Meski kuliah di Bandung, Ratri kerap pulang ke Jakarta. Taman Ismail Marzuki (TIM) sudah menjadi habitatnya untuk berkesenian, khususnya seni tari. Sejak 2006 itu pula Ratri mencemplungkan dirinya ke dalam kegiatan IDF.
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·6 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ratri Anindyajati, Direktur Indonesian Dance Festival 2022.
Cita-cita di masa kecil memberi arah perjalanan hidup Ratri Anindyajati (35). Pada rentang usia 10 sampai 14,5 tahun, Ratri mengikuti ibunya yang melanjutkan studi di Lethbridge, Kanada. Suatu ketika ia diminta mementaskan tari kreasi Merak di sana. Pentas Ratri membawa decak kagum hingga peristiwa itu dimuat banyak media massa Kanada.
Ratri yang kini menjadi Direktur Indonesian Dance Festival 2022 terheran-heran mengapa orang Kanada memberikan apresiasi luar biasa. Ketika itu ia berpikir banyak orang di luar Indonesia belum mengenal tarian Indonesia sehingga mengaguminya. Terbitlah cita-cita Ratri sejak masa kecilnya itu untuk terus mempromosikan seni tari Indonesia. Tidak hanya di Kanada, Ratri juga ingin mempromosikannya ke banyak negeri.
”Waktu itu sampai ada media massa nasional Kanada yang memberitakan pentas kami. Saya pentas bersama adik saya, Sita Tyasutami,” ujar Ratri dalam suatu perbincangan di rumahnya di Sukmajaya, Depok, Selasa (27/9/2022).
Tari Merak berkembang dari Jawa Barat menjadi seni tari tradisi yang terinspirasi burung merak. Merak jantan memiliki bulu ekor indah yang bisa mekar seperti lingkaran kipas ketika memikat lawan jenisnya. Ini yang membuat kostum tari Merak dirancang mendekatinya sehingga terlihat unik.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ratri Anindyajati, Direktur Indonesian Dance Festival 2022.
Pentas itu digelar tahun 2000 dalam rangka World Heritage Day, peringatan Hari Warisan Sedunia. Jadwal itu memang cukup lama berselang dari kedatangan Ratri di Kanada pada akhir 1998.
”Sewaktu tiba di sana dan ingin melanjutkan sekolah, ada hal menarik. Waktu itu saya dites matematika. Ternyata matematika yang pernah saya pelajari saat SD di Indonesia, kalau di Kanada it,u diajarkan di tingkat SMA,” ujar Ratri yang membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk mampu beradaptasi di Kanada.
Ratri merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Bersama adiknya, ia mengikuti ibunya, Maria Darmaningsih, dosen tari di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), yang mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan jenjang S-2 di Kanada.
Ratri belajar menari sejak usia dini. Begitu pula sewaktu memasuki TK dan SD di Tebet, Jakarta Selatan, Ratri tekun mengikuti kegiatan menari di sekolahnya.
Maria Darmaningsih bersama dua dosen tari IKJ lainnya, Melina Surya Dewi dan Nungki Kusumastuti, dikenal sebagai perintis kegiatan Indonesian Dance Festival (IDF) sejak 1992. IDF menjadi agenda dua tahunan yang berlangsung sampai sekarang.
Semula IDF hanya diikuti koreografer dan penari asal Indonesia. Akan tetapi, IDF terus berkembang serta melibatkan banyak koreografer dan penari luar negeri. Begitu pula kuratornya juga ada yang berasal dari luar negeri.
Ratri belajar menari sejak usia dini. Begitu pula sewaktu memasuki TK dan SD di Tebet, Jakarta Selatan, Ratri tekun mengikuti kegiatan menari di sekolahnya.
Ia teringat, dua bulan menjelang keberangkatan ke Kanada pada 1998, ia digembleng belajar dua jenis tari tradisi, yaitu tari Merak dan tari Bondan. Tari Bondan merupakan tari klasik asal Surakarta, Jawa Tengah, yang terinspirasi kehidupan seorang ibu dalam mengasuh anaknya.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ratri Anindyajati, Direktur Indonesian Dance Festival 2022.
Merawat cita-cita
Sepulang dari Kanada pada 2002, Ratri melanjutkan studinya di Jakarta. Di jenjang SMP dan SMA di Jakarta, ia melanjutkan kesukaannya menari kontemporer, seperti hiphop ataupun sebagai penari pemandu sorak di sekolahnya.
Hingga pada 2006 ia menempuh kuliah di Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Ratri pun terus merawat cita-citanya. Ia ingin menjadi diplomat untuk mempromosikan seni ke dunia, khususnya seni tari.
Pengalaman mementaskan tari Merak di Kanada pada 2000 terus membekas. Ratri mencari tahu, ternyata promosi tari-tarian Indonesia ke luar negeri selama ini masih sangat kurang.
Ia pun menempuh studi Hubungan Internasional agar kelak bisa membantu pemerintah turut mempromosikan seni tari ke dunia meski kemudian pandangan Ratri berubah dan akhirnya tidak ingin menjadi birokrat.
”Pada awalnya, di perkuliahan saya terpapar mata kuliah globalisasi, khususnya menyoroti politik Amerika Serikat yang diwarnai invasi-invasi mereka. Sampai akhirnya merembet ke peristiwa 1965 di Tanah Air,” ujar Ratri.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ratri Anindyajati, Direktur Indonesian Dance Festival 2022
Perkuliahan globalisasi itu diperolehnya di semester V atau tahun 2008. Dari situlah Ratri mulai tidak menyukai dunia politik. Di tengah keluarganya, ia pun menemukan perbincangan yang lebih terbuka mengenai peristiwa 1965.
Ratri melihat dunia politik penuh intrik terpendam. Pada akhirnya ia tidak ingin menjadi birokrat pemerintah. Akan tetapi, cita-cita mempromosikan seni tari ke dunia terus berkecamuk. Ia terus mencari jalan.
Meski kuliah di Bandung, Ratri kerap pulang ke Jakarta. Taman Ismail Marzuki (TIM) sudah menjadi habitatnya untuk berkesenian, khususnya seni tari. Sejak 2006 itu pula Ratri mencemplungkan dirinya ke dalam kegiatan IDF.
Ratri memulai keterlibatan di IDF 2006 sebagai liaison officer yang bertugas membantu akses komunikasi antara koreografer Padmini Chettur asal India dan penyelenggara IDF. Begitu pula untuk penyelenggaraan IDF dua tahun berikutnya, Ratri juga melibatkan diri.
Pada IDF 2012, Ratri menjadi koordinator Seed of Wonders, yang sekarang berubah menjadi Kampana. Ini suatu proyek pengembangan koreografer muda sebagai salah satu program penting di IDF. Ratri berfokus pada interaksi IDF dengan koreografer muda internasional. Tugas ini berlanjut hingga IDF 2014.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ratri Anindyajati Direktur Indonesian Dance Festival 2022.
Kemampuan berbahasa Inggris yang lancar sejak belajar di Kanada pada 1998 menjadi modal berharga bagi Ratri untuk membina hubungan dengan mitra seni tari dunia. Selanjutnya, pada 2014, Ratri memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikannya di jenjang S-2. Ia menjadi salah satu penerima beasiswa pertama program budaya dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) pemerintah.
Kesempatan itu dimanfaatkan Ratri untuk memilih program Creative Producing and Management di California Institute of Arts (CalArts) di Los Angeles, AS. Dari pilihan studinya itu, Ratri bermaksud ingin menjadi seorang produser seni yang profesional, khususnya seni tari.
Misi Ratri tetap sama seperti dulu, ingin mempromosikan seni tari Indonesia ke dunia. Ratri menempuh studinya di CalArts pada 2014-2017.
Setelah menyelesaikan studinya pada 2017, Ratri keterusan tinggal di Los Angeles sampai 2020. Ia menjalani profesi sebagai produser independen seni di sana.
Ratri kala itu sempat memproduksi beberapa seni pertunjukan dan pameran. Beberapa nama tokoh seniman terlibat di dalamnya, di antaranya seniman sekaligus sineas Edgar Arceneaux dan Didi Nini Thowok. Sempat pula ia memproduksi seni pertunjukan dan pameran untuk Forum on Cultural Trade antara Meksiko dan AS.
Ratri akhirnya kembali ke Indonesia pada 2020. Setiba di Indonesia inilah Ratri mengalami Covid-19 dan ditetapkan sebagai pasien ketiga. Pasien pertama adalah adiknya, Sita, dan pasien kedua ibunya, Maria Darmaningsih. Pengalaman ini cukup mendera, mengingat pasien Covid-19 pada masa awal masih memperoleh stigma sosial. Meski demikian, Ratri bersama ibu dan adiknya bisa melewati masa itu dengan baik.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ratri Anindyajati, Direktur Indonesian Dance Festival 2022.
Bertepatan pada akhir 2020 diselenggarakan kembali IDF, tetapi harus menyesuaikan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19. Sebagian besar program IDF 2020 digelar secara virtual. Ratri ditunjuk menjadi Manajer Program IDF 2020.
Untuk IDF 2022, Ratri ditunjuk menjadi direkturnya. Perhelatan ini akan berlangsung secara fisik selama sepekan, 22-28 Oktober 2022, di Jakarta. Sekitar 80 seniman tari asal Indonesia dan beberapa negara lain akan terlibat. Sebanyak 14 pertunjukan pun disiapkan.
”Dari penyelenggaraan-penyelenggaraan IDF sebelumnya, saya sudah melihat ada profesi yang bisa dikembangkan sebagai produser seni tari. Selama ini masih kurang didukung manajerial dan infrastrukturnya karena di tengah masyarakat kita produser seni tari masih dianggap sebagai hobi,” ujar Ratri dengan tegar.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ratri Anindyajati Direktur Indonesian Dance Festival 2022
Ratri Anindyajati
Lahir: Jakarta, 2 Februari 1987
Pendidikan:
- Jurusan Hubungan Internasional (S-1), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung (2006–2011)
- Jurusan Creative Producing and Management (S-2), California
Institute of The Arts, Los Angeles, Amerika Serikat