Kebangkitan Negeri Melepas Belenggu Pandemi Covid-19
Kebijakan pelonggaran di tengah melandainya kasus Covid-19 menjadi momentum kebangkitan negeri dari pandemi. Sepanjang 114 tahun semangat Hari Kebangkitan Nasional menjadi modal sosial bangkit dari pandemi.
Oleh
Arita Nugraheni
·5 menit baca
Hari Kebangkitan Nasional 2022 menjadi tonggak baru bangsa yang akan menjejak babak akhir pandemi Covid-19. Kesatuan untuk bangkit melawan pandemi tak ubahnya semangat pendirian Budi Utomo yang menjadi pijakan awal momentum kebangkitan nasional.
Pada Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-114 ini, upaya pulih dari pandemi Covid-19 masih diserukan melalui tema ”Ayo Bangkit Bersama”. Tahun ini menjadi tahun ketiga peringatan Harkitnas yang mengusung semangat untuk lepas dari belenggu krisis multidimensi akibat Covid-19.
Meski demikian, kepercayaan diri untuk menyongsong masa depan makin matang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini tecermin dari perayaan yang akan digelar hampir seperti sediakala. Di tengah penularan virus yang makin terkendali, kata ”bangkit” betul-betul menjadi napas momentum tahun ini.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai panitia penyelenggara menyampaikan bahwa instansi pemerintah dapat melaksanakan upacara dengan kehadiran fisik. Setelah dua tahun upacara bendera dilakukan sepenuhnya secara virtual, perubahan ini menjadi penanda semakin dekatnya bangsa ini dengan jalan keluar dari krisis Covid-19.
Selain upacara yang mulai diadakan secara langsung, ziarah ke makam tokoh berjasa juga kembali diadakan. Tahun ini, Kemenkominfo menyelenggarakan ziarah ke makam Dr Wahidin Soedirohoesodo di Yogyakarta dan makam Dr Soetomo di Surabaya.
Nuansa perayaan Harkitnas perlahan dirasakan utuh kembali. Kepercayaan diri untuk menyongsong kondisi normal makin tumbuh di tengah angka penularan yang melandai. Sejak akhir April, kasus baru Covid-19 tercatat di bawah angka 500 kasus. Pada 17 Mei, rata-rata penularan baru dalam seminggu juga tercatat hanya 360 kasus.
Pengendalian Covid-19 pun bertahan baik. Merujuk pada Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC) yang disusun Litbang Kompas, perbaikan terjadi secara konsisten sejak hantaman gelombang ketiga varian Omicron. Skor IPC mencapai 87 pada 9 Mei 2022. Angka ini menjadi cerminan peningkatan yang konsisten sejak indeks hanya mencatatkan 72 poin pada 21 Maret 2022.
Pandemi Covid-19 menjadi isu yang diangkat tiga kali dalam peringatan Harkitnas. Di tahun 2021, semangat Harkitnas tidak lepas dari nuansa perjuangan menghadapi Covid-19. Tema ”Bangkit! Kita Bangsa yang Tangguh!” diangkat sebagai esensi dari optimisme untuk menyongsong masa depan di tengah tantangan ekonomi dan sosial.
Indonesia memang bangsa yang tangguh. Indonesia masih mampu menunjukkan ketahanan ekonomi dan sosial di tengah percobaan ini. Survei Nasional Kompas yang terselenggara satu bulan sebelum peringatan Harkitnas 2021 merekam apresiasi yang tinggi dari publik pada kinerja pemerintah.
Di bidang ekonomi, sebanyak 57,8 persen responden menyatakan puas pada kinerja pemerintah dalam menjaga roda perekonomian negeri. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada April 2015, misalnya, baru terekam 33,5 persen responden yang puas pada kinerja pemerintah di sektor ini.
Optimisme juga coba ditumbuhkan dengan rasa satu padu. Upaya itu salah satunya datang dari Yogyakarta. Melalui Surat Edaran Gubernur DIY Nomor 29/SE/V/2021 tertanggal 18 Mei 2021, lagu ”Indonesia Raya” diperdengarkan setiap pagi saat memulai aktivitas. Setiap orang yang hadir saat lagu diperdengarkan wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.
Tentu, apa yang dilakukan Pemerintah Provinsi DIY ini sebuah langkah positif di tengah tantangan menjadikan bangsa ini kuat menghadapi cobaan. Di tengah situasi yang penuh ketidakpastian, upaya penguatan pun dapat dilakukan dengan cara menyatukan memori kolektif tentang kesatuan lewat melodi kebangsaan.
Sebelumnya, di tahun 2020, tema Harkitnas sesuai dengan tantangan kala itu, yakni ketika Indonesia memasuki babak awal wabah Covid-19. Tajuk ”Bangkit dalam Optimisme Normal Baru” diangkat untuk menyuarakan semangat bersatu padu memutus rantai penularan Covid-19.
Semangat gotong royong ditangkap harian Kompas dalam momen peringatan Harkitnas dua tahun lalu tersebut. Individu dari beragam etnis, agama, kelas sosial, dan profesi muncul untuk berkontribusi dalam membantu sesama berperang melawan Covid-19.
Sosok-sosok ini menyumbang materi dan keahlian untuk membantu sesuai dengan kemampuannya. Bersama dengan tenaga kesehatan, mereka menyumbang pengetahuan melalui pembuatan aplikasi pelacakan orang dalam pengawasan, konten melawan hoaks Covid-19, kerja-kerja penelitian terkait Covid-19, hingga pembuatan platform data (Kompas, 20 Mei 2020).
Momen persatuan di kala pandemi menunjukkan kuatnya modal sosial yang dimiliki warga Indonesia.
Semangat memajukan bangsa dengan bekerja melampaui batas identitas dan kepentingan individu ini senada dengan semangat pendirian Budi Utomo. Tajuk rencana harian Kompas ini turut menyampaikan perayaan Harkitnas 2020 sebagai tonggak kebangkitan generasi humanis tanpa sekat.
Momen persatuan di kala pandemi menunjukkan kuatnya modal sosial yang dimiliki warga Indonesia. Maka tak mengherankan jika Charities Aid Foundation World Giving Index pada 2018 menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki semangat membantu nomor satu di dunia.
Harapannya, peringatan Harkitnas tidak membekas sebagai seremoni semata. Harkitnas adalah ”titik kumpul” untuk memikirkan kembali cara-cara mencapai tujuan bangsa. Semangat kebangkitan nasional yang terilhami dari berdirinya Budi Utomo perlu terus dipegang sebagai kompas. Saat ini utamanya untuk keluar dari belenggu Covid-19.
Budi Utomo sendiri merupakan perkumpulan yang berdiri pada 20 Mei 1908. Perkumpulan ini didirikan oleh sembilan pemuda pelajar Sekolah Dokter Jawa atau STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen) di lokasi yang saat ini kita kenal sebagai Museum Kebangkitan Nasional di Jakarta Pusat.
Pendirian Budi Utomo dipandang sebagai awal tumbuhnya kesadaran nasional rakyat Indonesia. Pada Juli 1908, anggota Budi Utomo telah mencapai 650 orang dengan penambahan cabang di OSVIA Magelang, Sekolah Pendidikan Guru Bumiputra di Yogyakarta, dan Sekolah Menengah Petang di Surabaya.
Pada 1948, Presiden Soekarno menugaskan Ki Hajar Dewantara untuk merayakan hari lahir Budi Utomo sebagai Hari Kebangunan Nasional. Sebelas tahun berselang, yakni pada 20 Mei 1959, presiden resmi menetapkan kelahiran Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Sejak saat itu, upaya mewujudkan bangsa yang berdaulat menjadi semangat kunci yang terus diingatkan tiap tahun. Martabat bangsa harus terus dijaga agar sejajar dengan negara-negara lain. Tantangan baru yang saat ini mewujud dalam bentuk pandemi Covid-19 hanya dapat dilawan dengan landasan rasa kesatuan sebagai bangsa. (LITBANG KOMPAS)