Nadiem Makarim bukan berasal dari kalangan pengusaha, namun berkat kejeliannya melihat peluang bisnis di Indonesia, dia sukses menancapkan bisnis digital di usia muda. Berkat usaha kerasnya, Gojek tumbuh pesat dan menyandang perusahaan rintisan kategori decacorn dengan valuasi di atas 10 miliar dollar AS. Perusahaan ini bergerak dalam bidang transportasi, logistik, dompet digital, pesan-antar makanan dan minuman, serta banyak jasa lainnya.
Berinovasi dan memanfaatkan teknologi serta fokus pada pelayanan menjadi kunci kesuksesan Nadiem membesarkan Gojek. Tidak heran, Gojek berhasil menggaet dua juta pengemudi di Indonesia serta merangkul lebih dari 400 ribu penjual makanan dan minuman yang mayoritas merupakan UMKM.
Kesuksesan itu membuat Nadiem seolah memberikan semangat baru dan inspirasi bagi anak muda Indonesia untuk bersaing di tingkat global. Nadiem juga memotivasi generasi muda agar bersaing dengan raksasa-raksasa dunia dan berharap Gojek menjadi contoh bagi siapa pun untuk berprestasi di tingkat global. ”Ayo tampil di panggung dunia! Jangan takut berkompetisi dengan yang terbaik di dunia,” ajaknya (Kompas, 18/8/18).
Kerja keras merintis dan membesarkan Gojek membawanya dekat dengan Presiden Joko Widodo. Ia menjadi penasehat informal di bidang teknologi Jokowi untuk dimintai masukkan terkait teknologi. Ketika menyusun Kabinet Indonesia Maju, Presiden Jokowi menunjuk Nadiem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2019-2024.
Seiring perubahan nomenklatur kementerian, Nadiem Makarim kembali dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Riset dan Teknologi (Mendikbud dan Ristek) oleh Presiden Jokowi pada 28 April 2021. Pelantikan Nadiem menyusul perubahan nomenklatur tiga kementerian yang telah disetujui DPR pada 9 April lalu, Ketiga kementerian itu yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Teknologi, serta Kementerian Investasi.
Keluarga pengacara
Sosok yang lekat dengan perusahaan rintisan Gojek ini menjadi menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju. Pria kelahiran Singapura, 4 Juli 1984 ini merupakan anak ketiga pasangan Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri. Ayah Nadiem merupakan aktivis sekaligus pengacara ternama di tanah air, sementara ibunya adalah penulis.
Kakek Nadiem dari garis ayah yaitu Anwar Makarim adalah seorang notaris yang sangat terkenal, sedangkan kakek dari garis ibu Hamid Algadri adalah seorang pejuang perintis kemerdekaan yang pernah menjadi penasihat delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
Nadiem adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakaknya perempuan. Kakak pertamanya bernama Rayya Makarim seorang penulis skenario, produser film dan juga sutradara. Sementara kakak keduanya bernama Hana Makarim, seorang pengusaha restoran.
Nadiem menghabiskan masa sekolah dasar dan menengah pertama di Jakarta. Lalu hijrah ke Singapura melanjutkan pendidikan menengah di negara tersebut. Lepas dari SMA, Nadiem melanjutkan pendidikan S1 dan S2 di Amerika Serikat.
Jenjang strata satu ia tempuh di Brown University jurusan Hubungan Internasional. Ia juga sempat ikut pertukaran pelajar di London School of Economics and Political Science di Inggris. Setelah menyabet gelar BA (Bachelor of Arts), Nadiem melanjutkan pendidikan masternya ke almamater sang ayah, Harvard University, hingga meraih gelar Master of Business Administration.
Karier
Setelah menempuh pendidikan di AS, Nadiem kembali ke Indonesia dan terjun ke dunia kerja. Berbekal ijazah yang dimilikinya, Nadiem bergabung sebagai konsultan manajemen di McKinsey & Company, sebuah lembaga konsultan ternama yang berbasis di Jakarta. Di perusahaan ini, ia bekerja selama tiga tahun dari 2006-2009.
Kemudian dia pindah ke Zalora Indonesia sebagai Co-founder dan Managing Editor selama setahun (2011-2012). Selanjutnya, Nadiem berpindah perusahaan ke KartuKu, sebuah perusahaan layanan pembayaran nontunai dan menjabat sebagai Chief Innovation Officer pada 2013-2014.
Di tengah-tengah lompat dari satu perusahaan ke perusahaan lain, pada 2010 Nadiem bersama dengan dua temannya, Kevin Aluwi dan Machaelangelo Moran mendirikan perusahaan rintisan sendiri yakni Gojek yang kini menjadi PT Aplikasi Karya Anak Bangsa.
Gojek lahir dari kejelian insting bisnis Nadiem yang mengaku sering menggunakan ojek untuk ke kantor. “Experience saya di luar negeri memberi saya insight bahwa ternyata ini adalah suatu diamond in the rough. Ini adalah suatu sektor yang besar dan produktif dan potensinya luar biasa. Itulah value-nya punya perspektif luar. Kita jadi menyadari ada diamond yang ketutup,” katanya (Kompas, 18/8/19).
Di tangan Nadiem dan dua temannya itu, Gojek bertransformasi menjadi aplikasi super yang menyediakan berbagai layanan dalam satu platform. Layanan perusahaan itu antara lain transportasi, logistik, dompet digital, pesan-antar makanan dan minuman, serta banyak jasa lainnya.
Kini, Gojek berkembang pesat dan menjadi decacorn pertama di Indonesia dengan valuasi lebih dari 10 miliar dollar AS. Bahkan, layanan Gojek tidak hanya beredar di Indonesia. Gojek telah melebarkan sayap dengan ekspansi ke sejumlah negara Asia Tenggara, seperti Vietnam, Singapura, dan Thailand.
Penghargaan
Selama menjabat CEO Gojek, Nadiem menerima sejumlah penghargaan. Pada tahun 2016, Nadiem menerima penghargaan The Straits Times Asian of the Year, sekaligus menjadi orang Indonesia pertama yang menerima penghargaan tersebut. Penghargaan Asian of the Year diberikan kepada individu atau kelompok yang secara signifikan berkontribusi pada meningkatkan kesejahteraan orang di negara mereka atau Asia pada umumnya.
Dua tahun kemudian, Nadiem masuk dalam daftar Bloomberg 50 versi 2018. Bloomberg menilai tidak ada aplikasi lain yang mengubah kehidupan di Indonesia dengan cepat dan mendalam seperti Gojek. "The Bloomberg 50" berisi sosok-sosok ternama dalam bidang bisnis, hiburan, keuangan, politik, hingga ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada Mei 2019, Nadiem menjadi tokoh termuda se-Asia yang menerima penghargaan Nikkei Asia Prize ke-24 untuk kategori Inovasi Ekonomi dan Bisnis. Penghargaan diberikan kepada individu atau organisasi yang berkontribusi bagi pengembangan kawasan Asia dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Asia.
Di tangannya, Gojek juga meraih sejumlah penghargaan. Pada tahun 2017, Gojek masuk dalam Fortune’s Top 50 Companies That Changed The World, dan mendapatkan peringkat ke-17. Pada tahun 2019, Gojek kembali menjadi satu-satunya perusahaan Asia Tenggara yang masuk ke daftar Fortune’s 50, dan naik ke peringkat 11 dari 52 perusahaan kelas dunia.
Berdasarkan valuasinya, Gojek meraih predikat unicorn (valuasi di atas 1 miliar dollar AS) pada 2017, dan meraih decacorn (valuasi di atas 10 milar dollar AS) pada 2019.