Menjadi model, Audrey Bianca Callista tak lantas silap mata dengan profesi yang identik dengan kehidupan flamboyan itu. Kepedulian ditunjukkan dengan membantu anak-anak panti asuhan.. Ia pun menorehkan berbagai prestasi.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
Audrey Bianca Callista (18) menapaki independensinya dengan menggeluti dunia modeling. Bukan tipikal anak muda yang gemar rebahan. Ia mengisi waktunya dengan torehan berbagai prestasi. Profesi yang ditekuni gadis itu tak membuat silau lewat kepeduliannya terhadap sesama.
Pertemuan dengan Audrey akhirnya bisa diselenggarakan, Rabu (28/7/2021), meski secara daring. Di sela kesibukannya yang seabrek, ia bisa meluangkan waktunya. “Baru meeting (rapat) buat persiapan kuliah di Belanda,” katanya di Tangerang Selatan, Banten.
Jika hari-hari biasa saja diisi dengan kegiatan positif, belakangan ini Audrey semakin sulit bersantai. Ia akan bertolak pada September mendatang. “Saya ambil jurusan ilmu politik Universitas Leiden. Spesialisasinya, hubungan internasaional dan organisasi,” ujarnya.
Tak pelak, ia antusias memperdalam bahasa Belanda dan menambahnya dengan Perancis. Kemampuan linguistik Audrey terbilang luas dengan menguasai percakapan Jerman pula dan sedikit Mandarin. Ia semakin sibuk dengan visa dan akomodasi di negara tujuan yang sedang diurusnya.
Liku-liku untuk meraih beasiswa juga bukan aral melintang. Ia sebenarnya sudah mendapatkan tunjangan tersebut untuk kuliah di dua universitas di Inggris, yakni Essex dan Sussex. Audrey mengalihkan pilihannya namun bertekad tetap mandiri.
“Tidak ada kenalan di Inggris dan biaya hidupnya tinggi. Di Belanda, saya punya famili dan teman orangtua. Tahun pertama, saya bayar kuliah pakai uang sendiri,” katanya. Jika tak terpaksa, ia enggan mengandalkan orangtua pada tahun-tahun selanjutnya.
“Cari beasiswa. Kalau bisa, kerja. Ambil peluang modeling atau pemotretan di Belanda. Dana yang saya siapkan pun hasil menabung. Jadi model peragaan-peragaan busana,” katanya. Usia belia bukan penghalang Audrey untuk mengakrabi landas-landas peraga pameran ternama.
Pada tahun 2019, misalnya Audrey mengikuti Indonesia Fashion Week. Ia dilibatkan dalam Plaza Indonesia Fashion Week pada tahun yang sama. Pondok Indah Mall (PIM) Fashion Week pada tahun 2018 menambah asam garam peragawati dengan debutnya di pengujung SMP itu.
“Pernah ikut Muslim Fashion Week juga. Lalu, Jewelry Fashion Week. Coba kompetisi model yang ditayangkan berseri di televisi dan masuk tujuh besar,” ucapnya. Beberapa agensi model pernah menggandeng Audrey hingga memperoleh kontrak dengan manajemen yang berbasis di Singapura.
Panti Asuhan
Tak semata menggeluti dunia fesyen yang berkilau dan lekat dengan kalangan papan atas. Audrey tak lupa mengulurkan tangan untuk sesama dengan menyokong panti asuhan. Ia mendirikan Kelas Bece untuk mengedukasi anak-anak sekaligus mengajar mereka.
“Bantu belajar matematika, seni, dan bahasa Inggris. Saya bawa kertas dan alat tulis untuk menggambar. Mereka juga menceritakan cita-citanya,” kata Audrey. Ia sesekali memberikan seragam dan rutin mendonasikan uang untuk panti yang berada tak jauh dari rumahnya itu.
Saat generasi sebayanya kerap menghabiskan waktu dengan pergi ke salon kecantikan, menonton film, atau bermain gim pada akhir pekan, Audrey menyisihkan waktunya untuk aksi sosial setiap Minggu sore. Ia pun mengajak teman-temannya untuk ikut berempati.
“Enggak hanya teman-teman seangkatan. Kakak kelas juga mau ikutan. Berarti mereka juga antusias. Senang banget. Malah, sampai antre,” kata Audrey sambil tertawa. Ia terpaksa membatasi partisipan hanya dua orang setiap berkunjung karena panti itu tergolong kecil.
Jika anak-anak muda yang berpenghasilan hanya berpikir untuk belanja, berwisata, makan di restoran, atau menabung sudah dianggap paling bagus, Audrey berpikir jauh dengan niatnya mendirikan yayasan. Ia ingin merangkul lebih banyak anak.
“Panti sekarang berisi 13 anak saja. Kalau punya yayasan, saya mau merengkuh panti-panti dengan cakupan Tangerang Raya,” ucapnya. Ia menyiapkan rencananya matang-matang. Bagi Audrey yang masih SMA dengan padatnya persiapan menghadapi kelulusan, mendirikan yayasan begitu rumit.
Ia bersikukuh mempelajari prosedur itu yang dimulai dua tahun lalu. Apa daya, Audrey sungguh menyesal hantaman pagebluk lantas membuyarkan impiannya. “Saya sudah proyeksikan yayasan mulai berjalan pada pertengahan tahun 2021. Kalau pandemi tak merebak, yayasan itu sudah terealisasi,” ucapnya.
Ia bertekad jika sudah wisuda, yayasan itu akan diwujudkannya. Audrey memadukan kemandirian dan aktivitas sosial. “Saya sampai menyisihkan penghasilan untuk anggaran bikin yayasan. Sekarang, harus siap berangkat. Jadi kayak mengganjal,” katanya.
Fasilitas untuk anak-anak pun kian lengkap dengan yayasan yang bisa menyediakan les, merekrut lebih banyak volunter, hingga mengaadakan pengajian. “Nanti, kalau bisa bikin yayasan bersama-sama, saya senang banget. Sendiri juga tidak masalah yang penting anak-anak merasakan manfaatnya,” katanya.
Tenggang rasa Audrey bermula ketika keluarganya rutin menyalurkan kebutuhan pokok dan uang untuk panti tersebut pada tahun 2015. “Saya jadi terinspirasi. Ketimbang hanya memberi bantuan, saya pengin berbagi pengetahuan dengan anak-anak,” ujarnya.
Setiap pertemuan berlangsung, anak-anak gembira. Saat berpisah, mereka pun sedih sehingga Audrey terharu. Ia memang tertarik dengan pedagogi. “Padahal, dulu saya enggak suka anak-anak. Lihat mereka senang, jadi suka,” ujarnya seraya tersenyum.
Ia lalu mendirikan Kelas Bece yang berarti inisial namanya. Pandemi merintangi Audrey untuk bertandang ke panti itu. “Saya beberapa kali tanya pengurus, sudah bisa datang atau belum. Ternyata, masih tak diizinkan tapi karena mau terus bantu, saya kirim sumbangan setiap minggu,” katanya.
Mengukir prestasi
Di sela jadwalnya yang ketat, Audrey masih sempat mengukir prestasi. Ia umpamanya, didelegasikan mengikuti Singapore Model United Nations (MUN) 2019. “Lomba itu di National University of Singapore. Saya ke Singapura untuk bicara pencegahan misinformasi digital,” ujarnya.
Audrey juga dianugerahi Honorable Mention dalam Saint John’s MUN di Jakarta pada tahun 2018. Ia menyampaikan pendapatnya mengenai represi terhadap jurnalis. “Peserta ditentukan penyelenggara menjadi delegasi negara tertentu. Waktu di Singapura, saya merepresentasikan Turki,” ujarnya.
Audrey pun harus mencari informasi mengenai negara tersebut sebanyak-banyaknya untuk menguasai topik sebaik mungkin. “Pengalaman itu mendorongku memilih jurusan ilmu politik. Kalau dengan pendidikan yang saya minati, nyambung juga,” ucapnya.
Masa depan bangsa berada di tangan anak-anak sehingga mereka harus diberikan yang terbaik dan dibangunkan fondasi yang kuat sejak dini. “Makanya, saya mau mengedukasi mereka. Setidaknya, anak-anak di panti harus mendapatkan atensi seperti mereka yang lebih beruntung,” ucapnya.
Audrey Bianca Callista
Lahir : Tangerang Selatan, Banten, 28 Februari 2003
Pendidikan :
SD Saint John’s Catholic School Tangerang Selatan, Banten
SMP Saint John’s Catholic School Tangerang Selatan, Banten
SMA Saint John’s Catholic School Tangerang Selatan, Banten