Tanpa pamrih, Usman Iftikhar membantu para pengungsi di Polandia.
Oleh
KRIS MADA, HARRY SUSILO, dari Warsawa, Polandia
·5 menit baca
Menolong orang lain menjadi bagian hidup Usman Iftikhar (39) sejak kecil. Kini, ia menyediakan waktu, tenaga, dan dana untuk membantu para pengungsi di Polandia. Dipercaya pihak dari sejumlah negara untuk mengelola bantuan bagi para pengungsi, ia memastikan tidak secuil pun mengambilnya untuk keperluan pribadi.
Sebagai profesional industri keuangan yang belasan tahun bekerja di lembaga keuangan Amerika Serikat dan Eropa, ia merasa sudah lebih dari cukup. ”Sepeser pun saya tak mengambil imbalan dari kegiatan di yayasan. Gaji saya sudah cukup dari bekerja di bank,” ujar ayah seorang bayi berusia 4 bulan itu dalam wawancara pada awal 14 Juli 2022 di Warsawa, Polandia.
Sejak perang Rusia-Ukraina meletus, Fundajca Sakinah Europe atau Yayasan Sakinah Eropa yang didirikan dan dipimpinnya membantu banyak pengungsi. ”Sepanjang perang, paling tidak 300 pengungsi kami bantu secara langsung. Sebagian lagi kami bantu secara tidak langsung,” kata pria yang tiga dari empat saudaranya bekerja sebagai dokter itu.
Bantuan langsung adalah menyediakan tempat tinggal, mengurus izin tinggal, dan memberikan makanan. Bantuan tidak langsung berupa mencarikan informasi di mana pengungsi bisa tinggal atau cara melanjutkan perjalanan. Sampai sekarang, masih ada pengungsi tinggal di gedung yayasan itu. ”Tidak semua memilih tinggal di sini dengan berbagai alasan,” ujar penyuka tenis tersebut.
Perempuan pengungsi
Ia dan rekan-rekannya memberi perhatian khusus kepada perempuan pengungsi, baik anak-anak maupun dewasa. Mereka adalah kelompok rawan dan kerap menderita berulang kali. Di penampungan, kerap kali perempuan pengungsi harus tinggal di tempat bersama tanpa ruang pribadi. Kondisi itu tidak nyaman bagi banyak perempuan pengungsi. Karena itu, di lantai 2 gedung Yayasan Sakinah dikhususkannya untuk perempuan. ”Apa pun alasan dan statusnya, pria tidak boleh masuk ke sana selama masih ada perempuan,” kata pria kelahiran Punjab, Pakistan, itu.
Yayasan juga menyediakan kursus menjahit untuk perempuan pengungsi. Jika sudah mahir dan bisa membuat baju, para sukarelawan yayasan membantu menjualkannya. ”Dengan demikian, mereka punya penghasilan dan bisa dipakai untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Sering kali, para perempuan pengungsi begitu tidak berdaya karena tidak punya penghasilan sendiri,” ujar pria yang tumbuh di keluarga besar berlatar belakang militer dan dokter itu.
Layanan adalah pendampingan oleh psikolog. Masalah kesehatan mental kerap kali diabaikan dalam penanganan pengungsi. Padahal, pengungsi termasuk kelompok rentan terkena masalah mental. ”Kalau tidak ada yang memperhatikan, tekanan pada perempuan pengungsi akan berat sekali,” katanya.
Sementara itu, untuk semua pengungsi, selain tempat tinggal dan pendampingan aneka urusan hukum serta administrasi kependudukan, yayasan juga menyediakan kursus bahasa. Kursus itu penting karena pengungsi perlu terampil berbahasa Polandia agar bisa menyatu dengan masyarakat. ”Program ini selaras dengan tujuan kami, integrasi beragam kebudayaan di Polandia,” katanya.
Yayasan bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk menyediakan pelatihan bahasa. Pelatihan itu diberikan kepada pengungsi yang mau. Motivasi berbagi
Usman tahu, semua kegiatannya di Yayasan Sakinah membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya. Kerap kali ia harus memakai dana pribadi untuk urusan yayasan itu. Ia tidak keberatan karena dibesarkan di keluarga yang suka menolong.
Kakeknya, perwira tinggi di militer Pakistan, mengelola sekolah dan menolong banyak orang di salah satu sudut Pakistan. Ayah dan sebagian pamannya, juga perwira tinggi militer Pakistan, aktif pula di berbagai kegiatan sosial.
Saat gempa mengguncang Pakistan beberapa tahun lalu, keluarganya mengirimkan bantuan ke lokasi yang sulit dijangkau. Ia cuti kerja agar bisa terlibat dalam kegiatan itu. ”Saya naik keledai dan kadang jalan kaki selama berjam-jam karena tidak ada kendaraan menuju lokasi,” katanya.
Kegiatan itu sangat membekas di benaknya. Ia melihat anak-anak dan para korban begitu gembira saat mereka datang membawa bantuan. ”Dari wajah-wajah yang tidak dikenal itu, saya mendapatkan kebahagiaan sebenarnya. Peristiwa itu sangat mendorong saya berbagi lebih banyak,” katanya.
Kegiatan itu, ditambah berbagai cerita soal aneka kegiatan amal keluarga besarnya, mendorongnya senantiasa tergerak membantu orang lain. Saat ada lonjakan pengungsi di Polandia pada 2014, ia mengajak sejumlah rekannya membantu mereka. Bantuan kepada pengungsi menjadi cikal bakal Yayasan Sakinah yang kini dipimpinnya.
Bantuan kepada pengungsi menjadi sebagian kegiatan sosialnya. Karena itu, beberapa tahun terakhir ia membagi waktunya untuk kerja, keluarga, dan bakti sosial. Sebagai bankir profesional, ia memastikan seluruh pekerjaannya tuntas sebelum meninggalkan kantor. Karier profesionalnya menjadi salah satu alasan ia bisa menjadi sukarelawan sepenuhnya.
”Kalau mau menghitung-hitung, dalam pandangan sebagian orang, bisa jadi saya dianggap rugi. Harus mengalokasikan waktu dan dana pribadi untuk yayasan ini. Akan tetapi, saya meyakini imbalan dari kegiatan ini bukan hanya dalam bentuk materi,” ujarnya.
Ia meyakini aneka kemudahan dalam hidupnya adalah ganjaran dari kegiatan sosialnya. Selain itu, ia juga berharap dari kegiatannya bisa memberikan aliran pahala bagi mendiang neneknya. ”Yayasan ini dinamai sesuai dengan nama mendiang nenek saya. Sejak kecil, saya diceritakan nenek sangat penuh cinta kasih kepada banyak orang. Kasih nenek adalah warisan paling berharga dan ingin saya sebarkan,” katanya.
Usman Iftikhar
Lahir : Punjab, Oktober 1983
Pendidikan : Bahria Institute of Management & Computer Sciences, Pakistan
Jabatan : Presiden dan pendiri Fundajca Sakinah Europe