Dua Jiwa, Satu Visi
Perempuan seperti kami ”want it all”. Tetapi, ada beberapa catatan agar berhasil, ”you have to be okay not getting all at the same time”.
Jalan perempuan berkarier hampir pasti selalu berliku. Eksistensi seorang sahabat bisa membantu meringankan beban itu. Samira Shihab (35) dan Aliya Amitra Tjakraamidjaja (39) telah memetik khasiatnya setelah bersama-sama terjun di rimba wirausaha.
”Kami agak telat dikit ya,” bunyi pesan Whatsapp dari Samira. Kami sudah sepakat bertemu di kantor Tinkerlust, Jakarta Selatan, Selasa (8/6/2021). Waktu menunjukkan pukul 13.48, sedangkan wawancara seharusnya mulai 12 menit lagi. Tidak masalah, soalnya sulit jika mau mengatur pertemuan ulang.
Tak lama Samira dan Aliya muncul dari pintu depan. Kesan perempuan percaya diri tetapi simpel terlihat dari kemeja biru yang dipadukan dengan celana jeans biru tua mereka. Sepatu sneakers putih menghiasi kaki Samira dan Aliya melengkapi penampilannya dengan flat shoes. Hari itu hawa terasa panas. Mereka berdua membiarkan, rambut pendek kecoklatannya jatuh di atas pundak.
Samira dan Aliya lalu duduk di kantor bernuansa pink itu setelah menyapa. Tanpa menunda-nunda, wawancara langsung bergulir. Maklum, mereka mengejar waktu agar tidak terlambat untuk janji berikutnya.
Sebagai perempuan yang terjun di dunia wirausaha, kesibukan kedua pendiri Tinkerlust ini telah berlangsung sejak enam tahun lalu. Tinkerlust adalah platform e-dagang penjualan produk fashion (mode) bekas bermerek. Setelah setahun mengumpulkan modal, Tinkerlust akhirnya meluncur pada Januari 2016.
Platform itu lahir berkat kepiawaian Samira dan Aliya melihat peluang dari kegemaran mereka. Samira hobi mencari barang bagus dengan harga terjangkau dan Aliya membutuhkan platform menyalurkan produk mode yang tidak lagi terpakai. Dua variabel ini kerap dialami perempuan kelas menengah ke atas.
Kami melihat isu yang dialami sendiri, padahal di luar negeri bisnis penjualan barang vintage atau preloved sangat jalan.
”Kami melihat isu yang dialami sendiri, padahal di luar negeri bisnis penjualan barang vintage atau preloved sangat jalan. Dengan ini, kami membuat platform marketplace yang memudahkan sisi penjual dan pembeli,” kata Aliya yang menatap cemerlang dari balik bulu mata lentiknya.
Tinkerlust hadir sebagai solusi bagi perempuan. Pakaian bermerek diseleksi, dikurasi, dan dijual dengan harga terjangkau. Keberadaan platform ini mematahkan stigma masyarakat yang ogah memakai barang bekas. Meskipun tidak baru, produk mode bekas tetap modis, bersih, dan layak walaupun pilihan ukurannya terbatas. Pakaian juga mendapat kesempatan untuk kembali dipakai.
Di awal operasional, Samira dan Aliya melakukan kurasi sendiri secara manual. Tinkerlust lalu mekar sebagai perusahaan rintisan dengan lebih dari 80 karyawan—80 persen di antaranya perempuan. Perusahaan ini sudah menggaet sekitar 150.000 pelanggan.
Seiring berjalannya waktu, narasi mode keberlanjutan di Tinkerlust kian kuat. Berbagai kampanye dilakukan. Salah satunya adalah kolaborasi dengan 14 jenama lokal yang menerapkan praktik ramah lingkungan. Samira dan Aliya semakin yakin dengan arah pengembangan usaha ini.
Peran sahabat
Banyak contoh kasus di mana sahabat berbisnis bersama. Samira dan Aliya kebalikannya, berbisnis dulu, baru bersahabat. ”Apakah kita sahabat waktu pertama mulai Tinkerlust, jawabannya enggak. Malahan kurang suka ya,” canda Samira. Lesung pipitnya sekilas terlihat karena tersenyum.
Samira lahir di Indonesia, tetapi menghabiskan 25 tahun menetap di Amerika Serikat. Baru pada 2014, ia pulang kampung. Melalui perantara seorang teman, Samira berkenalan dengan Aliya, yang tengah jenuh dengan pekerjaan kantoran. Pertemuan berkala mereka menghasilkan ide untuk berbisnis bersama.
Berbisnis dengan teman baru membutuhkan waktu untuk menguak kelemahan dan kelebihan satu sama lain. Samira dan Aliya ternyata adalah dua jiwa yang sangat berbeda. Samira hidup dengan perencanaan. Baginya konsistensi, kesabaran, dan belajar adalah kunci untuk berhasil. Dari segi bisnis, ia tak segan bereksperimen hal baru.
Aliya justru menganut keyakinan untuk menjalani hidup apa adanya, tetapi tetap memberikan yang terbaik jika mendapat tanggung jawab. Sebelum mengambil keputusan bisnis, Aliya harus memperhitungkan segala sesuatu.
Aku orang yang konservatif, sedangkan Samira adalah risk-taker dengan banyak ide. Kita suka bercanda, Samira is the dreamer and Aliya is the dream crusher.
”Aku orang yang konservatif, sedangkan Samira adalah risk-taker dengan banyak ide. Kita suka bercanda, Samira is the dreamer and Aliya is the dream crusher. Kami melengkapi dan menyeimbangkan satu sama lain,” tutur Aliya sembari tertawa.
Perbedaan itu tidak membuat mereka goyah. Nilai yang mereka anut sama, yakni mengutamakan keluarga, konsistensi dalam berbisnis, dan jujur. Pada akhirnya, hal yang paling penting adalah memiliki visi yang sama untuk menyukseskan Tinkerlust. Sekarang Samira dan Aliya justru saling menginspirasi.
Samira dan Aliya jadi sering membuat proyek bersama. Yang terbaru, mereka membuat podcast di Spotify bertajuk ”Monday Through Friday Podcast”. Beragam topik dibahas, mulai dari gosip selebritas, fenomena sosial, hingga dunia bisnis. Anggota keluarga masing-masing ikutan menjadi akrab.
Wirausaha perempuan
Terjun di dunia wirausaha bukan perkara mudah. Aliya malahan belum pernah berwirausaha seperti Samira. Duo ini sempat kelabakan karena harus mengurus operasional Tinkerlust, mengakomodasi investor, membangun tim yang solid, sambil mengurus keluarga. Apabila bisa membelah diri, pasti sudah dilakukan.
Status mereka sebagai perempuan menambah dinamika dalam berkarier. Mereka mendapat tekanan sosial agar memprioritaskan satu aspek, entah itu keluarga atau karier. Tuntutan serupa jarang dihadapkan kepada laki-laki.
”Menjadi perempuan entrepreneur banyak galau dan stresnya karena susah untuk menentukan prioritas dalam hidup. Kami memiliki gol dan pencapaian yang ingin dicapai sendiri, tetapi kadang orang melihat hanya satu aspek dan mengidentifikasi kita pada aspek itu saja,” ujar Samira yang masih kental berbahasa Inggris.
Meskipun telah memiliki satu sama lain, Samira dan Aliya merasa perlu ada sistem pendukung yang lebih luas. Pada 2019, Samira mengusulkan agar membuat semacam kelompok perempuan berkarier yang memikul beban serupa. Kelompok itu berkembang menjadi platform berbagi, berjejaring, dan pemberdayaan perempuan bernama Stellar Women. Stellar Women resmi meluncur pada 2020
Kehadiran Stellar Women, dengan 10.000 anggota dari seluruh Indonesia, membawa angin segar. Banyak perspektif baru muncul, terutama bagaimana peran perempuan tidak boleh dikotak-kotakan. Ada perempuan yang ingin berkarier atau berumah tangga. Ada juga yang ingin fokus keduanya. Pilihan pada salah satu kategori tidak mengurangi derajat sebagai perempuan.
Perempuan seperti kami want it all. Tetapi ada beberapa catatan agar berhasil, you have to be okay not getting all at the same time.
Sembari meringis, Samira mengakui dirinya dan Aliya jatuh pada kategori terakhir. ”Perempuan seperti kami want it all. Tetapi ada beberapa catatan agar berhasil, you have to be okay not getting all at the same time, memiliki sistem pendukung, dan yang paling penting adalah meminta bantuan ketika memerlukannya,” katanya.
Bisnis Tinkerlust dan Stellar Women bergerak dalam bidang kewirausahaan yang berbeda. Namun, ada garis merah yang terlihat, yakni edukasi tentang keberlanjutan, pemberdayaan perempuan, dan melawan stigma sosial. Ketika menjalankan bisnis, Samira dan Aliya berusaha untuk selalu melakukan yang terbaik demi mencapai tujuan.
Dalam wawancara selama 55 menit itu, dua sahabat ini merefleksikan bagaimana ajaran orangtua di masa kecil membentuk mereka saat ini. Apabila Samira berani merantau di ”Negeri Paman Sam” sendiri sejak usia 13 tahun, Aliya sudah berusaha mandiri dengan bekerja sebagai pelayan restoran saat di bangku SMA.