Pemulihan yang Tertunda dan Peluang Bangkitnya Pariwisata 2022
Penanganan Covid-19 menentukan cepat lambatnya pemulihan pariwisata global. Saat ini, vaksinasi yang cepat dan merata menjadi faktor yang paling berkontribusi untuk pemulihan pariwisata dunia.
Gelombang Covid-19 varian Omicron kembali menunda pemulihan pariwisata nasional. Meski demikian, sejumlah hal perlu disiapkan untuk memastikan pariwisata yang aman agar siap ketika aktivitas berwisata marak kembali.
Pemulihan pariwisata global kembali tertunda karena lonjakan kasus Covid-19 yang disebabkan varian Omicron. Tepat dua tahun sejak pandemi Covid-19 menyebar, infeksi virus Omicron membuat penambahan kasus Covid-19 tidak terkendali. Bahkan, jumlahnya melebihi rekor lonjakan kasus varian Delta sehingga memaksa pemerintah di seluruh negara membatasi perjalanan dan aktivitas masyarakatnya.
Akibatnya, optimisme pemulihan pariwisata yang sempat dicapai pada 2021 kembali tertahan. Meskipun masih jauh dari harapan, Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) mencatat jumlah kedatangan wisatawan internasional meningkat 4 persen dibandingkan dengan 2020.
Di Indonesia, jumlah kunjungan wisatawan internasional sempat membaik dalam tiga bulan terakhir 2021. Peningkatan kunjungan turis asing mulai terjadi pada Oktober 2021 dengan 146.100 wisatawan. Tren tersebut berlanjut hingga November dan Desember dengan jumlah kunjungan wisatawan asing 150.600 dan 163.600 orang.
Meskipun ada peningkatan, peningkatan kunjungan di triwulan akhir 2021 tersebut belum mampu mendongkrak bisnis pariwisata dalam periode satu tahun. Pada 2021, total kunjungan wisatawan mancanegara justru menurun hingga 62 persen dibanding 2020. Pada 2020, tercatat 4,05 juta turis asing berwisata ke Indonesia. Kemudian pada 2021 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara hanya 1,55 juta orang.
Anjloknya kunjungan wisatawan mancanegara ini dipicu oleh beberapa hal, seperti pembatasan masuknya warga negara asing ke Indonesia pada periode tertentu, persyaratan perjalanan yang ketat, situasi pandemi yang belum stabil, serta kurangnya kepercayaan wisatawan terhadap penanganan Covid-19 di Indonesia. Apalagi, tahun lalu lonjakan kasus Covid-19 karena varian Delta memperburuk kondisi pandemi di Tanah Air.
Faktor pemulihan
Tantangan serupa kini harus dihadapi kembali di tengah lonjakan kasus Omicron. Merespons hal tersebut, UNWTO melalui Panel Ahli Pariwisata tentang Dampak Covid-19 terhadap Pariwisata dan Perkiraan Waktu Pemulihan memetakan hambatan dan hal-hal yang dapat ditingkatkan untuk pemulihan pariwisata.
Dalam kegiatan tersebut, sejumlah ahli disurvei untuk mengetahui pendapatnya tentang dampak pandemi Covid-19 terhadap pariwisata dan seberapa lama pariwisata dapat pulih kembali.Menurut mayoritas ahli dalam survei Januari 2022, terdapat tiga hal yang dapat menghambat pemulihan pariwisata pada 2022.
Sebanyak 83 persen ahli menyebutkan pembatasan perjalanan menjadi faktor yang menghambat pemulihan pariwisata internasional. Hal penting yang dianggap memengaruhi situasi pariwisata internasional adalah pencegahan penularan virus yang lambat (59 persen) dan kepercayaan konsumen rendah (52 persen).
Selain itu, panel ahli juga menyebutkan tiga faktor lain yang tidak kalah penting. Pertama, situasi kondisi ekonomi yang dirasa penting oleh 36 persen ahli. Dua lainnya adalah kurangnya koordinasi respons antarnegara (26 persen) dan lambatnya operasional penerbangan (25 persen).
Dari keenam faktor tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa penanganan Covid-19 suatu negara menentukan cepat lambatnya pemulihan pariwisata internasional. Hal ini menjadi dilematis karena sejumlah tantangan itu merupakan dampak dari pengendalian penularan virus Covid-19. Misalnya, pembatasan perjalanan akan tetap diterapkan untuk mencegah penularan virus dari luar negeri.
Maka dari itu, 70 persen ahli menganggap penyediaan dan pelayanan vaksinasi secara cepat dan merata menjadi faktor yang paling berkontribusi untuk pemulihan pariwisata dunia. Alasan utamanya adalah vaksinasi penting untuk mencegah penularan dan mengurangi tingkat keparahan penyakit akibat Covid-19.
Alasan lain yang menjadikan vaksinasi sebagai kunci utama pemulihan pariwisata adalah saat ini vaksinasi telah digunakan sebagai persyaratan perjalanan dalam negeri dan antarnegara. Pelaku perjalanan wajib menunjukkan bukti telah divaksin jika akan melakukan perjalanan dalam negeri dan luar negeri. Paspor vaksin pun muncul menjadi salah satu dokumen wajib bagi di sejumlah negara untuk pelaku perjalanan.
Relaksasi bagi pelaku perjalanan yang sudah divaksin banyak diberikan di sejumlah negara. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan konsumen yang pada akhirnya akan memunculkan kepastian pariwisata yang aman.
Selain vaksinasi, 63 persen ahli juga beranggapan pencabutan aturan pembatasan perjalanan dan koordinasi protokol kesehatan antarnegara penting untuk dilakukan demi memperbaiki sektor pariwisata. Hal lain yang dianggap penting oleh ahli adalah informasi protokol kesehatan yang jelas, layanan tes Covid-19 yang terjangkau, dan penggunaan teknologi digital untuk memastikan mobilitas penduduk dapat berjalan aman.
Wisatawan domestik
Dengan situasi pandemi yang masih belum pasti kapan berakhir, sejumlah faktor yang mendorong pemulihan pariwisata tersebut perlu diterapkan dalam pengelolaan pariwisata di Indonesia. Pengelola tempat wisata, baik dari swasta, pemerintah, maupun kelompok masyarakat, diarahkan untuk menyediakan layanan dan fasilitas di tempat wisata sesuai dengan protokol kesehatan.
Kemudahan untuk memperoleh informasi, layanan tes Covid-19, seta jaminan keamanan dan keselamatan selama berwisata juga menjadi bagian dari pengelolaan pariwisata di masa pandemi. Bagaimanapun, pengelolaan pariwisata tidak hanya mencakup pengelola dan wisatawan, tetapi juga berhubungan dengan akses informasi, infrastruktur, fasilitas publik, dan masyarakat sekitar. Apalagi, di masa pandemi, keamanan dan keselamatan menjadi faktor penting bagi wisatawan untuk berani berwisata.
Kementerian Pariwisata telah menetapkan standar kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan (CHSE) sebagai acuan untuk mengelola pariwisata di masa pandemi. Penerapan standar ini diikuti dengan proses sertifikasi oleh pelaku atau obyek usaha pariwisata. Dengan sertifikasi tersebut, obyek pariwisata terjamin penerapan protokol kesehatannya sehingga wisatawan tidak perlu khawatir tentang keamanan dan kenyamanan ketika berwisata.
Meskipun kunjungan wisatawan mancanegara belum dapat diandalkan untuk pemulihan pariwisata nasional, mempersiapkan tempat wisata sesuai dengan standar pengelolaan di masa pandemi bermanfaat untuk menarik wisatawan lokal. Apalagi, mereka inilah yang menopang pemulihan pariwisata Indonesia di masa pandemi.
Jumlah perjalanan wisatawan domestik di Tanah Air meningkat pada 2021 dibandingkan 2020. Pada 2021, tercatat 198 juta-220 juta pergerakan wisatawan domestik. Sementara pada 2020 tercatat 193,2 juta perjalanan pelancong domestik.
Selain itu, sekalipun kondisi pandemi masih berkecamuk, masih ada keinginan dari masyarakat untuk berwisata. Survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 17-30 Januari 2022 kepada 1.200 responden di 34 provinsi merekam keinginan masyarakat untuk berwisata di tengah pandemi.
Sebanyak 18,7 persen responden menyatakan bahwa berwisata dalam negeri menjadi kegiatan yang penting untuk segera dilakukan. Enam persen responden juga menyatakan keinginannya untuk segera berwisata di luar negeri. Sementara 4,5 persen responden memilih menginap di hotel sebagai kegiatan yang penting untuk segera dilakukan.
Baca juga: Upaya Pariwisata Bali Bangkit
Hal ini menjadi modal untuk pemulihan pariwisata pada 2022. Ketika penyebaran virus mulai terkendali, jumlah kasus menurun, serta cakupan vaksinasi merata dan meningkat, aktivitas berwisata akan meningkat. Sama seperti setelah gelombang Delta, fenomena travel revenge atau wisata balas dendam akan sangat mungkin terjadi kembali.
Karena itu, kesiapan pengelolaan pariwisata yang aman dan nyaman harus dipastikan agar kenaikan permintaan betul-betul berdampak positif bagi pemulihan pariwisata. Apalagi, sebentar lagi sejumlah agenda besar dunia akan dilaksanakan di Indonesia, seperti kejuaraan balap sepeda motor dunia MotoGP dan KTT G-20. Jangan sampai kelalaian dalam mengelola pariwisata sesuai standar keamanan pandemi di tengah meningkatnya permintaan malah membuat pandemi memburuk dan membuat pariwisata merugi.(LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Membaca Skenario Pariwisata Indonesia