Faktor-faktor Pengubah Narasi dalam Perang Rusia-Ukraina
Walau lebih minor dalam hal kekuatan armada tempur, tapi Ukraina sulit ditaklukkan Rusia dalam waktu singkat. Kemampuan bertahan pasukan dan warga Ukraina adalah bangkitnya perlawanan atas dasar nasionalisme.
Di tengah seruan para pemimpin dunia untuk mengakhiri serangan militer terhadap Ukraina, pasukan Rusia terus menggempur basis-basis perlawanan militer Ukraina. Di sisi lain, perkiraan bahwa Ukraina akan mudah “dilibas” dalam serangan militer skala besar ternyata tak terbukti hingga saat ini.
Jika diibaratkan, serangan Rusia negara yang mewarisi alutsista adidaya Uni Soviet laksana beruang menyerang kucing Ukraina yang kalah nyaris dalam semua sektor matra pertahanan. Berdasar peringkat lembaga Global Firepower, Rusia menempati ranking ke-2 dunia sedangkan Ukraina di peringkat ke-22. Bandingkan dengan Indonesia di peringkat ke -15.
Jumlah tentara aktif Ukraina sekitar 200.000 orang, seperempat dari Rusia, dengan anggaran belanja pertahanan tahunan juga 14 kali lebih kecil ketimbang Rusia. Jika runutan data diteruskan, maka akan terlihat bahwa jumlah alutsista Ukraina baik pesawat tempur, heli tempur, tank, peluncur roket, artileri dan lainnya rata-rata puluhan kali lebih kecil ketimbang milik negara Presiden Vladimir Putin.
Dengan seluruh keunggulan komparatif alutsista tersebut, masih ditambah keengganan NATO untuk membantu secara langsung di arena pertempuran melawan Rusia. Kekuatan tempur NATO yang secara proyektif masih di bawah Rusia, dan faktor politik ancaman Presiden Putin untuk berperang secara total (memakai senjata nuklir), membuat anggota NATO hanya bisa menonton negara calon anggotanya digempur siang malam tanpa ampun.
Hasil dari serangan Rusia yang diluncurkan 24 Februari 2022 itu telah mengubah wajah kota-kota besar Ukraina seperti Chernihiv, Kharkiv, Kherson, Mariupol dan ibukota Kiev dari keindahan menjadi puing-puing dan aroma kematian. Kawasan yang saat ini menjadi ajang pertempuran itu tersebar di wilayah Ukraina bagian utara, timur laut, timur, tenggara hingga selatan dan barat daya, mencakup sekitar hampir sepertiga wilayah Ukraina.
Catatan Komisi Hak Asasi Manusia PBB pada hari ke-13 saja, menyebutkan terdapat setidaknya 1.207 korban sipil, termasuk 406 orang tewas dan 801 terluka. Sebagian besar korban sipil berasal dari serangan udara, bom, artileri berat dan peluncur roket yang digunakan tentara Rusia (ohchr.org, 13/3/2022). Angka sebenarnya hari ke-19 serangan saat tulisan ini dibuat pasti lebih tinggi. Lebih dari 2,5 juta orang juga telah meninggalkan Ukraina.
Sementara itu korban militer menunjukkan, pihak Ukraina mengakui telah kehilangan paling tidak 2.500 tentara sedangkan Rusia sejauh ini hanya mengaku kehilangan 498 prajuritnya. Angka versi masing-masing pihak tentu jauh lebih besar daripada angka yang diakui. Sedangkan versi Amerika Serikat memperkirakan sekitar 2.000 hingga 4.000 tentara Rusia telah tewas.
Catatan tentang korban tewas ini cenderung lebih mengukuhkan kemampuan tempur Ukraina, meskipun catatan tentang sasaran militer strategis yang berhasil dihancurkan Rusia memang menunjukkan jumlah alutsista, tangsi militer, kantor pertahanan, hingga bunker milik Ukraina yang jauh lebih banyak dihancurkan senjata negara Beruang Merah.
Perang asimetris
Di balik mirisnya kejadian peperangan yang terjadi antara dua bangsa sesama Slavik tersebut, para analis militer mulai melihat bahwa Rusia dengan ukuran militer yang raksasa dibanding Ukraina, ternyata tak mampu menjalankan agenda cepat penguasaan Ukraina secara menyeluruh.
Selain jumlah korban militer tewas yang relatif lebih besar di pihak Rusia, berbagai rekaman video yang diunggah di media sosial menunjukkan jauh lebih banyak bukti alutsista seperti kendaraan tempur dan senjata seperti tank, kendaraan lapis baja, truk militer, bahkan peluncur roket dan kendaraan pusat kendali yang berhasil dihancurkan atau direbut pihak Ukraina.
Sejumlah analis militer barat seperti Frederick Benjamin "Ben" Hodges III (cepa.org), yang pernah menjadi komandan jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat di Eropa, menyebutkan bahwa peluang perang Rusia-Ukraina kini telah berbalik, dari semula kemenangan di pihak Rusia, menjadi sebuah kontestasi khususnya dalam penguasaan wilayah darat dan udara Ukraina.
Keberhasilan Rusia saat mencaplok wilayah Semenanjung Crimea tahun 2014 tak mampu diulangi lagi. Kecepatan mobilitas prajurit dan alutsista Rusia pada musim semi 2014 itu terlalu mengejutkan pemerintah Ukraina, sehingga merusak kemampuannya untuk membuat keputusan dan memberi perlawanan.
Di wilayah darat, perlawanan Ukraina ternyata jauh lebih besar daripada perkiraan Rusia. Skenario awal bahwa serangan hanya akan berlangsung beberapa hari dengan kemenangan gemilang ternyata salah total. Yang terjadi, pemerintah, aparat hingga warga Ukraina bahu membahu melawan kemajuan posisi tempur pasukan Rusia dengan berbagai alat yang mereka miliki mulai dari penghalang jalan/barikade, senjata api, hingga demonstrasi tangan kosong oleh warga sipil, perempuan, dan orang tua.
Wilayah udara yang diperkirakan akan cepat dikuasai Rusia, dalam kenyataannya juga tak menjadi sebuah arena yang aman bagi pesawat temput negeri beruang besar. Penerbangan pesawat Rusia senantiasa dibayang-bayangi tembakan dari rudal panggul Stinger yang mampu mencapai sasaran berketinggian sekitar 3 kilometer dan melesat hingga 2,5 Mach.
Meski demikian, tertundanya penguasaan ibukota dan kota-kota besar Ukraina tak lepas dari peran sejumlah alutsista yang bernilai sangat strategis dari sudut pandang kinerjanya. Diantaranya adalah pesawat nirawak (drone) Bayraktar 2 dari Turki, rudal panggul Javelin buatan AS, rudal panggul NLAW buatan Swedia-Inggris, termasuk rudal panggul antipesawat Stinger buatan Amerika Serikat.
Baca juga: Saat Rusia Serang Ukraina
Dengan senjata-senjata tersebut, kelemahan kekuatan militer Ukraina yang lemah akibat sudah dihancurkan Rusia bisa dikompensasi dan dimunculkan kembali potensi lethalnya. Dipadukan dengan tingkat moralitas prajurit Ukraina yang rata-rata tinggi dalam membela tanah airnya, membuat efektifitas senjata-senjata itu kian mematikan.
Ratusan tank dan kendaraan tempur Rusia diklaim hancur akibat tembakan rudal-rudal panggul yang sangat praktis itu. Berbeda dengan senjata bazzooka, nama umum untuk senjata panggul anti-tank di era Perang Dunia II, rudal panggul masa kini memiliki bobot ringan hanya berkisar 15-20 kg dengan tingkat akurasi, jarak jangkau dan daya hancur yang jauh lebih tinggi. Tak hanya tank dan alutsista darat, pesawat tempur dan heli tempur bernilai miliaran dollar AS (triliunan rupiah) juga berhasil dijatuhkan Ukraina dalam jumlah yang signifikan.
Nasionalisme bangkit
Bagaimanapun, faktor paling penting dari kemampuan bertahan pasukan Ukraina adalah bangkitnya perlawanan atas dasar nasionalisme bangsa Ukraina. Tak hanya prajurit militer, namun warga sipil juga bangkit kesadaran bela negara dari serangan Rusia.
Kebangkitan rasa nasionalisme ini memberikan bahan bakar bagi kekuatan perlawanan baik dalam strategi, ujung tombak serangan, hingga kalangan sukarelawan. Tayangan televisi setempat menunjukkan bagian terbesar rakyat Ukraina kini semakin yakin bahwa mereka harus membela tanah air sebagaimana mereka membela kehidupan keluarga, dan orang terdekat mereka.
Baca juga: Militer Rusia Mendekati Kiev, Pertempuran Kian Sengit
Hal ini terekam dari berbagai kanal pemberitaan di media sosial seperti “Itv”, “Kanal 13”, “The Enforcer”, “Ozel Harekat TV" dan berbagai kanal lainnya. Seruan patriotisme membela Ukraina dan menyemangati para prajurit yang bertempur sebagai “pahlawan” telah mengubah peta jalan perang Rusia-Ukraina.
Dengan semakin terbukanya mata warga Ukraina bahwa serangan Rusia merupakan sebuah invasi skala penuh dan bukan sekadar “operasi khusus”, maka menjadi basis sosial politik yang kuat bagi gerakan perlawanan rakyat Ukraina. Ini yang menyebabkan meski sudah digempur habis-habisan, berbagai serangan balik dari Ukraina baik dari sipil maupun militer selalu muncul. Sulit dimungkiri, narasi internasional kini semakin menempatkan serangan Rusia ke Ukraina dalam posisi yang kian tersudut. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Rusia Hancurkan Pos Komando Militer Ukraina di Kiev