Geliat Kaum Muda Berinvestasi
Antusias investasi masyarakat semakin meningkat dengan dominasi investor Milenial dan generasi Z. Meski demikian, literasi keuangan investor muda tetap perlu ditingkatkan demi menjamin keamanan berinvestasi.
Iklim investasi masyarakat di Indonesia kian bertumbuh sekalipun diterjang pandemi Covid-19. Melalui kondisi pandemi, masyarakat justru disadarkan akan pentingnya memiliki dana cadangan yang salah satunya disalurkan melalui berbagai macam jenis investasi.
Lembaga Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI mencatat, jumlah investor saham, reksa dana, Surat Berharga Negara (SBN) dan pasar modal terus meningkat. Jika dilihat dari tren periode 2018 hingga 19 Oktober 2021, rata-rata penambahan jumlah investor pada keempat instrumen investasi itu berkisar 45 persen sampai 82 persen per tahun.
Pertambahan jumlah investor paling pesat justru terjadi pada masa pandemi yakni pada periode 2020 hingga 2021. Hal ini terjadi pada instrumen investasi saham, reksa dana dan pasar modal. Jumlah investor saham meningkat hingga 79,4 persen dari 1,7 juta investor pada 2020 menjadi 3,04 juta pada 19 Oktober 2021.
Investor pasar modal meningkat 71,4 persen dari 3,9 juta menjadi 6,7 juta pada periode yang sama. Sementara pada reksa dana, jumlah investor meningkat hingga 89 persen dari 3,2 juta menjadi 6 juta investor.
Menariknya jika dilihat berdasarkan profil kelompok usia, mayoritas investor pasar modal adalah kelompok usia Milenial muda dan generasi Z dengan kisaran usia maksimal 30 tahun. Tak heran banyak yang mengatakan beberapa tahun ini menjadi eranya kelompok muda berinvestasi.
Kelompok usia itu menyumbang 59,61 persen dari total investor pada 2021. Dominasi Milenial muda dan generasi Z dalam pasar modal ini juga terjadi pada tahun 2020 yakni dengan persentase 54,90 persen.
Jika dibandingkan dengan kelompok usia lain, hanya Milenial muda dan generasi Z yang menunjukkan peningkatan persentase. Pada kelompok usia 31-40 tahun yang menempati urutan kedua proporsi investor terbanyak hanya menyumbang 21,4 persen dari total jumlah investor 2021. Angka tersebut turun dibandingkan 2020 yang nilainya 22,51 persen.
Jika merujuk data tren jumlah investor pasar modal yang dari tahun ke tahun terus bertambah, jumlah investor Milenial muda dan generasi Z pun turut bertambah. Hal ini ditegaskan dengan data jumlah investor ritel pada Agustus 2021. Kelompok usia 18-30 tahun mendominasi investor baru di sektor ritel. Jumlahnya mencapai 684,4 ribu investor.
Preferensi investasi
Setidaknya ada beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan jumlah investor muda. Data-data yang telah disebutkan merupakan data jumlah investor pada instrumen investasi yang banyak dipilih kelompok muda. Hal ini dikuatkan dengan hasil survei Katadata Insight Center yang menyebutkan bahwa generasi Milenial dan generasi Z gencar berinvestasi saham dan reksa dana dalam dua tahun terakhir.
Dengan demikian, bukan berarti generasi X dan Baby Boomers tidak gencar berinvestasi. Tetapi bisa jadi kelompok ini memiliki preferensi berbeda dalam berinvestasi yang mana jenis investasi tersebut tidak tercatat. Misalnya investasi berupa emas, properti, hewan ternak, lahan sawah atau perkebunan.
Preferensi jenis investasi yang dipilih generasi Milenial dan generasi Z ini tidak lepas dari lekatnya mereka pada platform digital. Platform digital ini menyediakan layanan investasi yang sangat mudah digunakan, bahkan memberikan analisis singkat tentang situasi pasar investasi.
Selain itu, syarat dan administrasi yang dibutuhkan untuk mendaftar tidak rumit. Pilihan investasi yang ditawarkanpun sangat beragam. Mulai dari investasi saham, reksa dana, P2P Lending, hingga mata uang kripto dapat diakses hanya melalui telepon pintar.
Platform-platform digital untuk investasi juga membuka kesempatan bagi para investor muda dan pemula untuk berinvestasi mulai dari nilai yang kecil. Hal ini tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi investor muda untuk memulai investasinya sesuai dana yang dimiliki. Dengan demikian, siapapun bisa berinvestasi dengan nilai berapapun.
Tumbuhnya minat berinvestasi pada Milenial dan generasi Z juga dipicu oleh terbukanya informasi seputar investasi. Informasi tersebut dapat dengan mudah didapatkan melalui situs, berita, video yang tersebar melalui internet. Dari sumber-sumber informasi yang ada, media sosial menjadi andalan dalam mendapatkan informasi seputar investasi.
Akun-akun seputar investasi baik secara umum maupun spesifik dapat ditemukan dengan mudah melalui media sosial. Para penggiat keuangan dan investasi yang dikenal dengan influencer financial melalui media sosial menjadi rujukan informasi tentang investasi dan perencanaan keuangan.
Tren media sosial
Salah satu gerakan investasi yang berhasil digaungkan melalui media sosial adalah Financial Independence, Retire Early (FIRE). Gerakan ini mengajak orang untuk menghemat pengeluaran, menambah investasi, merencanakan keuangan demi dapat bebas dari tuntutan keuangan sekaligus keluar dari kewajiban pekerjaan pada usia tertentu. Hal ini menjadi alasan yang tepat bagi seseorang untuk merencanakan keuangannya dengan berpandangan pada pemenuhan kebutuhan masa depan.
Di sisi lain, penggunaan media sosial untuk mencari informasi investasi dapat merugikan investor jika tidak mendalami informasi tersebut. Hal ini berkaitan dengan fear of missing out (FOMO) yang sering membuat generasi Milenial dan generasi Z terhanyut pada tren tertentu. FOMO ini terjadi ketika seseorang cenderung merasa takut ketinggalan tren terbaru.
Baca juga: Investasi: Sebuah Perjalanan
Dalam dunia investasi maupun keuangan, fenomena ini muncul menjadi spesifik dengan sebutan the FOMO Economy. Hal ini dapat membahayakan para investor, terutama pemula karena seringkali FOMO menjadi dasar pengambilan keputusan investasi yang tergesa-gesa dan tanpa pertimbangan. Hanya karena takut tertinggal tren investasi tertentu maka tanpa berpikir panjang seseorang langsung menaruh dananya untuk diinvestasikan.
Misalnya, ada kasus di mana penggiat investasi terkenal menceritakan pengalamannya mendapatkan keuntungan dari pembelian saham X. Tentunya hal ini sangat menarik bagi investor lain dan akhirnya menjadi perbincangan hangat di media sosial maupun di grup percakapan investasi.
Akhirnya banyak yang ikut membeli saham tanpa mengecek detil tentang saham tersebut. Padahal tanpa diketahui lebih lanjut ternyata saham tersebut berada pada tren penurunan dan pada akhirnya malah membuat rugi para investor tadi.
Literasi keuangan
Meskipun kelompok muda lebih dekat dengan media sosial dan platform digital yang menyajikan banyak informasi investasi, bukan berarti mereka berada dalam status aman dalam berinvestasi. Media sosial dan platform digital memang berkontribusi meningkatkan jumlah investor muda. Namun, pengaruh kuat dari informasi yang tersedia di dalamnya dapat menjerumuskan investor dalam kerugian.
Sayangnya tidak setiap investor membekali dirinya dengan pengetahuan dan strategi investasi yang sesuai dengan profil dirinya. Bagi investor muda apalagi pemula, risikonya bertambah dengan adanya FOMO serta banyaknya informasi yang belum tentu benar.
Dengan demikian, peningkatan investor muda perlu diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman literasi keuangan yang kuat. Sebab, tingkat literasi keuangan dan strategi investasi kalangan milenial tergolong rendah. Riset dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan tingkat literasi milenial usia 18-25 tahun hanya 32,1 persen. Sementara pada milenial usia 25-35 tahun sebesar 33,5 persen.
Memulai investasi memang menjadi langkah awal dalam upaya meningkatkan keuangan pribadi. Akan tetapi, hal tersebut belum cukup dalam perencanaan keuangan yang berkelanjutan. Berinvestasipun bukanlah sesuatu yang instan, tetapi butuh pembelajaran, ketekunan serta strategi yang tepat.
Meningkatnya investor muda ditambah kuatnya literasi keuangan menjadi modal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Modal tersebut dapat menjadi keuntungan bagi Indonesia yang sedang sedang memasuki bonus demografi di mana generasi Milenial dan generasi Z menjadi proporsi terbesar populasi penduduk Indonesia. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Milenial, Yuk Investasi di Pasar Modal