Mimpi Bahtiar untuk mewujudkan ”kampungku keren” perlahan-lahan menjadi kenyataan. Kini, di kampung halamannya, desa Sarang Tiung, orang bisa menikmati wisata bahari, alam pegunungan, hingga wisata olahraga udara.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
Mimpi Bahtiar (41) untuk mewujudkan ”kampungku keren” perlahan-lahan menjadi kenyataan. Kampungnya kini menjadi sebuah desa dengan beragam destinasi wisata. Orang bisa menikmati wisata bahari, alam pegunungan, hingga wisata olahraga udara di desa Sarang Tiung.
Desa Sarang Tiung berada di wilayah Kecamatan Pulau Laut Sigam, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Desa dengan luas wilayah 645 hektar atau 17,4 persen dari luas wilayah Pulau Laut Sigam. Pulau Sigam sendiri terletak di utara Pulau Laut, berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat Kotabaru atau sekitar 320 kilometer dari Kota Banjarmasin.
”Kalau orang datang ke Sarang Tiung, banyak yang bisa dinikmati. Tempat wisatanya komplet. Saya dan kawan-kawan menyiapkan itu semua,” kata Bahtiar, yang kini dipercaya sebagai Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Sarang Tiung pada Rabu (6/7/2022) malam.
Di Sarang Tiung, orang bisa menikmati wisata selam permukaan (snorkeling) maupun selam (diving) untuk melihat keindahan terumbu karang, wisata bagan atau bagang untuk melihat tradisi nelayan setempat dalam menangkap ikan, wisata alam Bukit Mamake dan Bukit Bapake, serta wisata olahraga paralayang dan gantole.
Selain itu, sedang disiapkan juga wisata kampung nelayan, taman konservasi bakau (mangrove), dan agrowisata pertanian terpadu seluas 20 hektar. ”Saya memang ingin fokus pada pengembangan desa wisata dengan segala potensi yang ada di kampung saya,” ujarnya.
Perjuangan Bahtiar dan kawan-kawan untuk mengembangkan desa wisata dimulai sejak 2014. Pada waktu itu, muncul ide untuk menjadikan bukit yang kini dikenal dengan nama Bukit Mamake, sebagai tempat wisata. Bukit dalam gugusan Gunung Sebatung (725 meter dari permukaan laut) itu sudah lama menjadi tempat berkemah para pencinta alam.
Ia semakin yakin untuk menjadikan Bukit Mamake sebagai tempat wisata setelah mendatangi kawasan Punclut (Puncak Ciumbuleuit) Bandung, Jawa Barat. ”Kalau saya perhatikan bentang alamnya, ada kemiripan antara kawasan Punclut dengan kawasan Bukit Mamake di kampung saya. Pegunungan di sana bisa jadi tempat wisata, kenapa di kampung saya tidak bisa?” tuturnya.
Meyakinkan
Bahtiar, yang waktu itu masih menjadi Kepala Urusan (Kaur) Perencanaan Desa Sarang Tiung berusaha meyakinkan perangkat desa dan teman-temannya tentang potensi wisata Bukit Mamake. Namun, untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat wisata masih terkendala statusnya sebagai kawasan hutan lindung.
Abdul Mulud alias Kai Oyong, kepala desa Sarang Tiung pada waktu itu diminta memperjuangkan agar kawasan Bukit Mamake bisa dikelola oleh masyarakat. Akhirnya, pada 2017 terbitlah izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5617/MENLHK-PSKL/PKPS/PSLO/10/2017 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan seluas 500 hektar pada kawasan lindung di Desa Sarang Tiung. IUPHKm tersebut diberikan kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mutiara Sarang Tiung.
Setelah mendapatkan IUPHKm, Bahtiar melobi pemerintah daerah Kotabaru dan PT Arutmin Indonesia North Pulau Laut Coal Terminal (NPLCT), perusahaan yang beroperasi di dekat kampungnya untuk membuat akses menuju ke puncak Bukit Mamake. Pada 2019, pembuatan jalan sepanjang 1,2 kilometer terealisasi. ”Pekerjaan itu memakan waktu lebih dari tiga bulan,” ujarnya.
Bahtiar sebagai Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Jasa Lingkungan pada waktu itu lalu mengajak teman-temannya untuk membersihkan kawasan puncak Bukit Mamake dari alang-alang, menanam pohon, menyiapkan area berkemah, dan membangun beberapa fasilitas penunjang tempat wisata, misalnya gazebo.
Segala persiapan pembukaan tempat wisata itu semakin mantap setelah perangkat desa mendapat kesempatan studi banding ke negeri laskar pelangi atau pulau Belitung, Bangka Belitung pada awal tahun 2020 sebelum kasus Covid-19 ditemukan di Indonesia. Di sana, mereka melihat pengembangan wisata laut, pantai, mangrove, dan pegunungan.
”Balik dari Belitung, saya makin optimistis dengan pengembangan wisata di kampung saya. Namun, ketika obyek wisata Bukit Mamake sudah siap dibuka, tiba-tiba datanglah pandemi Covid-19. Kondisi itu sempat membuat saya dan teman-teman merasa down dan kami mencoba menyerahkan semuanya kepada kuasa Allah,” kata bapak dari empat putri itu.
Di tengah badai pandemi Covid-19, Bahtiar lalu mengalihkan fokusnya pada pengembangan kelompok pemuda sahabat laut. Mereka mengedukasi warga tentang pentingnya menjaga wilayah perairan dan pesisir demi kelestarian lingkungan dan kehidupan nelayan yang lebih baik. Warga diajak untuk menjaga kebersihan pantai, merawat terumbu karang, dan menanam bakau.
”Perjuangan saya dan teman-teman tidak sia-sia. Pada Desember 2021, Bukit Mamake akhirnya bisa dibuka untuk kunjungan wisata. Menyusul kemudian, pembukaan wisata olahraga paralayang dan gantole, wisata selam, serta wisata bagang,” tuturnya.
Seiring dengan hidupnya beragam wisata, program pembangunan tempat pengolahan sampah reduce-reuse-recycle (TPS 3R) juga mulai direalisasikan di Sarang Tiung pada 2022 ini. ”TPS 3R itu untuk mengatasi peningkatan volume sampah seiring meningkatnya kunjungan wisata. Hasil olahan sampah dalam bentuk kompos nantinya akan dimanfaatkan oleh pertanian terpadu,” ujarnya.
Mendapat dukungan
Menurut Bahtiar, ia tidak sendirian dalam mengembangkan wisata di kampung halamannya. Setidaknya, ada sembilan temannya yang sangat loyal mendukung gagasan dan rencananya dalam pengembangan desa wisata. Dukungan juga datang dari pemerintah kabupaten Kotabaru, Dinas Kehutanan Kalsel, dan PT Arutmin Indonesia NPLCT.
”Saya didukung teman-teman yang hebat, yang mau sama-sama sakit dan senang. Sampai detik ini, mereka adalah pemegang kekuatan di Sarang Tiung. Mereka tidak pernah memikirkan akan mendapatkan apa kalau melakukan ini dan itu,” ungkap tenaga non-pegawai pada Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kotabaru itu.
Namun, dalam hal promosi wisata di media sosial, Bahtiar masih sendirian mengerjakannya karena hanya dirinya yang melek teknologi informasi atau digitalisasi. Ia membuat foto-foto dan video mengenai wisata di desanya, lalu mengunggahnya ke media sosial Instagram, Facebook, dan Youtube. ”Untuk itu semua, saya belajar secara autodidak,” ujar pria lulusan SMA itu.
Bahtiar juga berusaha belajar menyelam sampai mendapatkan sertifikat selam demi bisa mendampingi wisatawan yang mau menikmati keindahan terumbu karang di desanya. Kini, ia bertekad belajar menjadi pilot paralayang agar bisa membawa wisatawan menikmati keseruan melayang di udara desanya.
”Saya memang tidak lahir di Sarang Tiung, tetapi saya sangat cinta dengan kampung ini. Saya pun sudah menghibahkan diri untuk kampung ini. Saya sangat serius dengan pengembangan wisata, dan apa pun akan saya lakukan,” kata Bahtiar, yang menetap di Sarang Tiung sejak 1993.