Hardiknas 2022, Momentum Pemulihan Pendidikan?
Hardiknas 2022 bisa menjadi momentum pemulihan pendidikan pascapandemi. Merdeka Belajar merupakan praktik baik untuk transformasi pendidikan dan mendorong akselerasi pencapaian SDGs ke-4, yaitu pendidikan berkualitas.

Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas 2 Mei 2022 yang diperingati bersamaan dengan hari raya Idul Fitri 1443 H dan di tengah kondisi pandemi yang semakin terkendali membawa semangat baru untuk segera pulih. Pulih dari ”ketakberdayaan” akibat terpaan pandemi. Peringatan Hardiknas bisa menjadi momentun untuk bangkit.
Semangat untuk pulih setelah dua tahun menghadapi tantangan berat juga tecermin dari tema Hardiknas tahun ini, yaitu ”Pimpin Pemulihan, Bergerak untuk Merdeka Belajar”. Membawa optimisme untuk bangkit membangun sektor pendidikan pascapandemi.
Semangat untuk pulih setelah dua tahun menghadapi tantangan berat juga tecermin dari tema Hardiknas tahun ini, yaitu ”Pimpin Pemulihan, Bergerak untuk Merdeka Belajar”.
Kepemimpinan Indonesia dalam presidensi G20 juga menjadi momentum untuk menunjukkan Indonesia mampu memimpin untuk pemulihan di sektor pendidikan. Indonesia membawa empat isu utama pendidikan untuk pulih dan bangkit bersama pascapandemi Covid-19 selaku presidensi G20.
Empat agenda prioritas bidang pendidikan yang diperjuangkan sebagai pimpinan Kelompok Kerja Pendidikan G20, yaitu, pertama, pendidikan universal yang berkualitas; kedua, teknologi digital untuk pendidikan; ketiga, solidaritas dan kemitraan; serta keempat, masa depan dunia kerja pasca-Covid-19.

Dengan memperjuangkan keempat isu tersebut, sistem pendidikan diharapkan semakin adil, berkualitas, dan inklusif untuk mendukung hidup berkelanjutan bagi masa depan dunia yang lebih baik.
Tak dapat dimungkiri, dua tahun dilanda pandemi Covid-19 membuat dunia mengalami culture shock akibat perubahan mendadak sistem pembelajaran, tak terkecuali Indonesia.
Dua tahun dilanda pandemi Covid-19 membuat dunia mengalami “culture shock”.
Proses belajar mengajar pun mayoritas beralih menjadi sistem daring (online) dengan mengandalkan teknologi dan jaringan internet, dengan segala macam kendala serta tantangannya.
Pendidikan menjadi salah satu sektor yang paling terdampak pandemi karena melibatkan anak-anak sebagai peserta didik yang masuk kelompok rentan paparan virus korona. Karena itu, sering terjadi tarik ulur dan banyak pertimbangan ketika akan memutuskan pembelajaran tatap muka kembali diberlakukan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F02%2F26%2F11b76607-da3f-474b-8bb8-afed06ee61e7_jpg.jpg)
Seorang anak belajar di rumah selama pandemi Covid-19, Kamis (24/2/2022). Pandemi Covid-19 menjadi pelajaran dan memberikan pengalaman baru bagi dunia pendidikan. Pandemi Covid-19 juga memberikan dampak dan memengaruhi pendidikan anak-anak.
Tercatat 68,8 juta peserta didik; mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi; 4,2 juta guru dan dosen; serta 646.000 satuan pendidikan; terdampak pandemi Covid-19.
Tantangan yang paling berat adalah mengembalikan kembali pembelajaran yang hilang(learning loss) dan meningkatkan kembali mutu pendidikan yang sebelum pandemi pun sudah menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang belum tuntas.
Tantangan yang paling berat adalah mengembalikan kembali pembelajaran yang hilang ( learning loss).
Seiring terkendalinya kondisi pandemi, sektor pendidikan perlahan bangkit untuk mengurangi semakin jauh dampak negatif yang ditimbulkan pandemi.
Salah satunya dengan mengaktifkan kembali pembelajaran tatap muka. Pembelajaran tatap muka secara bertahap diberlakukan dengan berbagai pembatasan. Dari 50 persen kelas bertahap menjadi 100 persen.
Baca juga : Menanti Kurikulum Merdeka Menjadi Kurikulum Nasional
Merdeka belajar
Berbagai upaya mitigasi pun telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak pandemi. Di antaranya kebijakan Merdeka Belajar yang menjadi terobosan baru dalam dunia pendidikan untuk menjadikan pendidikan Indonesia lebih adaptif. Mengingat perubahan dan perkembangan zaman yang begitu cepat, pendidikan juga dituntut untuk cepat beradaptasi.
Hingga April 2022 sejak pandemi melanda, Kemendikbudristek telah meluncurkan 19 episode program Merdeka Belajar yang mengakomodasi kebutuhan peserta didik semua jenjang pendidikan, mulai dari PAUD hingga pendidikan tinggi, juga guru, termasuk sarana prasarana hingga anggaran yang mendukung kelancaran pembelajaran selama pandemi. Berbagai terobosan tersebut mengakselerasi terjadinya transformasi yang sangat dibutuhkan pada era digitalisasi ini.

Pandemi mengajarkan bahwa pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat lentur dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
Di balik dampak yang begitu besar, muncul berbagai praktik baik yang tak diduga. Salah satunya, baik siswa, guru, bahkan orangtua menjadi lebih ”melek” teknologi. Suatu nilai positif bagi perkembangan dunia pendidikan agar tidak tertinggal dengan cepatnya perkembangan teknologi.
Merdeka Belajar juga menjadi praktik baik yang dilakukan pemerintah dalam melakukan transformasi pendidikan di Indonesia untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals keempat, yaitu pendidikan berkualitas.
Tujuannya untuk memastikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan adil serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F02%2F24%2F2260b1a6-4059-4100-98b3-fd8460ab61cb_jpg.jpg)
Yayuk, guru di SD Negeri Larangan 1, Kota Tangerang, Banten, mengajar daring di dalam ruang kelas yang kosong, Rabu (24/1/2021). Pembelajaran jarak jauh berlangsung karena pandemi Covid-19 membuat guru dan siswa terbiasa dengan berbagai aplikasi komunikasi dan sistem pembelajaran daring.
Diharapkan melalui Merdeka Belajar dapat tercipta lingkungan belajar yang aman, adil, dan inklusif. Di samping itu juga memupuk kompetensi fundamental bagi anak-anak Indonesia dalam proses belajar untuk berpikir kritis, kolaboratif, serta mandiri.
Merdeka Belajar juga mengedepankan penanaman karakter dan nilai-nilai seperti keterbukaan, toleransi, dukungan terhadap hak asasi manusia, dan kesetaraan jender.
Baca juga : Tantangan di Balik Apresiasi Kinerja Bidang Pendidikan
Akselerasi SDGs
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang menyepakati pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan yang bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup.
SDGs terdiri dari 17 tujuan dan 169 target dalam rangka melanjutkan upaya dan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada tahun 2015. Salah satu tujuannya adalah pendidikan berkualitas (SDGs ke-4).

Lima tahun berjalan, target untuk mencapai 17 tujuan pun terhambat karena kehadiran pandemi Covid-19. Tak terelakkan, pandemi merupakan kemunduran bagi pembangunan berkelanjutan di mana-mana.
Hal tersebut tergambar dalam hasil SDGs Index, di mana untuk pertama kalinya sejak penerapan SDGs pada tahun 2015, skor Indeks SDGs rata-rata global untuk tahun 2020 menurun dari tahun sebelumnya. Penurunan sebagian besar disebabkan oleh peningkatan tingkat kemiskinan dan pengangguran setelah pecahnya pandemi Covid‑19.
Namun, dalam Laporan Pembangunan Berkelanjutan yang memotret penilaian global kemajuan negara-negara dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini, terlihat dalam lima tahun terakhir skor yang diraih Indonesia menunjukkan tren yang meningkat. Meski demikian, masih jauh dari target (66,3 dari 100 poin) dan peringkatnya masih di urutan ke-97 dari 165 negara.
Jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN, posisi Indonesia dalam SDGs Index 2020 berada di urutan ke-6 di bawah Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam yang sudah mencapai skor di atas 70.

Mendikbud Nadiem Makarim ketika menjelaskan Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka di Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020).
Meskipun demikian, jika dilihat dari kinerja semua tujuan, dari 17 tujuan itu, terlihat tujuan keempat, yakni pendidikan berkualitas, menunjukkan tren yang sudah baik, yaitu berada di jalur atau mempertahankan pencapaian SDGs dengan catatan masih tetap ada tantangan.
Jika dibedah berdasarkan tiga indikatornya, tingkat literasi menunjukkan performa paling bagus dengan capaian 99,7 persen dan sudah mencapai target SDGs.
Sementara indikator Angka Partisipasi Sekolah Dasar dan Tingkat Penyelesaian Pendidikan Menengah masih memiliki catatan tantangan tetap ada. Namun, capaian tersebut berdasarkan data tahun 2017 dan 2018, belum melihat data setelah terdampak pandemi.
Pandemi mengajarkan bahwa pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat lentur dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
Kabar baik lainnya dari capaian indeks tersebut adalah berdasarkan tujuan kesetaraan jender (SDGs 5) terlihat kesetaraan perempuan dalam mengakses pendidikan dibandingkan laki-laki sudah cukup membaik.
Capaian-capaian tersebut, khususnya bidang pendidikan, semakin menumbuhkan semangat untuk melanjutkan proses transformasi dan mendorong akselerasi pencapaian SDGs tahun 2030. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : ”Learning Loss” di Masa Pandemi