Bang Dzoel, Fotografer Difabel yang Inspiratif Itu Telah Pergi
Achmad Zulkarnain atau yang dikenal dengan nama Bang Dzoel meninggal dunia di Banyuwangi, Rabu (24/8/2022) pagi. Zul merupakan sosok fotografer difabel yang inspiratif bagi orang yang mengenalnya.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
—
Berita duka datang dari dunia fotografi. Achmad Zulkarnain atau yang dikenal dengan nama Bang Dzoel meninggal dunia di Banyuwangi, Rabu (24/8/2022) pagi. Zul merupakan sosok fotografer difabel yang inspiratif bagi orang yang mengenalnya.
Kabar meninggalnya Zul dibenarkan oleh Slamet ”Mameth Ndut”. teman dekatnya. ”Benar Bang Dzoel meninggal dunia. Beberapa hari terakhir dia mengeluh sakit kandung kemih. Dia juga sudah sempat menjalani operasi saluran kencing,” ujarnya.
Zul meninggalkan seorang istri yang ia nikahi pada Februari 2021. Zul dan istri sempat dikarunia seorang anak, tetapi buah hatinya tersebut meninggal seusai dilahirkan.
Beberapa hari sebelum meninggal, Zul sempat memposting sejumlah IG Stories. Di unggahannya itu, ia sempat menyebutkan keinginannya untuk sembuh. Ia juga berujar ingin kembali beraktivitas normal lagi.
Sehari sebelum meninggal, Zul juga memposting ulang unggahan dari tim dan rekan-rekannya yang terlibat dalam pembuatan film Tegar. Film tersebut merupakan film bertema inklusif yang melibatkan sejumlah difable dalam proses produksinya.
Di film tersebut, Zul bertanggung jawab di sektor Still Photography. Dia bertugas mengabadikan setiap adegan yang berlangsung selama proses pembuatan.
Kepergian Zul meninggalkan duka di kalangan rekan-rekannya, terutama komunitas fotografi di Banyuwangi. Pewarta foto Antara, Budi Chandra Setya, yang juga ketua komunitas Pewarta Photo Plat P, mengenang Zul sebagai sosok yang ceria dan inspiratif.
Budi Chandra mengaku, dirinya tidak pernah mendengar Zul mengeluh. Keterbatasan yang dimiliki Zul tidak menjadi hambatan, tetapi justru menjadi nilai lebih.
”Kadang saya heran sama Zul. Kalau bercanda, kami merasa harus hati-hati, takut dia tersinggung. Tetapi yang terjadi, justru Zul yang bisa dengan leluasa menertawakan dirinya sendiri. Zul sudah melewati fase penerimaan diri. Dia sudah sampai pada fase mensyukuri kehidupan,” ujar Budi Chandra.
Zul beberapa kali pernah membantu peliputan Kompas. Salah satunya liputan kuliner tradisional Banyuwangi yang biasanya muncul saat Lebaran, ”geseng bangsong”. Kala itu Zul mengendarai gokart rakitannya mengantar wartawan Kompas yang menunggangi sepeda motor.
Zul sudah melewati fase penerimaan diri. Dia sudah sampai pada fase mensyukuri kehidupan,
Di tengah jalan, Zul menyalip dan berteriak, ”Wartawan kudu sat-set. Motor lanangmu kalah karo gokartku, Mas!” (Wartawan harus lincah. Sepeda motormu kalah cepat dengan gokartku).
Zul tak hanya menjadi teman yang baik. Dia juga merupakan sosok inspiratif. Ia beberapa kali diundang untuk memberikan motivasi di banyak kesempatan dengan berbagai kelompok peserta.
Kompas pernah menerbitkan profil dirinya di rubrik Sosok pada 14 Desember 2017. Judul artikel, ”Terbaik Tak Harus Sempurna”, dipilih dari ungkapan yang keluar dari mulutnya.
Pengalaman pernah dibuang, kerap ia ceritakan untuk memotivasi orang lain. Melalui kisah itu, Zul ingin menyampaikan bahwa menerima kelebihan sama pentingnya dengan menerima kekurangan.
Berbagai perlakuan diskriminatif yang pernah ia alami kini justru membuat ia bangkit. Zul tidak ambil pusing dengan olok-olokan teman-temannya. Kini, Zul bahkan terbiasa menertawakan kondisi fisiknya sendiri. Bagi Zul, keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk berkarya selama dirinya mau berusaha.
Salah satu pedoman hidup yang Zul pegang hingga saat ini adalah Surat Ar-Ra’d ayat ke-11 Al Quran yang berbunyi, ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”.
Zul juga sempat dipercaya sebagai fotografer untuk foto resmi kedinasan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dan Wakil Bupati Banyuwangi Sugirah. Hasil jepretannya kini ada di semua sekolah dan gedung-gedung instansi pemerintahan se-Banyuwangi.
Kepada Kompas, saat itu Zul mengatakan, tugasnya hari itu bukanlah job, melainkan pencapaian. ”Iki dudu job moto mas... iki pencapaian, iki pembuktian!! (Ini bukan kerjaan memotret. Ini pencapaian, ini pembuktian)".
Semasa hidupnya, Zul telah berhasil membuktikan bahwa difabel itu setara dengan manusia lainnya. Zul membutikan bahwa dengan keterbatasannya, dia masih bisa berkontribusi bagi pemerintahan daerah.