Memprioritaskan Bali Menyambut Wisatawan Asing
Kebijakan meniadakan karantina bagi turis asing masuk ke Bali agaknya tepat untuk memulihkan ekonomi. Namun, kehati-hatian dalam mencegah kenaikan kasus akibat kebijakan yang longgar ini harus ditingkatkan.
Selama dua tahun pandemi, Bali kehilangan potensi wisatawan mancanegara sebanyak 5 juta-6 juta orang per tahun yang masuk lewat Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Wisatawan mancanegara diharapkan bisa mengalir kembali setelah diputuskannya peniadaan karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri yang masuk ke Bali sejak 7 Maret 2022.
Kebijakan meniadakan karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) di tiga wilayah, yakni Bali, Batam, dan Bintan, mempertimbangkan penurunan kasus baru Covid-19 secara nasional. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata yang terpuruk.
Baca juga : Kelengkapan Fasiltas Kesehatan Dukung Wisata Medis di Bali
Bali menjadi destinasi utama para pelancong yang berwisata ke Indonesia. Sebelum pandemi, sekitar 60 persen dari total wisatawan asing yang masuk lewat pintu udara mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Tahun 2019 jumlahnya tercatat 6.239.543 wisatawan asing (63 persen). Angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 6.025.760 orang (59 persen). Februari 2020 menjadi bulan terakhir Bandara Ngurah Rai beraktivitas secara normal. Pada bulan itu masih tercatat 358.929 wisatawan asing mendarat di Bandara Ngurah Rai.
Setelah kasus pertama Covid-19 teridentifikasi di Bali pada 11 Maret 2020, terjadi penurunan jumlah turis asing yang masuk lewat bandara. Pada bulan Maret 2020 hanya tercatat 166.388 turis asing mendarat di bandara. Jumlah tersebut turun 53,6 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pada bulan berikutnya jumlahnya anjlok menjadi 273 orang.
Pemerintah resmi melarang warga negara asing masuk ke Indonesia atau transit untuk sementara waktu sejak 2 April 2020. Hal itu dilandasi oleh Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara RI. Seluruh bandara internasional menjalankan aturan tersebut. Tujuannya tak lain untuk memutus rantai penularan wabah Covid-19 di Tanah Air.
Setelah kasus pertama Covid-19 teridentifikasi di Bali pada 11 Maret 2020, terjadi penurunan jumlah turis asing yang masuk lewat bandara.
Negara-negara lain telah lebih dulu memberlakukan pembatasan perjalanan. Akibatnya, jumlah wisatawan asing yang masuk lewat Bandara Ngurah Rai sepanjang 2020 merosot 83 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi hanya 1.059.198 orang.
Di tahun 2021, jumlahnya lebih merosot lagi menjadi hanya 43 orang. Tiga bulan berturut-turut, yakni bulan Juli-September 2021, bahkan tidak ada satu pun turis asing yang mendarat di Bandara Ngurah Rai. Begitu juga pada bulan Desember 2021.
Tahun 2020 menjadi tahun yang cukup kelam bagi Bali yang menggantungkan perekonomian pada sektor pariwisata. Dalam struktur perekonomian Bali, kontribusi sektor penyediaan akomodasi dan makan minum di masa sebelum pandemi porsinya terbesar, yakni di kisaran 23 persen pada tahun 2018 dan 2019.
Di tahun pertama pandemi, tahun 2020, porsinya langsung menurun menjadi sekitar 18 persen. Porsinya semakin mengecil pada tahun 2021 menjadi sekitar 16 persen.
Akibat pandemi, perekonomian Bali pada tahun 2020 secara makro terkontraksi sebesar 9,33 persen, turun lebih dalam dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang terkontraksi 2,07 persen.
Pada tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Bali masih negatif, yaitu minus 2,47 persen, juga lebih rendah dibandingkan dengan nasional yang sudah mulai pulih di angka 3,69 persen.
Baca juga : Antusiasme Pariwisata Bali Menyambut Pelonggaran
Bali vs nasional
Bali sebenarnya termasuk provinsi dengan performa pengendalian pandemi Covid-19 cukup baik. Akan tetapi, hal itu belum mampu mengangkat perekonomiannya lebih baik dibandingkan dengan kondisi nasional. Gerak pemulihan Bali untuk segera kembali seperti sebelum pandemi agak lambat sehingga membutuhkan strategi khusus untuk bangkit.
Berdasarkan parameter Indeks Pengendalian Covid-19 atau IPC yang dibuat Kompas, selama periode gelombang kedua pandemi akibat varian Delta melanda, skor IPC Bali mampu dengan cepat mengungguli skor rata-rata nasional sejak 20 September 2021. Artinya, situasi pandemi di Bali lebih cepat terkendali dibandingkan dengan banyak provinsi lainnya.
Secara nasional, periode pandemi gelombang kedua akibat varian Delta terjadi sejak pertengahan Mei 2021 hingga pertengahan September 2021. Dengan kata lain, gelombang varian Delta terjadi selama lebih kurang empat bulan.
Puncak tertinggi kasus terkonfirmasi positif harian nasional terjadi pada tanggal 15 Juli 2021 dengan jumlah 56.757 kasus per hari. Setelah itu penambahan kasus positif baru mulai menurun.
Bali sebenarnya termasuk provinsi dengan performa pengendalian pandemi Covid-19 cukup baik.
Di Bali, periodisasi gelombang kedua akibat varian Delta terjadi sedikit lebih singkat dibandingkan dengan nasional. Namun, waktunya bergeser, yakni sejak pertengahan Juni 2021 hingga awal Oktober 2021.
Selama periode tersebut, puncak tertinggi kasus terkonfirmasi positif harian di Bali terjadi pada 13 Agustus 2021 dengan jumlah 1.910 kasus per hari. Itu sebabnya sejak minggu ketiga September skor IPC Bali lebih tinggi dibandingkan dengan skor nasional.
Baca juga : Membaca Asa Pariwisata Bali dari Kacamata Pengendalian Pandemi
Sementara itu, periodisasi gelombang ketiga Covid-19 akibat varian Omicron di Bali juga terjadi lebih singkat dibandingkan dengan kondisi nasional.
Kenaikan jumlah kasus di Bali terjadi sejak minggu terakhir Januari 2022. Pada awal Maret 2022, tambahan kasus harian sudah turun kembali ke posisi seperti di akhir Januari. Gelombang ketiga varian Omicron di Bali hanya berlangsung sekitar lima minggu.
Hal ini menunjukkan kecepatan Bali dalam mengendalikan gelombang ketiga jauh lebih cepat dibandingkan dengan kondisi nasional. Peningkatan kasus akibat varian Omicron secara nasional mulai merangkak sejak awal Januari 2022.
Kecepatan Bali dalam mengendalikan gelombang ketiga jauh lebih cepat dibandingkan dengan kondisi nasional.
Meski per 11 Maret 2022 penambahan kasus harian sudah menunjukkan penurunan, jumlahnya belum kembali ke posisi seperti awal Januari. Terhitung sejak terdeteksinya varian Omicron di Indonesia pada pertengahan Desember 2021, gelombang ketiga sudah berlangsung hampir tiga bulan.
Perbedaan lainnya adalah pada puncak gelombang ketiga di Bali dan secara nasional. Angka kasus harian tertinggi gelombang ketiga di Bali terjadi pada 9 Februari dengan jumlah 2.556 kasus. Angka ini melampaui jumlah kasus tertinggi saat gelombang kedua akibat varian Delta tahun lalu.
Sementara puncak tertinggi kasus Omicron secara nasional terjadi pada 16 Februari 2022 dengan jumlah 64.718 kasus, juga lebih tinggi dibandingkan dengan puncak kasus tertinggi ketika gelombang kedua varian Delta tahun lalu.
Dengan lebih dahulu mengalami puncak kasus tertinggi varian Omicron, skor IPC Bali sudah berhasil membaik pada minggu ketiga Februari 2022, sementara skor nasional baru membaik dua minggu setelahnya, yakni minggu pertama Maret 2022.
Baca juga : Bali Tanpa Karantina, Protokol Kesehatan Tetap Dijalankan
Modal dan Ancaman
Dengan kemampuan kecepatan Bali mengendalikan dua gelombang varian Covid-19 yang lebih baik, di atas kertas seharusnya hal itu bisa menjadi modal untuk perekonomian Bali lebih cepat pulih dan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan nasional. Bahkan, lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelum pandemi.
Sayangnya, hal itu belum terjadi. Variabel wisatawan asing agaknya menjadi penentu perekonomian Bali. Sebab, dengan dollar yang dibawa masuk dan dihabiskan di Bali, akan memutar roda-roda perekonomian lebih kencang. Dampak berganda kedatangan turis asing akan lebih besar.
Kebijakan meniadakan karantina bagi turis asing masuk ke Bali agaknya tepat untuk memulihkan ekonomi. Namun, kehati-hatian dalam mencegah kenaikan kasus akibat kebijakan yang longgar ini harus ditingkatkan. Jika lonjakan kasus kembali terjadi, kebijakan pembatasan tidak mustahil akan diberlakukan kembali.
Merujuk pada pendapat WHO dan sejumlah ahli epidemiologi, pandemi saat ini masih jauh dari kata usai. Penurunan kasus yang terjadi di banyak negara, termasuk di Indonesia, disinyalir lebih karena berkurangnya jumlah pengujian kasus baru.
Kebijakan meniadakan karantina bagi turis asing masuk ke Bali agaknya tepat untuk memulihkan ekonomi. Namun, kehati-hatian dalam mencegah kenaikan kasus akibat kebijakan yang longgar ini harus ditingkatkan.
Dengan kebijakan-kebijakan pelonggaran yang dilakukan di banyak negara atau tempat, kita tidak sepenuhnya tahu bagaimana penyebaran dan evolusi dari virus penyebab Covid-19 saat ini. Kemunculan varian baru masih menjadi ancaman. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Menumpas Korona dari Pulau Dewata