Menempatkan Buruh sebagai Prioritas Kebijakan
Separuh dari total penduduk Indonesia merupakan pekerja atau buruh. Sudah selayaknya kebijakan yang diambil pemerintah dan pelaku usaha berpihak pada kesejahteraan mereka.

Massa buruh dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) memperlihatkan poster tuntutan mereka saat berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (23/2/2022).
Buruh atau pekerja adalah aset perekonomian. Oleh sebab itu, kesejahteraannya harus menjadi perhatian agar perekonomian yang bangkit tidak memarjinalkan buruh/pekerja.
Sebanyak 135,61 juta orang Indonesia adalah penduduk yang bekerja, separuh dari total penduduk. Sudah selayaknya kebijakan yang diambil pemerintah dan pelaku usaha berpihak kepada buruh/pekerja.
Pandemi membawa dampak buruk terhadap sendi ketenagakerjaan. Jutaan penduduk usia kerja di Indonesia terdampak oleh Covid-19, yang membuat gerak perekonomian melambat, bahkan pertumbuhan ekonomi sempat terjun bebas.
Pandemi membawa dampak buruk terhadap sendi ketenagakerjaan.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik per Agustus 2020, di awal pandemi Covid-19 terdapat lebih dari 29 juta penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19.
Dampak itu baik berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkatkan angka pengangguran maupun kondisi sementara tidak bekerja atau bekerja dengan jam kerja yang dikurangi. Semua dampak ini ujungnya adalah pendapatan dan tingkat kesejahteraan.

Dari data tersebut, jumlah yang menganggur karena Covid-19 sekitar 2,5 juta orang. Dalam satu setengah tahun kemudian, jumlah yang terdampak pandemi dapat ditekan menjadi 11,53 juta orang (Februari 2022). Yang menganggur gara-gara Covid-19 ini jumlahnya berkurang menjadi di bawah satu juta orang.
Pengurangan ini seiring dengan bangkitnya perekonomian dan mulai terkendalinya penularan Covid-19. Sejak triwulan kedua tahun 2021, pertumbuhan ekonomi kembali positif dan pada triwulan pertama 2022, lalu angkanya mencapai 5,01 persen. Namun, secara total masih terdapat 8,4 juta orang yang termasuk dalam kategori pengangguran terbuka, yang tidak saja disebabkan oleh masalah Covid-19.
Sejumlah program pemulihan ekonomi nasional dijalankan pemerintah untuk berbagai kalangan yang terdampak sejak awal pandemi. Salah satunya adalah bantuan subsidi upah yang diberikan kepada pekerja yang memiliki upah atau gaji kurang dari Rp 3,5 juta per bulan.
Dengan subsidi upah tersebut, keluarga pekerja tetap memiliki daya beli yang baik, tidak jatuh ke dalam kemiskinan. Kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah serta korporasi pun dibantu pemerintah agar kegiatan operasional bisnis tetap berjalan dan tidak sampai mengurangi karyawan.

Buruh mengenakan kaus bertuliskan sejumlah tuntutan buruh saat mengikuti peringatan Hari Buruh Internasional di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (14/5/2022).
Di masa yang mendekati akhir pandemi ini, upaya pemerintah ini mulai memperlihatkan hasil. Ekonomi yang menggeliat membutuhkan kembali tenaga kerja yang sebelumnya banyak dikurangi.
Namun, kebijakan yang diambil pemerintah harus terus dikawal agar tetap memperhatikan kesejahteraan kaum pekerja. Pemerintah harus menempatkan buruh atau pekerja sebagai prioritas kebijakan.
Buruh tidak kehabisan energi untuk menyuarakan aspirasinya dengan turun ke jalan hingga nasibnya menjadi lebih baik.
Setidaknya ada dua hal utama yang menjadi sorotan publik terkait kesejahteraan buruh/pekerja di masa pandemi ini, yaitu kebijakan pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua dan besaran upah.
Perjuangan kaum buruh mengenai kedua isu ini bak perang gerilya. Buruh/pekerja tidak kehabisan energi untuk menyuarakan aspirasinya dengan turun ke jalan hingga nasibnya menjadi lebih baik.
Baca juga : Pandemi Menggerus Upah Pekerja
Aturan JHT
Selama sekitar dua bulan, kalangan buruh/pekerja diresahkan oleh terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT yang keluar pada awal Februari 2022.
Aturan baru tersebut mengubah aturan terdahulu, yakni Permenaker Nomor 19/2015, yang memungkinkan pekerja peserta BP Jamsostek mengklaim dana JHT satu bulan setelah mengundurkan diri dari perusahaan atau seusai mengalami PHK.

Aturan baru menghendaki dana JHT yang merupakan tabungan pekerja tersebut baru bisa dicairkan pada usia pensiun (56 tahun) atau saat pekerja meninggal, cacat total tetap, dan berganti kewarganegaraan.
Bagi buruh/pekerja yang di-PHK, adanya dana JHT yang bisa segera dicairkan menjadi bantalan di masa krisis. Peruntukannya bukan sekadar untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, melainkan juga sebagai modal yang bisa digunakan untuk memulai usaha baru.
Tertutupnya peluang ini tentu menimbulkan protes. Aksi penolakan diwujudkan buruh/pekerja dengan berdemonstrasi turun ke jalan menuntut revisi kebijakan. Aksi dilakukan di sejumlah daerah.
Melihat situasi itu, Presiden Joko Widodo pun turun tangan dengan memerintahkan Kemenaker merevisi aturan baru tersebut dan mempermudah tata cara pencairan JHT.

Aksi para buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta, Jumat (19/11/2021).
Perjuangan buruh/pekerja pun membuahkan hasil. Kurang dari tiga bulan sejak Permenaker Nomor 2/2022 terbit, revisi atas aturan tersebut keluar. Revisi tersebut tertuang dalam Permenaker Nomor 4 Tahun 2022 yang terbit menjelang hari raya Idul Fitri, tepatnya tanggal 26 April 2022.
Permenaker Nomor 4 Tahun 2022 tidak hanya mengembalikan aturan pencairan JHT kembali sesuai dengan Permenaker Nomor 19/2015, yaitu pekerja yang di-PHK atau mengundurkan diri dapat mencairkan dana JHT secara tunai dan sekaligus setelah masa tunggu satu bulan sejak ada keterangan pengunduran diri dari pemberi kerja atau sejak tanggal PHK. Akan tetapi, selain itu juga diberi kemudahan dalam pencairan dana.
Pencairan dana JHT sebelum masa pensiun ini hanya butuh melampirkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan, kartu tanda penduduk (atau identitas lain), dan keterangan pengunduran diri dari pemberi kerja, atau bagi yang terkena PHK melampirkan pemberitahuan PHK dari pemberi kerja dan pernyataan tidak menolak PHK dari pekerja.
Baca juga : Buruh Serukan Sejumlah Tuntutan Kesejahteraan
Perbaikan upah
Satu kebijakan yang kontroversial berakhir dengan penyelesaian yang berpihak kepada pekerja. Isu berikutnya adalah perjuangan buruh/pekerja untuk menaikkan tingkat upah.
Dalam kegiatan May Day Fiesta memperingati Hari Buruh Internasional yang dilakukan massa buruh/pekerja di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) dan Gedung Parlemen pada tanggal 14 Mei 2022, terdapat 18 tuntutan yang disampaikan wakil buruh terkait dengan hajat hidup buruh/pekerja.

Salah satunya adalah penolakan upah murah. Perjuangan untuk mendapatkan upah yang layak ini merupakan upaya yang tidak pernah selesai dan selalu disuarakan di berbagai kesempatan.
Data BPS memperlihatkan rata-rata upah buruh selama pandemi sempat mengalami penurunan. Per Februari 2020, rata-rata upah buruh tercatat Rp 2,92 juta per bulan.
Rata-rata upah buruh selama pandemi sempat mengalami penurunan.
Enam bulan berikutnya, angkanya turun menjadi Rp 2,76 juta per bulan. Meskipun per Februari 2021 rata-rata upah naik sebesar Rp 100.000, enam bulan berikutnya upah turun lagi sebesar Rp 120.000 menjadi Rp 2,74 juta per bulan.
Penurunan rata-rata upah ini tidak dapat dimungkiri akibat dari melambatnya kegiatan ekonomi di berbagai sektor, yang berpengaruh pada kemampuan finansial perusahaan.

Buruh pabrik menuju tempat parkir sepeda motor di kawasan industri Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (22/2/2022). Setelah mendapat penolakan kuat dari publik, khususnya kelompok buruh, pemerintah akan merevisi aturan baru pencairan Jaminan Hari Tua agar tidak menyulitkan masyarakat yang putus kerja di tengah pandemi Covid-19.
Terjadinya PHK, penghentian kerja sementara, atau pengurangan jam kerja tentu berpengaruh pada upah yang diterima buruh/pekerja. Ditambah lagi dengan tidak adanya kenaikan upah tahunan atau pengurangan manfaat atau insentif yang diterima karyawan.
Namun, seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi, per Februari 2022 lalu rata-rata upah kembali naik menjadi Rp 2,89 juta per bulan, mendekati upah di awal pandemi. Optimisme muncul dengan membaiknya kondisi ekonomi akan meningkatkan performa perusahaan. Dengan demikian, ada harapan upah kembali naik.
Daya beli yang tinggi pada separuh penduduk Indonesia yang bekerja ini, yang dipengaruhi oleh tingkat upah, tentu akan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi. Kita berharap Indonesia segera pulih dari krisis. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Menilik Tingkat Upah dan Standar Hidup Layak Buruh