Klaudina Ito pernah menjadi korban perundungan. Dia mencoba melawan, tetapi tak tahu caranya. Akhirnya jadi anak nakal lalu insyaf. Kini dia membekali adik-adiknya di desa agar berdaya.
Oleh
MOHAMMAD HILMI FAIQ
·5 menit baca
Seratusan anak muda di Desa Kelimado kini sibuk berolahraga dan berkesenian. Dulu mereka lebih senang mabuk-mabukan lalu tawuran. Ini, antara lain, berkat peran besar Klaudina Ito yang getol mengajak anak muda untuk menata masa depan lebih baik. Ketika belia, Klaudina sering dirundung bahkan pernah menyaksikan pelecehan seksual. Lalu bangkit melawan. Pengalaman itu dia jadikan cerita yang memotivasi setiap anak muda.
Hari menjelang petang pada Kamis (2/6/2022). Udara di lereng pegunungan di Desa Kelimado, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur itu makin dingin. Namun, cerita Klaudina makin semangat berkisah tentang perjalanan hidupnya. Malam itu beberapa remaja binaan Klaudina turut berkumpul.
Sekarang ini tak kurang dari seratusan generasi muda desa mulai usia 15 tahun hingga 35 tahun sibuk berkegiatan di Karang Taruna yang baru terbentuk pada 2018 dam diketuai Klaudina hingga sekarang ini. Dulunya para pemuda lebih banyak terlibat mabuk-mabukan, tawuran, dan judi. Tiga hal yang tak kunjung berakhir dalam masa-masa kegelapan pemuda desa.
Di awal pembentukan Karang Taruna, Klaudina aktif membantu Kepala Desa Kelimado Petrus Mola mengatasi tiga masalah krusial tersebut. Pernah suatu hati tujuh pemuda desa mereka laporkan ke polisi karena berjudi dan akhirnya dipenjara selama dua pekan. Ini sebagai bentuk shock therapy. Anak-anak yang tawuran dan mabuk-mabukan, lalu dibujuk ikut aktif di karang taruna. tentu tak mudah, butuh berbulan-bulan. Mereka juga dibantu pihak gereja tempat Klaudina aktif dalam wadah Orang Muda Katolik (OMK).
Sejak ada karang taruna, tawuran mereda, judi dan mabuk-mabukan berkurang drastis. ”Mereka tawuran karena tidak ada lembaga yang menampung ide-ide,” kata Klaudina yang berniat mengakhiri jabatannya sebagai Ketua Karang Taruna ini.
Klaudina telah membangun jejaring dengan Plan Indonesia membentuk Kelompok Perlindungan Perempuan dan anak Desa (KP2AD). Di organisasi ini, dia mempunyai perhatian khusus terhadap isu tertentu seperti kesetaraan jender, kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pernikahan usia dini. Kasus-kasus tersebut kerap mengemuka di NTT. Dulu, tak jarang suami asyik judi sementara ekonomi pas-pasan. Ketika kalah judi dan istri mengeluh kekurangan uang, suami naik emosi. Ada juga perempuan yang diusir keluarga besar suaminya karena dia dianggap menjadi beban. Klaudina mendampingi korban hingga masalah selesai.
Para remaja di desa itu dia libatkan sehingga terbiasa memahami masalah dan mencari jalan keluar. Dia juga mengajari mereka untuk tampil percaya diri saat berbicara di depan banyak orang. Melihat perkembangan adik-adik di desanya, Klaudina yakin mereka mempunyai masa depan cerah.
Bangkit dari keminderan
MataKlaudina senantiasa berbinar dan intonasinya mantap disertai gerak tangan yang tegas tatkala menceritakan tentang betapa senangnya dia melihat perkembangan anak-anak muda di desanya. Baginya, kondisi sekarang ini, ketika makin banyak perempuan paham cara bersikap asertif dan anak muda tahu cara menata diri, adalah prasyarat ideal bagi kemajuan sebuah komunitas, sebuah desa. Berakhir sudah masa kegelapan itu.
Kadang dia tak percaya dapat turut andil memberi pemahaman kepada warga dan anak muda tentang hak-hak mereka dan cara bersikap asertif untuk memutus mata rantai perundungan maupun kekerasan dalam rumah tangga. Klaudina pernah jadi korban dan tak ingin orang lain mengalaminya.
Dia menggambarkan, ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama, Klaudina berbadan mungil, berambut keriting, dan cerewet. Dia kerap mendapat julukan tak mengenakan yang berasosiasi dengan kondisi tubuhnya itu. Pada saat bersamaan, Klaudina kerap menyaksikan seorang gurunya yang mempunyai kecederungan melecehkan siswi lewat sentuhan-sentuhan yang membuatnya risih. Klaudina tak kuasa melawan juga belum paham arti pelecehan seksual. Sebagai bentuk perlawanan, dia kerap bolos sekolah dan mabuk-mabukan.
Di Bangku SMA, kenakalan meningkat. Sampai belasan kali dia harus berurusan dengan guru Bimbingan Konseling. Itu terbawa hingga saat dia kuliah. Kuliahpun sebenarnya dia dipaksa orangtua. Dipilihkan kampus sekaligus jurusannya, Bahasa Inggris. Dia seorang diri mahasiswa Bahasa Inggris di sana. Tidak ada teman seangkatan. Agar Klaudina tak bosan, pihak kampus lalu menyodorkan beberapa kegiatan tambahan. ”Karena kalau tidak diberi motivasi lebih, mungkin waktu itu saya sudah keluar dari kampus,” kata Klaudina.
Kampus mengangkat Klaudina sebagai perwakilan di GenRe (Generasi Berencana), program yang dikembangkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), pada 2015. Dia dilibatkan dalam sosialisasi keluarga berencana, pencegahan kenakalan remaja, HIV/AIDS, hingga bahaya pernikahan dini.
Suatu hari saat memberikan informasi tentang kenakalan remaja, Klaudina ditanya, ”Apakah Nona omong kenakalan remaja, Nona tidak buat?” Klaudina terdiam sesaat sebelum akhirnya mengaku masih melakukan hal-hal terlarang sebagai anak muda.
Pertanyaan tadi mengubah cara pandang Klaudina. Sepulang dari acara tersebut, dia bertekad meninggalkan kebiasaan buruknya dan memantapkan diri sebagai konselor. Seluruh pengalaman nakal selama masa remaja itu dia jadikan bahan sosialisasi yang mengarah kepada perbaikan diri. Oleh karena kisah-kisah yang dia ceritakan berangkat dari kisah nyata, pendengar mudah tergugah. Selain menimbah banyak ilmu dari GenRe, Klaudina juga aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), tempat dia aktif sejak dua bulan menjadi mahasiswa.
Di sana dia pernah mendapat tugas mengunjungi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan anak-anak telantar di Aeramo, ibu kota Kabupaten Nagekeo. Di sana dia belajar untuk tidak merundung kekurangan orang lain. Sebaliknya, memberi pertolongan meskipun mungkin mereka pernah melakukan kesalahan dalam menjalani hidup. Dia sadar bahwa perundungan dan perlakuan diskriminasi hanya mendatangkan kesengsaraan.
Pengalaman hidup itulah yang menjadi modal penting Klaudina menata masa depan. Begitu balik ke kampung, dia menyebarkan semua pengalaman dan pengetahuan itu untuk perbaikan masa depan remaja dan anak muda di desanya. Di menjadi pionir menggerakkan anak muda di sana.
Klaudina Ito
Tempat Tanggal lahir: Nagekeo,3 Februari 1996
Pendidikan:
Sekolah Dasar Inpres Kekakapa, Kelimado
SMPN 3 Boawae (2011)
SMAN 1 Wolowae (2014)
S-1- Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Nusa Bunga Floresta (2015-2020)
Prestasi:
1. Duta Generasi Berencana (GenRe) Kabupaten Nagekeo
2. Ketua PIK-Mahasiswa se-Kabupaten Nagekeo
3. Ketua Karang Taruna Desa urutan 3 terbaik Propinsi NTT (2020)