Iskandar Widjaja, Membanggakan Indonesia
Sebagai keturunan Indonesia solois biola Iskandar Widjaja bangga dan ingin mengeksplorasi kesenian dan musik tanah air kedua orang tuanya itu untuk kemudian diperkenalkan kepada dunia.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F04%2F20%2Fb252c6d2-6057-47cd-b59a-1dd26b2445ed_jpg.jpg)
Iskandar Widjaja
Kebanggaan dan cintanya terhadap Indonesia membuat solois biola profesional kaliber dunia, Iskandar Widjaja, tak ragu menunjukkan asal-usul dia. Saat tampil di berbagai pagelaran berkelas dunia, Iskandar kerap menampilkan kebanggaan tadi. Entah dalam bentuk kostum maupun aksesoris yang dia kenakan saat tampil di atas panggung maupun video musiknya. Belum lama ini Iskandar mengikuti kontes musik daring, yang digelar Worldvision. Dia mendaftar sebagai orang Indonesia, meskipun berstatus warga negara Jerman.
“Saya merasa grateful sebagai orang Jerman bisa belajar dan mendalami musik klasik. Namun begitu di dalam hati ini saya juga merasa bangga menjadi orang (keturunan) Indonesia,” ujarnya saat berkunjung ke kantor Redaksi Kompas, April lalu.
Dengan bahasa Indonesia tak terlalu fasih Iskandar menjawab seluruh pertanyaan dalam sesi wawancara. Iskandar lebih nyaman bercakap dalam bahasa ibunya walau sesekali juga diselingi bahasa asing.
Sejak lahir hingga dewasa Iskandar lebih banyak di Jerman, negara tempat kelahirannya 36 tahun lalu. Dia bangga punya tanggal kelahiran yang sama dengan sang Proklamator RI, Ir Soekarno.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F04%2F20%2F5a4e2f5f-728b-4fe9-b541-5382fbc09bc1_jpg.jpg)
Iskandar Widjaja Violinis
Iskandar lahir dari pasangan Ivan Hadar dan Batdriana Widjaja, yang belakangan kemudian berpisah. Keduanya sama-sama keturunan Indonesia walau juga punya darah China (Tionghoa), Arab, dan Belanda. Iskandar mengklaim sebagai representasi masa depan globalisasi, yang memang sangat beragam warna.
Terkait bakat berkesenian dan bermusik Iskandar sepertinya diturunkan dari sang kakek dari pihak ibu, Udin Widjaja. Dia seorang musisi, pengarang, dan penggubah lagu, serta konduktor orkestra kesayangan Presiden RI pertama, Bung Karno. Udin sering tampil mewakili Indonesia di ajang musik dunia. Dia juga banyak berjasa mengaransemen dan menciptakan lagu-lagu mars perjuangan, yang membangkitkan semangat nasionalisme. Atas jasa-jasanya itu sang kakek diganjar anugerah Piagam Wijayakusuma. Anugerah sama juga diberikan ke banyak maestro seniman tanah air macam WR Soepratman, Ismail Marzuki, dan Usmar Ismail.
Sejak dalam kandungan
Saat Iskandar masih berada di dalam kandungan, ibunya terbiasa mendengarkan lagu-lagu komposer klasik dunia macam Frédéric François Chopin. Saat masih bayi dia sering ditidurkan di dekat piano sementara sang mama, yang guru musik dan tinggal di Jerman, memainkan piano itu. Pada usia empat tahun Iskandar diajak menonton sebuah pertunjukan orkestra anak-anak. Sepulang dari situ dia minta dibolehkan belajar musik dan dia memilih instrumen biola. Di bawah asuhan seorang guru, Susan Mann, Iskandar kecil diajari bermusik dengan menggunakan metode Suzuki, sebuah metode pembelajaran musik berbasis teori bahasa ibu.
Menurut metode ini, anak-anak akan mampu belajar dari apa yang ia dengar. Metode itu sendiri dikembangkan seorang musisi asal Negeri Sakura Jepang, Shin’ichi Suzuki (1898-1998).
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F04%2F20%2F05274993-6c18-4790-8b4a-c394ee9fa75f_jpg.jpg)
Iskandar Widjaja Violinis
Pada usia 11 tahun Iskandar lalu diterima menjadi siswa termuda di Hochschule für Musik, Berlin, Jerman. Masuk usia 17 tahun bakat dan kejeniusan Iskandar bermusik semakin menguat dan tak terbendung. Dia lalu pindah ke Julius Stern Institute di Berlin untuk kemudian dilatih secara khusus menjadi musisi muda berbakat.
Iskandar kemudian melanjutkan lagi belajar ke Universitas der Künste di Berlin hingga tahun 2010. Selama belajar Iskandar sangat serius walau usianya masih terbilang sangat muda. Setiap hari dia bisa menghabiskan waktu setidaknya delapan jam untuk berlatih. Tak hanya itu dia juga lebih banyak berinteraksi dengan orang-orang, yang jauh lebih tua usianya. Kebanyakan pengajar di kampusnya memang para profesor senior, yang juga hanya terbiasa mengajar orang dewasa.
Bersahaja
Iskandar juga dikenal sangat menghormati musisi lain, baik yang sezaman dengannya maupun para senior di atasnya. Dia sangat ngefans ke sesama solois biola asal Jepang, Midori Goto. Terkait musik klasik dia mengagumi maestro komposer musik klasik dunia, Johann Sebastian Bach. Karya-karya Bach sangat mempengaruhi dirinya dalam bermusik.
Sementara untuk musisi tanah air Iskandar sangat kagum dan menghormati mendiang solois biola Idris Sardi. Lagu-lagu dan permainan musik mendiang sangat familiar bahkan sejak dirinya masih kecil. Saat tengah berkunjung ke Indonesia semasa kecil dia kerap mendengar lagu-lagu dan permainan biola Idris Sardi di rumah.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F04%2F20%2F10af2ba0-fb85-4545-b3ef-0dfbd15a8cec_jpg.jpg)
Iskandar Widjaja Violinis
“Beliau pernah datang menonton pertunjukan aku dan setelah selesai kami bertemu di belakang panggung. Beliau sangat baik dan mengapresiasi permainan kami. Aku sangat terharu dan merasa terhormat. Sayangnya beberapa waktu setelah itu beliau (Idris Sardi) meninggal dunia,” ujarnya.
Iskandar sangat terkesan dengan lagu “Melati dari Jayagiri”, yang pernah dimainkan Idris Sardi dengan biolanya. Belum lama ini Iskandar juga mengaransemen dan memainkan lagu itu untuk video musiknya berkolaborasi dengan seniman tradisional asal Bali, Agus Teja Sentosa alias Gus Teja.
Video musik telah diunggah dan bisa dinikmati di akun Youtube resmi Iskandar. Pada tanggal kelahirannya kemarin Iskandar juga meluncurkan video musik single terbarunya “Aria of a Gemini Tiger”. Lagu single itu berkisah tentang diri dan perjalanan pribadinya.
Proses pengambilan gambar dilakukan di Kawasan Pelestarian Alam Satwa Liar Tambling, Lampung, dan melibatkan salah satu dari 30 ekor harimau liar, yang memang dilepasliarkan dan hidup di sana. Pada akhir Juni ini Iskandar juga berencana menggelar pagelaran orkestra, Concerto Nusantara, sekaligus untuk memperingati Hari Musik Dunia Tahun 2022.
Dia berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sejumlah musisi tradisional tanah air. Beberapa pihak yang diajak bekerjasama dalam pagelaran itu antara lain Yogyakarta Royal Orchestra, Solois Saluang, Mak Hasanawi, dan Solois Sasando, Natallino Mella.
Menurut Iskandar, rencananya Concerto Nusantara ini juga akan menjadi semacam flagship untuk ditampilkan juga di luar negeri seperti Turki dan Jerman. Lewat konser ini dirinya ingin memperkenalkan Indonesian traditional style ke seluruh dunia.
Harus produktif
Iskandar senang bekerja keras dan selalu merasa harus produktif menghasilkan karya baru. Hal itu lantaran dirinya merasa sangat dipenuhi energi, yang harus selalu disalurkan agar tidak stress.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F11%2F24%2F8f3036f3-aca4-4e34-8cbe-d11a2c30df0a_jpg.jpg)
Komposer dan pianis Ananda Sukarlan (kiri) bersama violist Iskandar Widjaja (kanan) tampil bersama pada Gala Concert Thank You For The Music di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (24/11). Konser digelar oleh Yayasan EMAUD Indonesia untuk merayakan ulang tahun ke-10 Suzuki Music Association Indonesia dan mendukung Be Sharp Foundation, yayasan yang memberi pendidikan musik klasik gratis bagi anak-anak tidak mampu.
“Aku memang harus produktif. Kalau tidak aku bisa stress karena aku punya banyak energi dan harus create and to do or produce something. Enggak bisa lazy. Oke, tiga atau empat hari bisa santai berlibur. Bali massage, relax, makan kuliner Indonesia, see nature, main dan kumpul bersama teman. Tapi setelah recharge begitu aku harus lakukan apa lagi untuk produktif,” ujar Iskandar.
Penggemar kuliner tradisional macam pecel, Nasi Padang, dan beragam hidangan laut lokal itu punya hidup yang sangat sederhana. Sebagai musisi dia selalu mencoba mencari inspirasi dari lingkungan di sekitarnya. Mulai dari alam, sinar mentari, air, dan segala sesuatu yang nyata.
Tak heran jika Iskandar tak terlalu menyukai televisi dan membatasi penggunaan media sosial. Baginya terlalu banyak media seperti televisi dan media sosial hanya akan menjadi polusi informasi. Di tempat tinggalnya di Jerman Iskandar tak punya pesawat televisi. Berkomunikasi lewat telepon genggam dan media sosial pun dia sangat batasi.

Konser Embracing Diversity - Violis Iskandar Widjaja tampil bersama pianis Ary Sutedja dalam konser Merengkuh Perbedaan Embracing Diversity di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (10/8/2017) malam.
“Aku lebih suka berkomunikasi langsung dengan manusia nyata. Bertemu teman-teman dan have real conversations. Komunikasi langsung. Tidak terlalu banyak lewat telepon genggam dan teks. Hidupku itu di Jerman simple banget. Aku hidup ibarat seperti di zaman Bach, enggak punya televisi, ha-ha-ha,” ujarnya berkelakar.
Dalam berkreasi Iskandar senang bisa berkolaborasi dengan banyak musisi, terutama musik tradisional, asal Indonesia. Menurutnya ada banyak musisi dan penyanyi berbakat di negeri ini. Salah satu kelebihan utama orang Indonesia dalam berkesenian atau bermusik adalah kemampuan mereka untuk menciptakan karya sepenuh hati.
“Aku pikir itu keistimewaan musisi di sini. Orang Indonesia have a big heart. Dan kita bisa merasakan itu saat mereka membuat lagu atau saat mereka perform. Buatku itu lah yang jadi big assets buat musik Indonesia, yang bisa menjadikannya mendunia,” ujar Iskandar.
Iskandar memang lumayan sering berkolaborasi dengan para musisi dan seniman tradisional Indonesia. Beberapa seperti Anon Suneko dengan kelompok karawitan, Gamelanon. Bersama seniman yang juga dosen seni karawitan Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta, itu Iskandar membawakan lagu tradisional Jawa seperti “Lir Ilir”, “Suwe Ora Jamu”, atau “Gundul Pacul”.
Pria kelahiran Berlin Barat ini memang sangat fasih dan luwes membawakan musik-musik tradisional seperti langgam Jawa tadi dengan pendekatan klasik lewat instrumen biolanya.
Iskandar WidjajaLahir: Berlin, 6 Juni 1986
Anak pertama dari tiga bersaudara (dua adik tiri dari beda ibu).
Prestasi:
- Pemenang LOTTO dari Festival Musik Rheingau 2013, penghargaan tahunan untuk pemain tunggal muda dari seri ”Next Generation”.
- Pemenang medali emas Kompetisi Violin Hindemith Internasional 1 serta ”Best Bach” dan ”Best Beethoven Sonata” pada XXI. Concorso Violinistico Internazionale Andrea Postacchini.
- Memenangi beberapa penghargaan nasional di Jugend Musiziert
- Peraih gelar ”Julius Junior” dalam kategori Pebakat Muda yang diberikan Wali Kota Berlin sebagai tokoh luar biasa.
- Beasiswa Yayasan Jerman untuk Kehidupan Musik.
Kerja sama dengan sejumlah orkestra, antara lain- Sydney Symphony Orchestra
- Deutsches Symphonieorchester Berlin
- Orquesta Sinfonica de Galicia
- Collegium Musicum Basel
Karya album musik:
- Bach n’ Blues (Oehms)
- Precious Refuge, karangan JS Bach (Oehms)
- Tango Fuego Trio Cayao (Oehms)
- Schumann: Sonata & Phantasie DSO Berlin, C Eschenbach (Oehms)
- Mercy (Neue Meister/EDEL)
- 1001 Nights at the Harem, karangan Fazil Say (Sony Classical)