Fedik Abdul Rantam, Kebersamaan Peneliti Vaksin Merah Putih
Penyakit karena virus akan terus ada sehingga menjadi tantangan seumur hidup bagi Fedik Abdul Rantam, guru besar mikrobiologi, virologi, imunologi Universitas Airlangga, Surabaya, untuk menemukan solusi.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·5 menit baca
Alarm keilmuan Fedik Abdul Rantam menyala saat Covid-19 mulai menyerang dunia. Ia segera menyambut dengan antusias ketika negara membutuhkan para pakar di Tanah Air untuk membuat vaksin Covid-19. Dari tangan Fedik dan tim Universitas Airlangga, telah lahir vaksin pertama Covid-19 karya bangsa. Vaksin yang disebut Merah Putih itu siap disuntikkan untuk melawan Covid-19.
Covid-19 mulai menjangkiti Indonesia sejak awal Maret 2020 setelah dua warga di Jawa Barat terkonfirmasi positif. Dua pekan kemudian, virus itu terkonfirmasi menyerang enam warga Surabaya dan dua warga Malang di Jawa Timur. Saat itu, Fedik Abdul Rantam, guru besar mikrobiologi, virologi, imunologi Universitas Airlangga (Unair) sedang meneliti virus Covid-19 untuk menemukan vaksinnya.
Ditemui di Lembaga Penyakit Tropis (Institute of Tropical Disease) Unair, Kamis (11/8/2022), Fedik mengatakan, Vaksin Merah Putih bukan hasil pemikirannya sendiri, melainkan menyambut imbauan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman saat itu, Amin Soebandrio, dan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) saat itu, Bambang Brodjonegoro.
”Prof Amin dan Prof Bambang meminta para kolega, terutama pakar virologi, segera meneliti dan menemukan vaksin Covid-19. Pandemi bisa diatasi terutama dengan vaksinasi. Jika bergantung vaksin pada negara lain, akan menguras sumber daya bangsa dan negara,” katanya.
Tidak hanya Fedik, sejumlah pakar virus, terutama dari kampus dan lembaga terkemuka di Indonesia, juga menyambutnya. Mereka berupaya keras membuat vaksin Covid-19. Sejauh ini, Vaksin Merah Putih buatan tim peneliti Unair yang lebih siap untuk segera terwujudkan. Vaksin telah diberikan dalam dosis kedua kepada 4.005 subyek pada fase ketiga uji klinis dan menunggu hasil uji laboratorium terkait imunogenisitas.
”Sedang diajukan proposal kepada BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) untuk mendapat EUA (emergency use authorization atau izin penggunaan darurat) sebagai vaksin booster atau penguat selain vaksin primer bagi masyarakat,” ujar Fedik, putra kelahiran Lamongan, kabupaten bermoto ”Memayu Raharjaning Praja”.
Gotong royong
Meski menjadi ketua Tim Vaksin Merah Putih Unair, Fedik mengingatkan, bibit penyakit yang sudah dilemahkan untuk vaksinasi ini merupakan wujud kerja sama sivitas, terutama para ahli di Unair. Selain itu, ada peran PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia yang kemudian bersedia memproduksinya.
”CEO Biotis (FX Sudirman) pernah menjadi mahasiswa saya sehingga dia percaya kepada Unair dan berkomitmen untuk memproduksi Vaksin Merah Putih. Tidak banyak yang mau terjun ke bisnis vaksin karena berisiko tinggi rugi dan menuntut komitmen serta pengorbanan luar biasa,” kata Fedik yang juga tenaga ahli penanganan wabah penyakit mulut dan kuku yang mewabah di Indonesia sejak Juli 2022.
Fedik menceritakan, tim peneliti Vaksin Merah Putih Unair dibentuk secara komprehensif. Ini berawal dari obrolan kalangan guru besar, termasuk dirinya, dengan Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Community Development Ni Nyoman Tri Puspaningsih serta Direktur Pendidikan Profesi dan Penelitian RSUD Dr Soetomo Cita Rosita Sigit Prakoeswa.
”Prof Nyoman dan Prof Cita amat membantu dan terus terlibat dalam penelitian Vaksin Merah Putih yang saya jalankan bersama tim peneliti,” ujar lulusan Freie Universitaet Berlin di Jerman program doktoral virologi dan imunologi seluler dan molekuler itu. Fedik mencontohkan, timnya bisa mengisolasi dan meneliti virus dari pasien Covid-19 di RSUD Dr Soetomo atas bantuan Prof Cita.
Pengalaman lebih dari 40 tahun dalam penelitian virus membuat Fedik tidak kesulitan menemukan jalan bagi pembuatan vaksin. Dalam masa pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Unair sampai 1985, Fedik meneliti virus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Pusat Veteriner Far Surabaya. Ketika itu, Indonesia belum bebas PMK. Baru pada 1990, Indonesia mendapat status bebas PMK. Namun, status itu tumbang pada 2020.
”Saya senang meneliti sejak kecil meskipun cita-cita awal ingin jadi pengusaha, tetapi malah belok dan keterusan jadi peneliti virus,” kata Fedik sambil terkekeh.
Keahliannya kian terasah ketika melanjutkan pendidikan ke Jerman pada kurun 1992-1997. Saat itu, ia sukses meneliti secara komprehensif virus Borna, dari infeksi, deteksi, isolasi, sampai vaksin. Penelitian virus yang berasal dari kuda itu membuat Fedik diincar pihak Jerman untuk penelitian lanjutan dalam virologi dan imunologi.
Saat Covid-19 menyerang, Fedik kembali teringat pesan para pengajar bahwa masalah harus bisa dipikirkan dan solusi diwujudkan. Kalau peneliti tidak berkontribusi, lanjut Fedik, ibarat sindiran dalam bahasa suroboyoan, ”lapo wae, turu’a?” (ngapain saja, hanya tidur?). Itulah yang memacu dirinya untuk bekerja keras dan cerdas dalam pengembangan Vaksin Merah Putih.
Fedik melanjutkan, peran kampus dan lembaga lainnya amat besar dalam mendukung penelitian Vaksin Merah Putih. Unair membiayai fase praklinis. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membantu penyediaan hewan untuk subyek penelitian, yakni primata jenis makaka. Untuk uji klinis, biaya ditanggung oleh negara melalui Kementerian Kesehatan. Biotis juga berperan dalam penyediaan laboratorium sehingga penelitian Vaksin Merah Putih dapat terus berjalan.
”Selama pandemi, tim bolak balik ke Biotis di Bogor demi pengembangan penelitian. Saya ingat, mobil kami pernah dicegat saat penyekatan di masa PSBB (pembatasan sosial berskala besar), tetapi kemudian dapat melanjutkan perjalanan setelah koordinasi terpadu. Jadi, pengembangan Vaksin Merah Putih ini sungguh merupakan kebersamaan,” katanya.
Dalam masa penelitian vaksin, Fedik turut ”mencicipi” karya tim. Sejumlah dosis disuntikkan ke tubuh untuk merasakan dampaknya. Dengan biaya sendiri, Fedik pergi ke laboratorium untuk mendapatkan data penting sejauh mana vaksin bekerja. Mungkin ini sedikit pengorbanan sebagai jaminan bahwa apa yang telah dilakukan akan membawa kebaikan.
Setelah Vaksin Merah Putih, Fedik bersedia jika diminta untuk meneliti penyakit cacar monyet yang sedang menyerang sejumlah negara. Dengan cara yang tak jauh berbeda, ia yakin bisa mengembangkan vaksinnya.
Saat ini, Fedik dan para ahli di Unair sedang menyiapkan pengembangan penelitian virus-virus dari hewan. Penelitian untuk pengembangan potensi vaksin dilakukan agar penyakit yang muncul bisa segera diatasi dan tidak sempat mewabah.
Penyakit karena virus akan terus ada, datang, dan pergi mengingat manusia masih mengonsumsi makanan berunsur hewani. Dalam daging hewan amat mungkin terdapat virus yang kemudian masuk tubuh manusia dan beradaptasi bertahun-tahun sebelum menjadi penyebab suatu penyakit.
Selagi hidup, Fedik ingin terus membaktikan diri sesuai keahliannya, meneliti virus dan menemukan obat untuk mengatasi berbagai penyakit.