Kasus “Klitih” sebagai Alarm Kriminalitas dan Tipisnya Rasa Aman Warga Yogyakarta
Kejahatan jalanan atau ‘’klitih’’ kian meresahkan warga Yogyakarta. Upaya pencegahannya harus dimulai dengan memberikan ruang-ruang ekspresi bagi anak-anak muda.
Kasus kejahatan jalanan di wilayah Yogyakarta menunjukkan tren peningkatan. Tindak kejahatan klitih yang belakangan terulang kembali terjadi di Kota Yogyakarta menjadi alarm untuk meningkatkan keamanan di Provinsi DI Yogyakarta.
Peningkatan kasus kejahatan jalanan di DI Yogyakarta terlihat dari data Polda DIY. Menurut catatan dari Polda DIY, pada 2020 terdapat 52 laporan tindak kejahatan jalanan. Angka ini meningkat menjadi 58 kasus di tahun 2021.Ragam kejahatan jalanan ini antara lain berupa pencurian, perampasan, pencopetan, tawuran, pembegalan, hingga pembacokan yang menimbulkan korban jiwa.
Kejahatan pembacokan di jalanan yang dikenal masyarakat Yogyakarta dengan istilah klitih ini cukup meresahkan warga. Pada akhir 2021, dua kasus klitihsempat mencuat dalam jeda waktu berdekatan. Peristiwa pertama terjadi di Jalan Kaliurang, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman pada 27 Desember 2021 sekitar pukul 01.30 WIB dini hari. Kejadian kedua berlangsung di hari yang sama yaitu pada malam hari yang berlokasi di underpass Kentungan, Sleman.
Terkait peristiwa tersebut direspon oleh warganet dengan menaikkan tagar #YogyaTidakAman serta #SriSultanYogyaDaruratKlitih pada platform media sosial Twitter. Salah satu cuitan yang menggunakan tagar tersebut menyerukan kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk turut turun tangan mengatasi kejahatan jalanan di DIY.
Berselang empat bulan kemudian, aksi klithih kembali terjadi di Kota Pelajar pada 3 April 2022 dini hari sekitar pukul 02.10 WIB. Peristiwa kali ini menewaskan satu orang pelajar.Kematian disebabkan oleh luka di bagian kepala akibat sabetan senjata tajam berupa gir sepeda motor (Kompas 5/5/2022).
Data dari Polda DIY dalam laporan akhir tahunnya, sepanjang tahun 2021 telah terjadi 58 tindak kriminal jalanan termasuk klitih. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan data 2020 dengan laporan 52 kasus serupa. Catatan peristiwa klitih dan data jumlah kasus tahunan yang meningkat dapat dimaknai sebagai alarm kondisi keamanan di wilayah DIY.
Klitih merupakan sebagian kecil dari tindak kejahatan yang termasuk dalam kategori tindak kejahatan konvensional. Berdasarkan basis data di laman Dataku yang dikelola oleh Bappeda DIY pada bagian Data Tindak Pidana, terdapat sedikitnya 13 jenis tindak pidana dalam kategori konvensional.
Ragam tindak pidana mulai dari yang mengancam nyawa yaitu pembunuhan, pencurian, penganiayaan, tindak pidana kesusilaan, penipuan, serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Data rekapitulasi kasus kriminal di wilayah yuridiksi Polda DIY menunjukkan menunjukkan peningkatan dalam periode 2019-2020.
Data tahun 2021 menunjukkan terjadi 4.913 tindak kriminal konvensional. Data yang diperoleh dari Polda DIY ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2020, laporan tindak kejahatan yang dibukukan berjumlah 4.239 kasus. Dari angka tersebut, dapat dihitung bahwa terjadi peningkatan tindak kriminal hingga 16 persen. Padahal pada 2019 kasus kriminal konvensional dapat ditekan hingga 3.992 kasus.
Risiko tinggi
Apabila ditilik dari data tren satu dekade terakhir (2020-2021), sesungguhnya pemerintah, aparat keamanan, dan segenap warga DIY dapat dikatakan berhasil menekan angka kriminalitas. Data angka tindak kriminalitas konvensional tahun 2010 menunjukkan terjadi 7.685 kasus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa angka kriminalitas dapat ditekan sebesar 36 persen dalam sepuluh tahun terakhir.
Capaian ini patut diapresiasi, tetapi masih ada pekerjaan rumah untuk menjaga keamanan sosial masyarakat DIY. Tantangan yang ada di depan mata yaitu DIY dapat dikatakan sebagai provinsi dengan penduduk paling berisiko mengalami tindak kriminalitas dibanding lima wilayah lainnya di Pulau Jawa.
Data dari Biro Pengendalian Operasi Mabes Polri yang terdapat dalam publikasi BPS berjudul Statistik Kriminal 2021 menunjukkan bahwa penduduk DIY adalah kelompok masyarakat paling berisiko terpapar kriminalitas. Data tahun 2020 menunjukkan, angka risiko penduduk terkena kejahatan di DIY mencapai 200 orang per 100.000 penduduk.
Angka tersebut terbilang sangat tinggi jika dibanding dengan wilayah polda di provinsi lain di Pulau Jawa. Sebagai perbandingan, risiko penduduk di wilayah Polda Metro Jaya yang dapat tertimpa tindak kriminal ada di angka 105 per 100.000 penduduk di tahun yang sama.
Sedangkan, wilayah yang dapat dikatakan paling aman yaitu wilayah Polda Jawa Barat dengan angka risiko 29 orang per seratus ribu penduduk. Sebagai catatan, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Tangerang, Tangerang Selatan, serta Depok termasuk dalam wilayah Polda Metro Jaya.
Kabar baiknya, angka risiko di DIY pada tahun 2020 lebih rendah jika dibanding lima tahun sebelumnya. Pada 2015 angka risiko tertimpa tindak kriminal mencapai 266 orang per seratus ribu penduduk.
Rasa aman
Tingginya angka risiko terkena kejahatan berbading lurus dengan rasa khawatir terhadap ancaman keamanan warga DIY ketika beraktivitas terutama ketika malam hari. Data dari Modul Ketahanan Nasional 2020 yang terdapat dalam Statistik Kriminal 2021 menunjukkan bahwa masyarakat DIY merasa tidak aman ketika berjalan sendirian di malam hari.
Angka kekhawatiran ketika berjalan sendirian di malam hari mencapai 74,3 persen. Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, DIY mencetak angka yang paling tinggi. Sebagai contoh warga metropolitan DKI Jakarta memiliki tingkat kekhawatiran 41 persen. Angka ini adalah yang paling rendah di antara lima provinsi lainnya.
Tingkat kekhawatiran terhadap tindak kriminal terbentuk pada tataran persepsi individu. Rasa tidak aman dapat muncul walau tidak pernah bersinggungan dengan kasus kriminalitas. Hal ini salah satunya dibuktikan dalam jajak pendapat Kompas pada Januari 2022.
Jajak pendapat dilaksanakan pada 12-14 Januari 2022 dan melibatkan 512 responden yang berdomisili di 34 provinsi di Indonesia terkait topik tindak kriminal remaja. Hasilnya, terdapat 84 persen responden berpendapat bahwa tindak kriminal jalanan mengkhawatirkan dan meresahkan. Padahal 62 persen responden mengaku bahwa di lingkungan mereka tinggal tidak pernah ada tindak kejahatan.
Dalam konteks tindak kriminal klitih, walaupun secara frekuensi dapat dikatakan kecil jika dibandingkan dengan jenis kejahatan konvensional lainnya, namun secara sosial membawa dampak yang patut diperhitungkan.
Pekerjaan rumah
Saat ini pemerintah DIY beserta aparat keamanan memiliki dua pekerjaan rumah terkait kriminalitas. Pertama yaitu aparat kemananan harus terus berupaya meningkatkan capaian kerja untuk terus menekan angka tindak kejahatan. Apabila tugas pertama terpenuhi, maka dapat menjadi modal kuat untuk menunjukkan pada publik bahwa kondisi aman dapat terpelihara.
Menumbuhkan rasa aman di benak warga adalah pekerjaan rumah yang kedua. Hal ini sudah diupayakan salah satunya melalui surat edaran yang disampaikan oleh Sultan HB X kepada segenap bupati dan wali kota di DIY terkait penanganan tindak klitih yang meresahkan warga.
Melaui surat edaran yang ditandatangani pada 7 April 2022, Sultan meminta segenap elemen masyarakat DIY untuk ikut serta mendukung lima langkah pencegahan dan penanganan kejahatan jalanan. Langkah pertama yaitu menghimbau warga DIY untuk terus memantau keberadaan anggota keluarganya. Sosialisasi ini melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, jajaran RT, RW, hingga karang taruna.
Langkah kedua yaitu menciptakan aktivitas yang positif untuk mewadahi dinamika remaja. Selanjutnya menggiatkan patrol lingkungan dengan melibatkan jajaran Linmas serta Jaga Warga merupakan langkah yang ketiga.
Langkah keempat mengajak jajaran pemerintah beserta TNI dan Polri untuk memantau aktivitas kerumunan dan pergerakan massa khususnya sekitar waktu tengah malam. Terakhir, langkah kelima yaitu menghimbau supaya bupati dan wali kota menganggarkan aktivitas pencegahan dan penanganan kejahatan jalanan dalam APBD masing-masing.
Di tataran masyarakat, aksi lawan klitih juga diserukan warga Yogya. Pada 3 Januari 2022 warga membubuhkan tanda tangan sebagai pernyataan sikap ‘’Aksi Warga Jogja Lawan Klitih’’ di Titik Nol KM. Cara lain digagas musisi Erix Soekamti dengan menginisiasi ide ''Jogja Gelut Day''.
Acara ini diharapkan menjadi wadah aktualisasi diri bagi anak muda terutama pengikut geng klitih.Menurut Erix Soekamti aksi klitih terjadi karena tidak adanya tempat bagi anak-anak muda untuk mengekspresikan diri. Terlebih di masa pandemi yang membuat ruang ekspresi dan aktivitas publik menjadi terbatas.
Penanganan kejahatan jalanan yang dilakukan anak muda tidak hanya memerlukan langkah tegas dari aspek hukum. Upaya pencegahan aksi kriminal jalanan juga harus dimulai dengan memberikan wadah ekspresi bagi anak-anak muda untuk menyalurkan bakat baik itu musik, olahraga, fotografi, hingga kesenian.
Dengan peran serta seluruh elemen masyarakat DIY, diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang aman, tertib, dan terkendali. Muaranya dapat tumbuh rasa aman di benak penduduk DIY terutama ketika beraktivitas di malam hari. (LITBANG KOMPAS)