Mimpi-mimpi Arawinda
Di balik pembawaan santai khas anak muda, aktris Arawinda Kirana (19) menyimpan banyak mimpi dan gebrakan bagi para perempuan.
Siapa bilang anak muda tak peduli? Di balik pembawaan santai khas anak muda, aktris Arawinda Kirana (19) menyimpan banyak mimpi dan gebrakan bagi para perempuan. Bahwa perempuan sudah semestinya berdaya.
”Haiii...” ujarnya riang membuka perbincangan hangat pada Selasa (14/9/2021) siang yang dilakukan secara virtual.
Karantina yang tengah dijalani untuk proses shooting sebuah serial baru mengharuskan Arawinda, pemilik suara ceria itu, membatasi pertemuan dengan orang di luar lingkaran produksi tersebut.
”Dua bulan, nih, aku harus stay di hotel untuk karantina buat shooting. Boleh keluar cuma aktivitas yang udah disediain hotel. Aku ngegym aja tiap hari. Oh, iya, ini juga kamarnya gede, sih,” kata Ara, sapaan akrabnya, sembari tertawa dan memperlihatkan sekilas ruang tempatnya tinggal sementara di kawasan Kapuk, Jakarta Utara, itu.
Pekerjaan yang sedang dilakukannya ini pun mau tidak mau menggugurkan rencana perjalanannya ke Toronto, Kanada, untuk menghadiri Toronto International Film Festival yang digelar 9-18 September 2021. Keberangkatannya ke festival bergengsi ini terkait dengan filmnya, Yuni, yang tayang perdana pada 13 September di sana. Ara didapuk sebagai pemeran utama untuk film besutan sutradara Kamila Andini itu.
”Harusnya aku bareng Mbak Dini berangkat ke sana. Ini aku udah pegang segala tiket, visa, dan lain-lain. Tinggal berangkat. Tapi, ya, mau gimana lagi,” ungkapnya sambil menunjukkan tiket dan akses menuju acara tahunan yang sudah berlangsung selama 46 kali ini.
Bagi Ara, perannya sebagai Yuni sangat istimewa. Selain sebuah pesan mendalam yang diantarkan dari film itu, Yuni merupakan debutnya di dunia layar lebar sebagai pemeran utama. Ini diperolehnya setelah terjun sejak 2017 ke dalam industri perfilman Tanah Air. Saat itu, Ara kebagian menjadi pemeran tambahan dalam beberapa film, seperti Galih dan Ratna (2017) dan Bumi Manusia (2019).
Keterlibatan sebagai pemeran tambahan saat itu pun didasari semata-mata membangun pengalaman dan jaringan. ”Di Bumi Manusia itu, casting director kenal dan ada teman-teman juga yang ikut, terus bilang, hei mau enggak jalan-jalan gratis ke Yogya. Dan, aku, ya, why not?” ujar anak sulung dari dua bersaudara ini sambil tertawa.
Selanjutnya, ia berkesempatan beradu peran dengan Teuku Rifnu Wikana dan Marissa Anita dalam salah satu bagian dalam film Quarantine Tales (2020) yang dirilis Base Entertainment. Meski Yuni disebutnya sebagai debut karena produksinya dimulai sebelum pandemi, kemunculannya pertama di depan khalayak dengan peran penting justru berada di Quarantine Tales dengan judul Happy Girl Don’t Cry.
Untuk peran penting, termasuk di Yuni, semua dilaluinya melalui casting. Bahkan, untuk Yuni, sepanjang proses berjalan, ia tak mendapat petunjuk jelas mengenai detail peran Yuni ini. Baru setelah terpilih dan berbincang intens bersama sang sutradara, Ara menyadari peran yang dipercayakan kepadanya memiliki pesan kuat untuk sesama perempuan.
”Di awal itu, aku cuma tau premisnya. Dreams, woman, education. Tapi, di tiap peran itu aku mempertimbangkan apakah role itu substantif? Apakah punya sesuatu yang bisa dipegang? Walau aku enggak planning juga harus cari role yang feminis, misalnya. Tapi, untungnya dapat yang seperti itu,” tutur perempuan yang juga berperan sebagai Siti Nurbaya dalam serial musikalnya belum lama ini.
Suara perempuan
Isu perempuan diakuinya menjadi hal yang cukup dekat dengannya. Sejak bersekolah, perempuan yang pernah menjabat sebagai ketua OSIS selama dua tahun ini menggali ilmu lewat kegiatan Model United Nation semacam simulasi konferensi PBB yang diikutinya. Kegiatan pelayanan masyarakat yang diwajibkan dari sekolahnya sejak SMP juga membawanya bertemu dengan banyak perempuan di daerah dengan beragam pengalamannya.
”Ada ke daerah di Desa Argalingga di Jawa Barat. Ketemu perempuan baru umur 20 tahun, tapi sudah punya anak. Ada juga yang pacaran, tapi sering dipukulin. It’s very common thing di sana. Padahal, para perempuan ini sama saja dengan perempuan yang ada di kota. Mereka punya mimpi dan tingkat curiosity yang tinggi. Persoalannya, ya, pemerataan edukasi dan tidak memperoleh kesempatan untuk embrace their own dreams,” tutur Ara.
Tinggal di daerah pelosok Serang dan diharuskan berbahasa Jaseng sebagai bahasa sehari-hari untuk persiapan film Yuni juga memberikan gambaran tersendiri baginya, terutama mengenai isu perempuan.
Selepas lulus dari SMA, bersama enam rekannya yang semuanya perempuan, Ara mendirikan organisasi anak muda bernama Arise Arose. Gerakan yang diperkenalkan melalui media sosial ini membawa tema mengenai pemenuhan hak asasi manusia, inklusivitas, dan feminisme. Dalam unggahan dan perbincangan daring yang dihadirkan seputar pemenuhan hak perempuan, penanganan tindak kekerasan seksual yang tak berpihak pada korban, dorongan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, pengembangan diri seperti isu self-love, hingga berbicara krisis lingkungan.
Organisasi yang hadir pada April 2020 ini telah menggaet lebih dari 19.000 pengikut lewat akun media sosialnya. ”Tujuh orang ini punya latar belakang yang berbeda. Ada yang aktif membantu penyintas kekerasan seksual, ada yang fokus pada lingkungan. Aku sendiri lebih ke bentuk pelayanan masyarakat yang harapannya bisa segera dijalankan saat pandemi makin membaik,” ungkapnya yang bersama Arise Arose juga menggalang bantuan bagi yang terdampak pandemi.
Beruntung bagi Ara, keluarga selalu menjadi pendukung utamanya dalam beragam kegiatan. Meski untuk kegiatan aktivisme yang dirintisnya ini kadang mendapat masukan dari keluarganya. ”Biasalah, misal ’Kak, kamu hati-hati. Jangan terlalu keras’, yang semacam itu. Tapi, aku pun tahu batasannya. Yang terpenting yang aku lakukan memang benar dan punya manfaat buat orang banyak,” ujarnya.
Bahkan, peran dalam film yang diperolehnya dianggapnya sebagai sarana semakin menyuarakan hak-hak dan otoritas perempuan. ”Ini semua sangat dekat denganku. Sangat familiar dan nyambung aja sama kehidupanku. Aku percaya woman can lead,” tegasnya.
Seimbang
Di tengah ragam kesibukannya, Ara cukup ambisius untuk mengejar cita-citanya menjadi sutradara. Pengalamannya membuat pertunjukan musikal ala broadway di sekolahnya menyadarkan ketertarikannya di balik layar. Kali ini, dunia akting yang ditekuninya tak sekadar mencari pengalaman, tapi juga beralih menjadi aset untuk tabungan sekolahnya.
Ia mengincar sekolah film untuk bidang penyutradaraan di New York yang membutuhkan biaya tidak sedikit, sedangkan beasiswa yang ditawarkan hanya sebagian. Karena itu, Ara bekerja keras untuk memenuhi biaya pendidikan dan ongkos hidupnya di sana nanti. ”Orangtua ada, tapi kalau untuk semuanya, rasanya aku juga harus cari sendiri untuk memudahkan. Ini udah ngumpulin, tapi kok belum cukup juga, ya. Ha-ha-ha,” ujarnya sambil memegangi kepalanya.
Ia juga mengambil jeda setahun usai lulus SMA untuk mengumpulkan biaya. ”Jadi setelah lulus, aku ada gap year setahun. Sampai akhirnya, mama aku bilang untuk ambil aja dulu di sini. Kupikir juga setahun lalu enggak sekolah gitu, otaknya jadi kayak kosong. Ha-ha-ha,” katanya yang saat ini akhirnya mengambil sekolah film di salah satu universitas swasta di Jakarta.
Baginya dan keluarga, karier dan pendidikan perlu seimbang. Ia pun sepakat. Atas dasar itu, sejak sekolah hingga kuliah saat ini, Ara dapat mengantongi hasil yang baik di bidang akademisnya meski disibukkan dengan kiprahnya di seni peran, seni tari, dan kegiatan sosial.
Kecintaannya terhadap dunia seni juga tak bisa dilepaskan dari ibunya yang memperkenalkannya pada tari Bali dengan mendaftarkannya bergabung di Lembaga Kesenian Bali Saraswati sejak kecil. ”Mama ga ada darah seni, sih. Ga ada keluargaku yang seni. Ya, cuma aku. Tapi, mama ngeliat aku ada bakat karena ngrasa aku banci tampil kali, ya, dari kecil,” ungkapnya.
Ara pun menikmati hari-harinya belajar tari Bali. Hingga ibunya mulai memintanya bergabung ke beragam kursus dari piano, gitar, vokal, sampai mulai terjun ke dunia model. ”Akunya malah jadi, duh, ini kok aku terlalu didorong-dorong, ya. Jadi sempat males, tapi akhirnya malah aku balik mau nyobain lagi sendiri,” ujar perempuan yang juga merambah ke olah tubuh dalam bentuk jazz ballet.
Bakat seni peran pun dirasakan sang ibu, karena kerap kali memperhatikan putri sulungnya secara spontan mengikuti dialog dengan ekspresi dari berbagai film yang ditontonnya. Ara pun menyadari kecintaannya pada seni peran saat aktif teater di sekolahnya sampai belajar intensif di Kelas Salihara. Ilmu yang diperolehnya dengan ketekunannya mencatat tiap emosi membantunya terus mengembangkan diri dalam memasuki peran-peran yang diembannya kini.
”Kalau aku marah, sedih, senang, aku catat di jurnal. Itu berguna saat shooting. Kalau mau adegan sedih, aku buka lagi catatan. Lihat apa pemicunya, aku munculkan memori itu untuk bisa dapat rasa yang diinginkan,” ujarnya.
Untuk menyanyi, ia justru merasa kurang percaya diri meski banyak dipuji. ”Aku sampai sekarang kalau dengar suaraku di Siti Nurbaya itu enggak suka sendiri. Kayak ih apa sih. Tutup kuping pas bagian aku. Ha-ha-ha,” ungkapnya yang juga menggarap musikalisasi dari puisi Sapardi Djoko Damono, Sajak Tafsir, yang diunggah ke Spotify.
Bermain-main di dunia seni dengan aneka bakat juga mengantarkannya pada hobi mengoleksi kain Nusantara. Semula karena keluarga membiasakan untuk acara tertentu harus berkain. Itu ternyata membekas bagi Ara. Kini, koleksi wastranya beragam, baik dari batik dengan banyak motif, tenun, songket, hingga kain-kain dari Indonesia timur. ”Ini aku bawa juga banyak ke sini,” ujarnya sambil menunjuk lemari hotel.
Hari itu, perempuan yang akrab dengan tagar #berkaingembira dan #berkainbersama ini pun mengenakan kain dari Sulawesi berwarna merah muda yang dibentuk seperti kemben dipadu dengan luaran putih. ”Tetep keren kok pakai kain. Ini buat ajak anak muda kalau berkain itu oke,” kata perempuan yang juga berkontribusi di Swara Gembira sebagai content manager.
Seni dan budaya adalah sarana. Yang terpenting adalah berani bersuara.
Arawinda Kirana
Lahir: Jakarta, 27 September 2001
Pendidikan:
- Sekolah Perkumpulan Mandiri, Menteng (SMP-SMA)
Karya film:
- Yuni (2021) oleh Kamila Andini
- Serial Musikal Nurbaya (2021) oleh Indonesia Kaya & Garin Nugroho
- Quarantine Tales (2020) oleh Base Entertainment
- X&Y (2021) oleh Tik Tok & Studio Antelope
Penghargaan:
Piala Maya 2020 untuk Aktris Pendatang Baru Terbaik