah di Instagram dan status WA masing-masing anggota kelompok, juga dijadikan sarana promosi telur asin ini. ”Biasanya, orang pesan untuk oleh-oleh dibawa ke luar kota. Ada yang dibawa ke Wonogiri, Gresik, dan Jakarta,” katanya.
Bahan baku telur bebek berasal dari tiga peternak bebek dari Kecamatan Karanglewas dan Sumbang, Kabupaten Banyumas. ”Telur yang dipilih berasal dari bebek yang diangon (dilepas) di sawah setelah panen, bukan bebek yang dipelihara di dalam kandang. Sebab, kualitas telur dari bebek yang dilepas di sawah itu lebih bagus. Kata orang, telurnya lebih masir atau legit,” paparnya.
Atas usaha bersama tersebut, setiap anggota bisa mendapatkan uang bagi hasil mulai dari Rp 600.000 hingga Rp 1 juta per tahun. ”Uang bagi hasil itu misalnya oleh anggota dibelikan lemari baju, helm, atau kasur supaya terlihat hasilnya. Kalau saya, uang dipakai untuk membeli benih ikan untuk dipelihara di kolam,” ujarnya.
Selain cibiran dari orang sekitar, usaha bersama pembuatan telur asin yang telah berjalan 9 tahun ini juga tak lepas dari beragam tantangan dan kendala. Misalnya, kerugian karena pembeli tidak mau membayar telur yang dipesan dengan alasan busuk atau juga konflik internal anggota kelompok. ”Pernah dulu ada orang yang beli 21 butir telur asin. Katanya, setelah dibuka, busuk semua. Saya bilang bahwa telur itu bisa di-retur. Jika busuk, telur itu dibawa kembali ke sini. Tapi, sampai sekarang tidak pernah diantar,” tuturnya.
Terkait konflik internal, Susi berkisah bahwa meskipun di kelompoknya sudah ada pembagian tugas dalam memproduksi telur asin, mulai dari membersihkan, mengukus, mengampelas permukaan kulit telur, hingga mengemas, ada saja anggota yang mangkir atau tidak disiplin. ”Bahkan ada juga yang menyerobot pembeli atau pelanggan dengan menjual telur asin di bawah harga reseller. Kalau ada seperti itu, saya berusaha mendamaikan, duduk bersama, dan menyampaikan bahwa semua tujuannya untuk kebaikan kelompok. Jadi tidak usah ada lagi serobot-serobotan pembeli,” tuturnya.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Susianty (37) menunjukkan telur asin hasil produksi dari Kube Prabawa 1 di rumahnya di Desa Karangtengah, Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (6/10/2022).
Atas pasang-surut dinamika kelompok, hingga kini masih bertahan 7 orang yang setia memproduksi telur asin di kelompok ini. Selain karena faktor malas, ada juga anggota yang sibuk mengurus anak atau hendak melahirkan. Usaha bersama ini pun pada 2019 mendapatkan hibah dari Kementerian Sosial sebesar Rp 20 juta yang dipakai untuk membeli peralatan memasak, seperti kompor, dandang, rak etalase, serta bahan baku 4.000 butir telur bebek.
Sebagai keluarga penerima manfaat bantuan sosial, Susi dan keluarganya bersyukur mendapatkan bantuan lantaran pendapatan suaminya tidak menentu dalam sepekan, antara Rp 300.000 dan Rp 600.000. Susi yang pernah menjadi pengasuh anak balita dan orang lansia di Bekasi dan Jakarta pada 1998-2008 berharap bisa mandiri dan sejahtera di tengah berbagai impitan ekonomi. Program PKH dan juga kelompok usaha bersama yang getol dihidupinya memberikan pengalaman dalam mengelola usaha sekaligus menambah kenalan.
”Saya terima kasih atas program PKH. Saya secara pribadi dengan kondisi jauh dari kaya, tapi saya tidak mau terus memiskinkan diri. Saya ga mau ketergantungan bantuan sosial. Saya juga ingin mandiri. Kenapa saya ulet di kube ini? Karena saya bisa sedikit sejahtera, setidaknya ada pemasukan. Yang paling berharga buat saya bukan uang, melainkan pengalaman saya bekerja selama sekian tahun dengan berbeda-beda orang,” tuturnya.
Pengalaman dan perjumpaan dalam usaha produksi telur asin itu berbuah manis setelah Susi juga bergabung menjadi anggota Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil Menengah Banyumas. Lewat asosiasi ini, usaha telur asin Prabawa 1 telah mendapatkan legalitas dengan keluarnya PIRT serta sertifikat halal.
Di atas semua jerih lelah Susi bersama kelompoknya, makna nama kelompok Prabawa, sebagaimana disampaikan sang pendamping kelompok, berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti wanita tangguh, menjadi semangat kelompok ini untuk bangkit. ”Saya tidak mau kecanduan bantuan sosial karena bantuan itu ada yang memberi dan suatu saat toh bantuan itu akan berhenti. Kube ini semoga bisa buat bekal untuk masa depan,” ucapnya.
Di pawon atau dapur berukuran sekitar 3 meter x 3 meter di rumah Susi ini, api dari suluh yang dibakar di kompor tungku batu ini terus terasa memberikan kehangatan. Kebulan asap dari kukusan telur asin memenuhi langit-langit, lalu menelusup keluar lewat celah-celah di dinding kayu pawon. Aroma rempah nan segar serta mulusnya telur-telur bebek di dalam panci yang permukaan luarnya telah menghitam karena angus seolah memberikan harapan baru bagi Susi dan anggotanya untuk terus merajut asa menjadi lebih sejahtera.
Susianty
Tempat tanggal lahir: Banyumas, 8 Agustus 1985
Pendidikan: SD N 4 Karangtengah, lulus 1997
Suami: Siman (37)
Anak: Khaerul Febrian (13) dan Restu Muhammad Ilham (7)
Kegiatan:
Ketua Kelompok Usaha Bersama (Kube) Prabawa 1
Anggota Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil Menengah Banyumas