Yoshi Sudarso: Kembali kepada Akar
Peristiwa demi peristiwa yang dialami Yoshi Sudarso malah membuatnya lebih kuat dan mampu menemukan jati dirinya. Ia pun berusaha memahami bahwa orang yang kerap merundung sebenarnya juga mengalami luka.
Meski lebih dari dua dekade aktor Yoshi Sudarso (32) tumbuh di Benua Merah, akarnya sebagai orang Indonesia tak pernah dilupakan. Perjalanan hidup membawanya berkiprah di dunia seni peran sekaligus memperkenalkan Indonesia. Itu jauh dari bayangan masa kecilnya, bahkan bukan bagian dari cita-citanya dulu.
”Tadinya gue mau jadi akuntan. Belajar matematika. I really enjoyed math,” ungkap Yoshi membuka perbincangan pada Rabu (11/8/2021) pagi di Jakarta.
Bagi Yoshi, pertemuan virtual ini berlangsung pada Selasa malam. Ada perbedaan waktu karena Yoshi berada di Los Angeles, Amerika Serikat. Sengaja memang memilih waktu agar dapat lama-lama ngobrol.
Sesungguhnya Yoshi berencana berada sepanjang tahun di Indonesia sejak 2020. Kebetulan pada Maret 2020 ia juga mendapat tawaran pekerjaan yang mengharuskannya tetap berada di Tanah Air. ”Gitu landing dapat text Amerika lockdown. Status gue, kan, masih WNI, khawatir enggak bisa masuk lagi. Akhirnya, gue batalin dan balik lagi,” ujar Yoshi.
Banyak cerita mengalir dari pria yang mengenakan kaos putih polos pada hari itu. Salah satunya, jelas, tentang impian menjadi akuntan yang ditangguhkannya. Hal ini sempat dipertanyakan kedua orangtuanya. Namun, ia kadung jatuh cinta dengan seni peran setelah berhasil lolos audisi untuk ikut berkontribusi dalam film Alvin and The Chipmunks: The Squeakquel (2009).
Setahun kemudian, ia kembali mendapat peran di film remaja Easy A (2010) yang dibintangi aktris Emma Stone. ”I had a tiny scene with Emma. My hair was about kayak emo banget gitu. Ha-ha-ha,” ujarnya sambil memberi contoh rambutnya saat itu yang menutupi sebagian sisi wajah.
Pada 2014, ia kembali terlibat dalam film layar lebar The Maze Runner. Kali ini, ia menjadi stunt double untuk aktor Ki Hong Lee yang berperan sebagai Minho. Dari pengalaman itu, jalannya kian terbuka, ia pun memperoleh peran sebagai Koda, si ranger biru, dalam serial Power Rangers Dino Charge (2015) setelah 6 tahun menjejak Hollywood.
Nama Yoshi melambung hingga terdengar di Tanah Air karena keterlibatannya sebagai ranger yang sempat populer di kalangan anak 90-an ini. Berbagai media dan acara di Indonesia pun bergantian mengundangnya sebagai bintang tamu dan mengajaknya wawancara. ”Itu membantu banget mengenalkan nama gue,” ujarnya.
Setelah itu, ia pun kembali disibukkan dengan bergabung dalam sejumlah serial, seperti NCIS: Los Angeles, Agents of S.H.I.E.L.D, dan sejumlah serial lain. Hingga datang tawaran dari Indonesia, Yoshi pun pulang. Film Buffalo Boys (2018), Milly & Mamet (2018), dan Serigala Langit (2021) merupakan jejaknya di perfilman Tanah Air.
”Aku jatuh cinta banget sama ini (akting dan film). Pernah ada satu mentorku bilang gini, kalau lu bisa bayangin karier yang lain, lu lakuin itu aja. Karena karier ini sakit hati banget. Lu harus bener-bener cinta ngelakuin ini semua. And that’s the mindset, I can’t see myself being something else. Ada yang bilang finish school, get a degree. I didn’t want to. I want to do this,” ucapnya.
Memang perjalanannya meniti karier diakuinya tak mudah. Dari iseng mengikuti ajakan teman untuk ikut audisi sampai kebingungan saat diharuskan bergabung dalam Screen Actors Guild (SAG) yang merupakan salah satu syarat untuk terjun ke karier akting di negeri Paman Sam itu. Adapun untuk bisa masuk SAG harus memiliki pekerjaan di situ. ”Jadi, kayak ayam sama telur duluan yang mana. Dan, gue rasa, gue cukup beruntung dalam hal ini,” ujarnya.
Sakit hati yang dimaksudkan pun dialaminya berulang kali. Tiap audisi, ia mencurahkan seluruh perhatian dan waktunya. Namun, sering kali tak ada kabar lagi dari pihak penyelenggaranya. ”Kayak di-ghosting gitu gue. Karena memang, kalau enggak diterima gitu, enggak ada kabarnya. Padahal, saat audisi itu, bukan cuma baca script terus udah. Di situ, dikasih tahu nanti akan ke mana aja, berapa lama. Jadi, dalam pikiran ini udah ngatur harus gimana dan lain-lain. Ternyata mereka enggak kabari. Sakit hati banget, kan,” paparnya.
Nama Indonesia
Akan tetapi, proses jatuh bangun yang ia alami tak mengurangi cintanya. Yoshi justru tertantang dan terus belajar. Bahkan, targetnya bertambah, yaitu membawa nama Indonesia. ”Nama gue sangat Indonesia. Sudarso. Gue mau orang tau dan ngeliat di TV bahwa ada nama Sudarso, orang Indonesia. Sekaligus memperkenalkan Indonesia,” kata sulung dari dua bersaudara ini.
Tujuan ini makin menguat ketika menyaksikan Joe Taslim dan Tania Gunadi. Dua orang ini juga orang Indonesia yang mampu menembus Hollywood. Yoshi pun berkesempatan bertemu dengan Joe saat acara diaspora yang diselenggarakan Dino Patti Djalal. Mereka bertukar kontak. Sekitar 2-3 minggu dari pertemuan itu, Yoshi mendapat tawaran membintangi Buffalo Boys bersama Ario Bayu.
”Pas gue liat concept art-nya, itu semua Joe Taslim. Jadi, karakter Suwo itu benerannya untuk dia. Gue tanya ke mereka dan bilang, ya, Joe yang ngasih nama gue untuk peran itu,” tutur pria yang mengaku baru menguasai bela diri saat terlibat dalam sejumlah film dan mulai mendalami sebagai koreografer laga.
Syuting pertamanya untuk film Indonesia ini diakuinya sangat menantang. Meski bisa berbahasa Indonesia, lebih dari 20 tahun tinggal di negara yang berbahasa Inggris membuat kemampuan bahasa Indonesianya menurun. Yoshi harus didampingi pelatih dialek yang membantunya membaca naskah karena dirinya mengaku kesulitan.
”Kalau gue baca kata-kata berbahasa Indonesia, my mind is reading in english. Pusing. Ha-ha-ha,” kata pria yang ingin beradu peran dengan Chicco Jericho dan Abimana Aryasatya.
Ia pun menyadari keinginannya memperkenalkan Indonesia harus juga diimbangi untuk kembali kepada akarnya. Ia mulai mengasah kembali kemampuannya, antara lain mendengarkan podcast berbahasa Indonesia, menonton tayangan berbahasa Indonesia, dan memiliki aturan dengan kedua orangtuanya untuk tetap berbincang dengan bahasa Indonesia. Bahkan, ia membiasakan anaknya yang masih bayi untuk mendengar percakapan dengan bahasa Indonesia.
”Pertama kali tinggal di Amerika, mereka ngira itu tagalog. Karena kedengeran seperti tagalog,” ujar Yoshi yang pindah ke Amerika sejak umur 9 tahun mengikuti ayahnya yang bekerja di sana. Ia pun mencoba untuk juga menjajal menularkan bahasa Indonesia kepada rekan Indonesia-Amerika yang sama sekali tak bisa berbahasa Indonesia.
Salah satunya, ia tengah menggarap proyek baru berupa film pendek bertajuk The Weekend yang akan dilanjutkan menjadi film berdurasi 2 jam dengan para keturunan Indonesia-Amerika, mulai dari pemain, sutradara, fotografer, hingga musisi. ”Gue mau membangun kesadaran itu. Orang tahu Asia, tapi sedikit tentang Indonesia. Tahunya Bali. Padahal, banyak budaya dan makanan Indonesia yang enak. But Selfishly, gue bisa makin latian bahasa Indonesia juga, Ha-ha-ha,” ujar penggemar ayam bakar, gado-gado, dan bubur ayam ini.
Dirundung
Sebagai keturunan Asia, terlebih Indonesia, Yoshi mengakui mengalami hal yang tidak mengenakkan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun saat menjalani karier. Masuk ke dunia hiburan di Amerika bagi orang berdarah Asia memang bukan hal yang mudah. Bahkan, untuk audisi iklan saja, ada jalur antrean berbeda untuk Amerika dan untuk Asia.
”Kita hanya bisa audisi untuk Asia saja karena they don’t want us. I don’t know why. Padahal, banyak juga Asian family dengan Asian kid or Asian dad,” ungkapnya.
Ia juga pernah mengalaminya langsung saat menjalani sebuah proyek. Saat itu, ia meminta perubahan jadwal karena sudah telanjur ada pekerjaan lain. Kemudian, rekannya guyon menyatakan sanggup menggantikan Yoshi. Namun, tiba-tiba seorang asisten sutradara justru berkomentar, rekannya tersebut dapat menggantikan Yoshi jika memiliki mata sipit.
”Semua orang langsung diam. Saat itu, gue juga enggak berani speak up. Mereka mungkin enggak punya maksud jahat, tetapi mereka enggak paham bahwa itu menyakitkan. Di Indonesia, juga sering, kan, bercanda seperti ini. Yang ada kita dibilang terlalu sensitif. Padahal, gue pikir harus berani untuk speak up, terlebih dengan hal yang itu menyakiti kita,” ujarnya.
Selain karena kebiasaan, pencitraan orang Asia oleh media Barat juga turut membentuk pola pikir masyarakat. Dalam dunia film, kemunculan orang Asia selalu identik dengan perempuan yang cenderung seksis atau penjahat dengan wajah mengerikan. ”Kita tidak pernah digambarkan sebagai manusia walau sekarang sudah banyak berubah,” katanya.
Bahkan, standar kecantikan dan ketampanan yang berkiblat pada bentuk tubuh orang Barat juga mengecilkan keberadaan orang Asia. Untuk itu, Yoshi justru berkesempatan menunjukkan kebanggaannya sebagai keturunan Indonesia dengan kekhasannya dan menjadi bentuk juga dari mencintai diri sendiri.
Di masa kecilnya, Yoshi juga mengalami hal serupa meski tinggal di daerah yang didominasi orang Asia, yakni di Cerritos, Los Angeles. Namun, di lingkungan Asia pun ada gap tersendiri. Orang dari Asia Timur selalu dianggap lebih superior, sedangkan Yoshi dari Asia Tenggara. Meski memiliki darah China, kulitnya lebih gelap, bahkan makanannya pun beda.
”Aksen bicara dibilang aneh, tapi saat itu gue belum bisa bahasa Inggris. Jadi, kadang enggak ngerti juga mereka ngomong apa. Tapi, ya, itu terjadi. Walau gue enggak bilang juga secara spesifik karena gue dari Asia Tenggara, dari Indonesia. Tapi mungkin saja terjadi karena media menggambarkan kami (orang Asia) seperti itu,” tuturnya.
Namun, peristiwa demi peristiwa yang dialaminya itu malah membuatnya lebih kuat dan mampu menemukan jati dirinya. Ia pun berusaha memahami bahwa orang yang kerap merundung sebenarnya juga mengalami luka sehingga memilih berdamai dengan rasa sakit karena dirundung menjadi pilihan alih-alih melakukan konfrontasi.
Jati dirinya pun kian kokoh sebagai seorang Indonesia. ”I’ve always seen myself as Indonesian. Gue enggak malu dengan fakta bahwa gue seorang Indonesia. Gue juga enggak mencoba menyembunyikannya. I love being Indonesian. Ini bagian besar dari masa lalu gue, masa sekarang, dan gue mau juga jadi bagian dari masa depan gue,” tutup Yoshi.
Jangan lupa pulang. Go..go.. ranger Yoshi!
Biodata
Nama: Yoshi Sudarso
Tempat, Tanggal Lahir: Jakarta, 12 April 1989
Istri: Sarah Louise
Anak: Sylas Sudarso
Pendidikan: Cal State Long Beach, Math and Accounting
Filmografi:
Alvin & The Chipmunks: The Squeakquel (2009)
Easy A (2010)
Power Rangers Dino Charge (2015-2016)
NCIS: Los Angeles (2016)
Agents of S.H.I.E.L.D (2016)
Pretty Dudes (2016-2019)
Buffalo Boys (2018)
Milly & Mamet (2018)
Empty by Design (2019)
Avatar: The Last Airbender: Agni Kai (2020)
The Paper Tigers (2020)
Serigala Langit (2021)