Iwan Bace, Kerja Tanpa Gaji untuk Hutan
Kurun tahun 1994-2014, Iwan Bace bekerja di kapal milik perusahaan Singapura dan Belanda. Terakhir, ia bisa menghimpun pemasukan total 6.000 dollar AS per bulan saat jadi awak kapal pengangkut elpiji dan bahan kimia.

Manajer Lapangan Yayasan Saung Monteng Iwan Bace memeriksa kondisi bibit pohon-pohon endemis hutan Kamojang, Sabtu (28/5/2022), di persemaian Saung Monteng, Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bibit yang sudah siap tanam bakal ditanam di lahan kritis hutan Kamojang untuk pemulihan ekosistem.
Iwan Bace (52) pernah menikmati hidup dengan gaji puluhan juta per bulan saat bekerja sebagai pelaut. Mulai 2014, ia sibuk merawat bibit pohon endemis, lalu menanamnya untuk pemulihan ekosistem di hutan. Jeritan alam yang kritis membuat ia rela mengabdi tanpa gaji.
Pagi jelang siang di Saung Monteng, Desa Ibun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (28/5/2022). Saung itu berlokasi di lereng pegunungan pada ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan bersisian dengan kawasan konservasi kawah Kamojang.
Hawa sejuk karena suhu berkisar 22-25 derajat celsius. Namun, gerah mendera saat Iwan mengajak ke persemaian pohon endemis (spesies asli) hutan Kamojang. Lahan persemaian seluas 84 tumbak (1.176 meter persegi) itu berwujud terasering dengan enam teras bertingkat. Jalan setapak menuju teras yang lebih tinggi lumayan membuat napas tersengal.

Manajer Lapangan Yayasan Saung Monteng Iwan Bace membersihkan gulma dari bibit pohon-pohon endemis hutan Kamojang, Sabtu (28/5/2022), di persemaian Saung Monteng, Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bibit yang sudah siap tanam bakal ditanam di lahan kritis hutan Kamojang untuk pemulihan ekosistem.
Iwan membersihkan gulma atau tanaman pengganggu dari barisan polybag berisi bibit pohon. Namun, di salah satu teras, gulma termasuk rumput dibiarkan berebut ruang hidup dengan bibit-bibit yang sudah setinggi 40-50 sentimeter.
Iwan menjelaskan, bibit setinggi itu sudah siap tanam dan gulma dibiarkan agar bibit-bibit tersebut tangguh saat nantinya ”dilepasliarkan” ke alam. ”Di lapangan, kompetisi dengan gulmanya sangat ketat. Makanya, di sini biar mereka beradaptasi,” ucapnya.
Pria kelahiran Bandung itu fasih berbagi teknik persemaian bibit pohon karena mengemban amanah sebagai Manajer Lapangan Yayasan Saung Monteng, kumpulan para pegiat lingkungan hidup yang kebanyakan tidak punya bekal akademis terkait dengan pelestarian alam, sama seperti dirinya. Komunitas yang kini diketuai Aip Saepudin itu berhimpun karena keprihatinan yang sama terhadap kritisnya hutan Kamojang.
Salah satu tujuan utama Saung Monteng membuat persemaian adalah agar bisa menanam bibit yang terjamin cocok di Kamojang. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dari luas total Cagar Alam Kawah Kamojang 5.426,19 hektar, lahan seluas 449,17 hektar digarap masyarakat. Kompas melihat sejumlah lokasi kebun tanaman sayur sudah merangsek kawasan konservasi, termasuk di Gunung Rakutak, Kecamatan Pacet, Bandung.

Area lereng yang dijadikan kebun sayuran di Gunung Rakutak, Cagar Alam Kawah Kamojang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (28/5/2022). Tempat itu termasuk sebagai area terlarang untuk perkebunan dan kegiatan wisata.
Di persemaian, Iwan juga hafal jenis-jenis pohon endemis yang diasuh meski tidak ada label nama dipasang. Jenisnya, antara lain, kibeureum (Distylium stellare), pasang (Lithocarpus platycarpus), dan meuhmal (Litsea cubeba). Ia juga menunjukkan bibit jamuju (Dacrycarpus imbricatus), jenis yang di hutan Kamojang amat langka.
”Kami tiap tahun bisa mengeluarkan bibit 20.000-30.000 pohon,” ucap Iwan. Mereka menyebar benih karya mereka di 41 hektar lahan kritis hutan Kamojang yang jadi sasaran pemulihan sejak 2014.
Baca juga: Surya, Sahabat Penyu Pantai Maligi
Hasil yang sudah terlihat, antara lain, adalah mata air di tiga titik yang tadinya mati kini mengeluarkan air kembali, salah satunya di Legok Tengek, Kecamatan Ibun, Bandung. Di Legok Tengek pula, setelah tujuh tahun penanaman, hutan sudah lebat berkanopi dari sebelumnya gersang.
Iwan menambahkan, sebagian bibit persemaian mereka dibagikan kepada komunitas-komunitas lain untuk penanaman di berbagai penjuru Jawa Barat, seperti di Ciamis, Tasikmalaya, Sumedang, Karawang, hingga Kuningan. Semuanya gratis.

Manajer Lapangan Yayasan Saung Monteng Iwan Bace menunjukkan bibit pohon nyatoh (kiri) dan jamuju (kanan), jenis-jenis pohon endemis hutan Kamojang, Sabtu (28/5/2022), di persemaian Saung Monteng, Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bibit yang sudah siap tanam bakal ditanam di lahan kritis hutan Kamojang untuk pemulihan ekosistem.
Nol rupiah
Jabatan Iwan boleh manajer, tetapi bukan berarti ia punya pendapatan seperti manajer di perusahaan. Bahkan, gajinya nol rupiah alias tidak ada gaji.
Sungguh sebuah kontradiksi ekstrem jika dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya sebagai awak kapal pelayaran mancanegara. Ayah dari tiga anak ini memulai karier globalnya tahun 1994 pada perusahaan Singapura yang memiliki kapal tanker, peti kemas, dan pengangkutan kayu. Tahun 2000-2014, ia bekerja untuk perusahaan pelayaran Belanda yang melayani pengangkutan bahan kimia serta gas minyak cair (LPG/elpiji).
Terakhir, Iwan digaji 5.000 dollar AS (sekitar Rp 61 juta pada 2014) per bulan. Namun, itu belum semua. Ia berpeluang cuan lebih besar karena ada upah pekerjaan khusus, misalnya untuk pengelasan atau turun mesin kapal, serta ada biaya makan. Selain itu, ia bisa untung dari menjual rokok ketika singgah ke darat. Rokok dibeli di kapal dengan harga miring.
Menurut Iwan, pendapatannya bisa mencapai 6.000 dollar AS (sekitar 73 juta) per bulan. Angka itu lebih dari 15 kali lipat upah minimum provinsi DKI Jakarta tahun ini.
Namun, Iwan merasa tidak ada peningkatan taraf hidup meski gajinya tergolong gemuk untuk ukuran pekerja di Indonesia. Alasannya, waktu liburnya bisa mencapai satu-dua tahun, dan selama itu ia menganggur sehingga cuma bisa memakai tabungan untuk kebutuhan sehari-hari.

Manajer Lapangan Yayasan Saung Monteng Iwan Bace membersihkan ranting kering dari bibit pohon-pohon endemis hutan Kamojang, Sabtu (28/5/2022), di persemaian Saung Monteng, Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bibit yang sudah siap tanam bakal ditanam di lahan kritis hutan Kamojang untuk pemulihan ekosistem.
Selain itu, uangnya banyak habis untuk foya-foya saat kapal singgah di negara tertentu, termasuk memboroskan gaji untuk mabuk minuman keras. Alasan terakhir ini menjadi pemicu utama Iwan mengambil keputusan drastis: mengabdi untuk alam tanpa gaji sama sekali.
”Kehidupan lebih nyaman, lebih tenang, terus yang utamanya, jalan dosa bisa berkurang, ha-ha-ha,” kata Iwan yang hampir setiap hari ke Saung Monteng. Bagi dia, menyemai bibit pohon, lalu menanamnya di hutan, sama dengan ibadah. Setiap detik, setiap jam, air yang keluar dari hutan itu, oksigen yang keluar dari pohon-pohon itu, akan dikonsumsi begitu banyak orang, dan harapannya mengalirkan pahala kepada dia.
Baca juga: Kegigihan Ahmad Fahrizal Menjadi Petani Bibit Avokad di Jakarta
Ia pun tidak ambil pusing soal pemenuhan kebutuhan materi bagi istri dan anak-anaknya. Ia percaya, ketika ia merawat alam yang dititipkan Sang Pencipta, alam bakal merawat dia dan keluarganya.
Mekanisme balas budi tersebut betul berjalan, tetapi lewat perantara kawan-kawan Iwan di Saung Monteng serta sesama yang lain. Selalu ada yang berbagi rezeki agar dapurnya tetap mengepul. Pendidikan anak-anaknya pun terjamin. Si sulung sudah lulus sekolah menengah atas dan bersiap kuliah.
”Bahkan, orang lain ganti pakaian baru, kami juga ganti pakaian baru. Contoh, kami main atau ketemu orang yang berjualan. Dia bungkusin. ’Ini Kang, kaus ada dua’,” ujar Iwan terkekeh.

Manajer Lapangan Yayasan Saung Monteng Iwan Bace melangkah di persemaian bibit pohon endemis hutan Kamojang di Saung Monteng, Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (28/5/2022). Bibit yang sudah siap tanam bakal ditanam di lahan kritis hutan Kamojang untuk pemulihan ekosistem.
Terus belajar
Dengan kadar kepasrahan yang penuh kepada Tuhan soal materi, Iwan leluasa membenamkan diri dalam kesibukan untuk merestorasi ekosistem di Kamojang. Apalagi, mencintai alam perlu disertai semangat belajar tanpa henti.
Contohnya, kemampuan mengidentifikasi jenis pohon endemis dibutuhkan agar tidak salah pilih saat berburu biji atau bibit di hutan. Kecakapan itu tidak didapatkan Iwan dan kawan-kawan dalam semalam.
Dulu, mereka asal ambil benih dari hutan lalu menyemainya di Saung Monteng. Setelah sekitar enam bulan, mereka heran karena bibit malah jadi tanaman merambat. Rupanya, itu gulma.
Mereka lalu belajar identifikasi pohon pada pegiat lingkungan sekitar Kamojang yang sudah sangat hapfl spesies flora, salah satunya Caca. ”Kami cabutin bibit, bawa ke Mang Caca. (Kami bertanya) ini apa, ini apa, ini apa,” ujar Iwan.

Manajer Lapangan Yayasan Saung Monteng Iwan Bace memeriksa bibit pohon jenis kibeureum (Distylium stellare), yang merupakan spesies endemis hutan Kamojang, Sabtu (28/5/2022), di persemaian Saung Monteng, Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bibit yang sudah siap tanam bakal ditanam di lahan kritis hutan Kamojang untuk pemulihan ekosistem.
Mampu mengidentifikasi pun tidak cukup. Mereka juga mesti paham cara memelihara bibit sesuai dengan jenisnya karena caranya bisa berbeda-beda. Iwan mencontohkan, biji bibit pohon salam mesti langsung ditanam tanpa dijemur dulu. Sebaliknya, biji pohon huru dapung harus dijemur dulu sebelum ditanam.
Selain itu, aktivitas sukarelawan Saung Monteng tidak berhenti pada penanaman. Mereka, termasuk Iwan, mesti menengok bibit 40 hari setelah ditanam untuk menekan risiko gangguan pertumbuhan pohon. Kegiatannya, antara lain, ialah membersihkan tanaman pengganggu, dan pada musim kemarau menyirami tanaman. Pemantauan itu mereka sebut panglayadan.
Aksi tanam pohon di hutan Kamojang kian populer dari tahun ke tahun. Saung Monteng pun berupaya melebarkan sayap. Karena itu, Iwan mendapat tugas tambahan untuk mencari bibit yang cocok guna penghijauan di pinggir sungai, pinggir jalan, hingga di makam keramat, lalu menyemai bibit-bibit itu di Saung Monteng. Menurut dia, pohon di makam keramat bakal lebih terlindungi karena orang relatif enggan mencabut tanaman di sana.

Manajer Lapangan Yayasan Saung Monteng Iwan Bace menunjukkan sarang burung pada bibit pohon pasang [Lithocarpus platycarpus. (Blume)}, yang merupakan spesies endemis hutan Kamojang, Sabtu (28/5/2022), di persemaian Saung Monteng, Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bibit pohon yang sudah siap tanam bakal ditanam di lahan kritis hutan Kamojang untuk pemulihan ekosistem.
Saung Monteng sudah mencoba menanam di pinggir Jalan Raya Majalaya-Rancaekek, Majalaya-Ciparay, serta Majalaya-Lembur Awi. Ketinggian lokasi jalan-jalan itu di bawah 1.000 mdpl sehingga jenis pohon yang sesuai, antara lain, dari genus Ficus, seperti kiara (Ficus altissima Blume) dan beringin atau caringin (Ficus benjamina). ”Yang namanya di pinggir jalan, kita tanam 100 persen yang tumbuh 30-40 persen, sudah untung,” ucap Iwan.
Dengan kerja tanpa gaji untuk kelestarian lingkungan di lebih banyak tempat, Iwan berharap memberikan manfaat ke lebih banyak sesama, dan pahala lebih deras mengalir kepadanya.