Universitas Indonesia dalam Pusaran Perubahan (Bagian Pertama)
Universitas Indonesia tak bisa lepas dari dinamika perubahan yang menghadirkan polemik dan sorotan publik. UI kembali hadir dalam panggung sejarah bangsa dengan segala persoalan internal yang dipikulnya.
Pandemi telah mengubah performa dan dinamika perguruan tinggi, baik dalam skala nasional maupun global. Tak terkecuali Universitas Indonesia yang tengah berupaya menjadi institusi akademik terkemuka di dunia.
Di tubuh internal, UI berkepentingan untuk terus memperbaiki reputasinya di mata internasional. Peringkat yang mencerminkan sebagai yang terbaik menjadi kiblat.
Beberapa tahun terakhir, dinamika yang terjadi di kampus UI sering menjadi sorotan.
Namun, dalam perannya sebagai penghubung antara penguasa dan rakyat, pergerakan mahasiswa UI bangkit kembali menandai fase sejarah nasional yang membentuk arah demokrasi bangsa sekaligus memberi pelajaran akan arti berdemokrasi yang sesungguhnya.
Beberapa tahun terakhir, dinamika yang terjadi di kampus UI sering menjadi sorotan. Hal itu setidaknya bisa dilihat dari tiga hal. Pertama, layaknya perguruan tinggi pada umumnya, semua sivitas akademika UI tengah berjuang memperbaiki peringkat di tataran internasional. Peringkat UI sempat turun tajam.
Kedua, adanya kisruh menyangkut statuta UI yang menyebabkan kedudukan rektor sedikit terdelegitimasi. Ketiga, munculnya pergerakan mahasiswa yang masif dalam mengingatkan penguasa untuk taat konstitusi dan bekerja yang benar memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Kritik dari mahasiswa UI yang diwakili oleh organisasi kemahasiswaan BEM UI ini sering membuat kuping pemerintah panas.
Baca juga: Tindakan Rektorat dan Peretasan pada BEM UI Mengancam Demokrasi
Peringkat UI
Berdasarkan pemeringkatan universitas-universitas di dunia versi QS World University Rankings 2022, peringkat UI mengalami perbaikan dari posisi 305 pada tahun sebelumnya menjadi peringkat 290. Namun, peringkat ini masih berada di bawah Universitas Gadjah Mada yang mempertahankan posisinya di peringkat ke-254.
UI sempat menempati peringkat teratas perguruan tinggi di Indonesia versi QS World University Ranking pada 2020 mengalahkan UGM. Saat itu UI di peringkat 296, sementara UGM di peringkat 320. Dibandingkan enam tahun sebelumnya, peringkat yang dicapai UI saat ini sudah jauh lebih baik.
Pada tahun 2016, peringkat UI bertengger di posisi 325. Namun, loncatan perbaikan peringkat UGM jauh lebih tinggi karena pada tahun 2016 UGM menempati peringkat 501.
Jika dilihat berdasarkan pemeringkatan versi Times Higher Education (THE), peringkat UI selalu unggul dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya di Indonesia.
Peringkat yang diraih UI selama tiga tahun terakhir terus merosot.
Namun, peringkat yang diraih UI selama tiga tahun terakhir terus merosot. Tahun 2020, dalam versi THE, UI berada di peringkat ke-668. Di tahun selanjutnya, 2021, peringkat UI turun ke posisi ke-867 dan pada tahun 2022 turun lagi ke posisi 876.
Kemerosotan peringkat yang dialami UI secara umum disebabkan oleh turunnya skor pada tiga indikator, yaitu sistem pembelajaran (teaching), pengaruh riset yang dihasilkan (citation), dan international outlook. Sementara indikator yang mengalami perbaikan terkait dengan produksi riset serta indikator pendapatan industri (industry income).
Riset yang dilakukan kampus memiliki peranan kunci dalam penilaian pemeringkatan. Penilaian tersebut tidak hanya menyangkut kuantitas yang dihasilkan, tetapi juga bagaimana hasil riset berpengaruh baik secara akademis mataupun secara pragmatis.
Pada indikator pengaruh riset (citation) ingin diketahui peran suatu universitas dalam menggali dan menyebarkan pengetahuan atau ide-ide baru. Sejauh mana universitas berkontribusi dalam produksi dan pengembangan pengetahuan lewat riset. Dan sejauh mana pengetahuan dari hasil riset tersebut dibagikan kepada komunitas global untuk diuji kembali.
Riset yang dilakukan kampus memiliki peranan kunci dalam penilaian pemeringkatan.
Dalam kasus UI, pengaruh hasil riset dalam menyebarkan pengetahuan baru atau menjadi acuan bagi komunitas akademis global ternyata tidak begitu besar.
Hal itu dilihat dari skor citation yang terus turun, dari skor 16,7 (2020) menjadi 15,2 (2021), dan turun lagi ke skor 14,5 (2022). Dapat dikatakan bahwa dampak sitasi dari riset berkurang. Dengan kata lain, riset-riset yang dihasilkan UI kurang diminati sebagai rujukan atau referensi di tingkat global.
Dengan kondisi ini, memperbaiki peringkat, terutama dengan menaikkan skor sitasi UI, menjadi pekerjaan yang super berat dan penuh tantangan, apalagi jika UI ingin menjadikan dirinya sebagai salah satu universitas riset terkemuka di dunia.
Baca juga: Luhut dan BEM UI Debat Soal Wacana Penundaan Pemilu
Polemik statuta UI
Hal kedua yang menjadikan UI sorotan publik adalah polemik yang bermula dari terungkapnya rangkap jabatan rektor UI dan perubahan statuta UI yang kemudian mengikutinya.
Statuta yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 menggantikan statuta sebelumnya yang tertuang dalam PP Nomor 68 Tahun 2013. Munculnya statuta UI yang baru ini sangat problematik.
Secara umum, statuta baru ini memperluas jangkauan pemerintah ke kampus dan memperlemah mekanisme pengawasan kampus. Perubahan pertama yang cukup mendapat penolakan ialah soal kebijakan rangkap jabatan rektor dan wakilnya.
Dalam Pasal 35 (C) PP No 68/2013 tertera secara jelas bahwa rektor dan wakilnya dilarang untuk merangkap jabatan sebagai pejabat pada BUMN, BUMD, ataupun perusahaan swasta. Larangan ini ”sedikit” diubah pada statuta 2021, di mana rektor dan wakil rektor dilarang merangkap jabatan di BUMN atau BUMD sebagai direksi.
Tak sedikit dari kalangan sivitas akademika UI maupun publik yang merasa janggal dengan perubahan statuta dadakan tersebut. Pasalnya, perubahan yang tercantum dalam statuta itu terlihat ”menyesuaikan” status Ari Kuncoro, Rektor UI periode 2019-2024, yang telah menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Tbk) atau BRI.
Sejak lama UI memang dikenal sebagai kampus perjuangan yang berpijak pada keteguhan prinsip kebenaran.
Akan tetapi, persoalan terkait statuta ini tak hanya berhenti pada masalah rangkap jabatan pimpinan rektorat. Satu hal lainnya ialah soal penghapusan syarat non-anggota partai politik bagi anggota Majelis Wali Amanat (MWA).
Sebelumnya, berdasarkan PP No 68/2013 Pasal 23, anggota MWA yang dipilih harus memiliki reputasi baik, berintegritas, tidak memiliki konflik kepentingan dan bukan merupakan anggota partai politik. Pasal ini dihapus sepenuhnya di PP No 75/2021.
Terbukanya kursi untuk partai politik di MWA ini dianggap berbahaya bagi independensi kampus. Pasalnya, berdasar statuta, MWA merupakan salah satu organ institusi yang memiliki hak untuk turut serta dalam pengambilan kebijakan kampus. Maka, hadirnya anggota partai di dalam MWA otomatis akan membuat kampus menjadi tidak bebas kepentingan politik.
Bobolnya tembok integritas UI ini dibarengi pula dengan semakin kuatnya peranan rektor. Berdasarkan Statuta 2021, rektor menjadi memiliki kewenangan untuk mengangkat serta memberhentikan jabatan akademik, seperti jabatan fungsional peneliti, lektor kepala, dan guru besar. Sebelumnya, jabatan-jabatan tersebut ditentukan berdasarkan persetujuan Dewan Guru Besar (DGB).
Mekanisme pengawasan terhadap kinerja rektor dalam statuta 2021 lebih lemah dibandingkan dengan statuta 2013.
Selanjutnya, mekanisme pengawasan terhadap kinerja rektor dalam statuta 2021 lebih lemah dibandingkan dengan statuta 2013. Dalam statuta lama, rektor UI mempunyai kewajiban untuk menyerahkan laporan kinerja tahunan kepada DGB, Senat Akademik (SA), dan MWA.
Ketentuan ini berubah pada statuta baru, di mana rektor hanya wajib untuk memberikan laporan kinerja tahunan kepada MWA, menteri terkait pendidikan tinggi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Buntut dari perubahan statuta yang terkesan dipaksakan dan sarat kepentingan ini adalah disampaikannya mosi tidak percaya oleh mahasiswa UI melalui BEM UI kepada Rektor Ari Kuncoro pada 12 April lalu. Penyampaian ini sebagai ungkapan matinya demokrasi di kampus UI.
Baca juga: Statuta Universitas Indonesia Dianggap Membuat Kampus Bernuansa Politis
Pergerakan mahasiswa UI
Di tengah dinamika internal yang dihadapi UI, sorotan terhadap kampus ini selama pandemi juga mengemuka karena pergerakan mahasiswanya terkait dengan isu aktual. Sejak lama UI memang dikenal sebagai kampus perjuangan yang berpijak pada keteguhan prinsip kebenaran.
Sejarah mencatat, mahasiswa UI merupakan motor pergerakan yang sangat kritis terhadap kekuasaan. Gerakan mahasiswa UI dalam menyuarakan aspirasi rakyat dan mengkritik kebijakan pemerintah pun mewarnai perjalanan bangsa sejak era lampau sebelum reformasi hingga saat ini. (LITBANG KOMPAS)