Menapaki Pemulihan Bisnis Penerbangan Indonesia 2022
Penerbangan dunia masih berupaya keras untuk pulih setelah dihantam krisis pandemi. Asia Pasifik termasuk Indonesia merupakan wilayah terberat yang menjalani pemulihan bisnis penerbangan.
Pandemi Covid-19 memberi pukulan telak bagi bisnis penerbangan dunia. Sebagian industri penerbangan diperkirakan dapat pulih pada akhir tahun ini, tetapi ada juga yang masih harus berjuang hingga 2024. Bisnis penerbangan di Indonesia butuh waktu lebih panjang untuk pulih.
Momen pandemi Covid-19 merupakan pukulan paling berat bagi penerbangan komersial dunia sepanjang sejarah. Publikasi dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) menunjukkan bahwa pada 2020, pasar transportasi udara secara global turun hingga 60 persen dibanding 2019.
Sebelum krisis pandemi Covid-19, bisnis penerbangan, baik dalam skala regional maupun internasional, pernah melalui beberapa krisis global. Sejumlah krisis itu, antara lain, krisis minyak global (1970-an), perang Iran-Irak (1980-an), Perang Teluk (1990-1991), krisis moneter di Asia (1997-1998), aksi terorisme di AS pada September 2001, wabah SARS (2002-2004), dan krisis finansial dunia pada 2008.
Namun, sederet krisis tersebut dampaknya tidak ada yang lebih berat dibandingkan dengan krisis akibat pandemi Covid-19. Saat krisis finansial global, misalnya, 150 maskapai penerbangan terbesar dunia mengalami kerugian operasional hingga 15 miliar dollar AS pada 2008. Dampak krisis juga membuat keuangan 13 maskapai penerbangan Amerika Serikat menyusut drastis. Semua maskapai penerbangan AS, kecuali Southwest, mengurangi kapasitas penerbangan mereka.
Gejolak bisnis penerbangan saat krisis 2008 tersebut masih lebih baik kondisinya dibandingkan dengan saat krisis pandemi Covid-19 sekarang. Secara umum, dampak terdalam krisis 2008 dirasakan oleh maskapai AS dan sebagian Eropa. Namun, saat krisis pandemi sekarang, dampaknya dirasakan di seluruh dunia.
Krisis pandemi juga telah berjalan lebih dari dua tahun. Dampak global menunjukkan, jumlah penumpang pesawat selama masa pandemi (2020) berada di angka 1,8 miliar penumpang. Padahal, jumlah penumpang sebelum pandemi (2019) mencapai 4,5 miliar penumpang.
Hiruk pikuk penumpang di tengah pandemi setara dengan volume penerbangan dunia pada 2000 silam atau 22 tahun lalu. Data anjloknya jumlah penumpang maskapai penerbangan dunia dapat menjadi gambaran seberapa terjal perjuangan maskapai untuk kembali meraih posisi seperti sebelum pandemi.
Kerja keras dunia untuk bangkit dari pandemi mulai membuahkan hasil seiring adaptasi masyarakat dunia dengan protokol kesehatan. Wabah yang kian terkendali membuat aktivitas masyarakat kembali bergerak, termasuk dibukanya perbatasan antarnegara. Situasi ini membuat bisnis penerbangan global kembali membaik.
Jumlah penurunan penumpang maskapai dunia pada 2021 berkurang 49 persen dibanding pada 2019. Kondisi ini menunjukkan mulai tumbuhnya penumpang pesawat dunia walau masih jauh dari kondisi normal seperti sebelum pandemi.
ICAO memproyeksikan pada 2022 selisih jumlah penumpang dengan 2019 berada di rentang minus 29 persen hingga minus 33 persen. Apabila tren perbaikan kondisi pasar penerbangan sesuai proyeksi, pada 2024 besar kemungkinan bisnis penerbangan dunia kembali seperti sebelum masa pandemi.
Kawasan
Namun, prediksi pemulihan situasi global tersebut tidak dapat disamaratakan di setiap regional. Setiap kawasan memiliki tantangan. Terdapat enam regional yang dianalisis oleh ICAO, yaitu Afrika, Asia Pasifik, Eropa, Amerika Latin dan Karibia, Timur Tengah, serta Amerika Utara. Dari keenam region, Asia Pasifik adalah wilayah dengan tantangan pemulihan yang paling terjal.
Berdasarkan skenario paling optimistis, diproyeksikan pada akhir 2022 jumlah penumpang pesawat di region Asia Pasifik berada di angka minus 44 persen dibanding 2019. Kondisi Asia Pasifik adalah yang paling rendah dibandingkan dengan Timur Tengah (minus 36 persen), Eropa (minus 30 persen), Afrika (minus 25 persen), Amerika Utara (minus 9,4 persen), serta Amerika Latin dan Karibia (minus 8 persen).
Analisis yang dilakukan ICAO memberi gambaran umum proyeksi dinamika perusahaan penerbangan yang terus berupaya bangkit pada 2022. Penerbangan Indonesia yang masuk dalam regional Asia Pasifik masih berada dalam fase pemulihan terdalam.
Tantangan pemulihan kinerja penerbangan Indonesia juga tecermin dari normalcy index atau indeks kenormalan yang dipublikasikan oleh The Economist. Salah satu indikator indeks yang disajikan adalah tentang aktivitas penerbangan di 50 negara, termasuk Indonesia, yang disusun berdasarkan data aktivitas penerbangan dari ICAO.
Indeks disajikan dalam skala 0 hingga 100 dengan angka 100 sebagai acuan kondisi kenormalan sebelum pandemi melanda. Apabila angka semakin mendekati 100, artinya dinamika aktivitas penerbangan di suatu negara dapat dikatakan semakin mendekati normal.
Hingga 5 Februari 2022, indeks aktivitas penerbangan di Indonesia berada di angka 9. Dilihat dalam lingkup regional Asia Tenggara, indeks Indonesia terbilang rendah dibandingkan dengan Thailand (12 poin) dan Filipina (22 poin). Skor yang dicapai Filipina merupakan indeks aktivitas penerbangan yang paling tinggi di antara negara-negara ASEAN lainnya.
Selama masa pandemi, capaian tertinggi indeks aktivitas penerbangan Indonesia berada di skor 10. Angka ini menandakan bahwa animo masyarakat untuk terbang dalam rata-rata setahun masih stagnan di posisi rendah.
Namun, lonjakan penumpang yang dipicu oleh momentum liburan akhir tahun tersebut belum mampu mendongkrak bisnis penerbangan dalam periode satu tahun. Masih lesunya kondisi penerbangan dapat dilihat dari data jumlah penumpang pesawat domestik 2020 dan 2021.
Pada 2020 terdapat 32,5 juta penumpang, sedangkan angka ini turun menjadi 30 juta penumpang pada 2021. Apabila mengacu pada jumlah penumpang sebelum pandemi (76,4 juta), dapat dikatakan volume penumpang domestik tahun 2021 hanya 40 persen dari kondisi normal.
Faktor pendorong
Kondisi-kondisi tersebut memberi gambaran perlunya upaya kerja keras penerbangan nasional kembali bangkit seperti sebelum pandemi. Pengendalian pandemi Covid-19 menjadi syarat dasar upaya pemulihan bisnis penerbangan Indonesia. Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Bayu Susanto memprediksi bahwa tahun ini jumlah penumpang pesawat di Indonesia 60 juta hingga 70 juta penumpang.
Menilik data jumlah penumpang penerbangan domestik dari Berita Resmi Statistik BPS Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional, prediksi angka penumpang tersebut dapat dikatakan mendekati dengan jumlah penumpang sebelum pandemi melanda. Terdapat 76,4 juta penumpang yang melakukan penerbangan domestik sepanjang 2019.
Namun, untuk dapat mewujudkan harapan 60 juta penumpang pesawat pada 2022, perlu ada peningkatan jumlah penumpang 100 persen tahun ini. Ada beberapa faktor pendorong yang dapat dilakukan pemerintah dan dunia penerbangan dalam meningkatkan jumlah penumpang.
Salah satu faktor kunci peningkatan volume mobilitas adalah keamanan dan kesehatan dalam perjalanan di masa pandemi. Vaksinasi menjadi faktor pendorong kepercayaan diri masyarakat supaya merasa aman bepergian.
Hingga 21 Februari 2022, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, cakupan vaksinasi dosis pertama mencapai 91 persen dari target, sedangkan vaksin dosis kedua mencapai 68 persen. Apabila vaksinasi terus dilakukan dan dipercepat, bisa jadi masyarakat akan merasa lebih leluasa bepergian walau masih dengan penerapan protokol kesehatan.
Selain vaksinasi, perlu diperhatikan juga faktor minat dan tujuan calon penumpang untuk memilih transportasi udara. Survei terhadap minat dan harapan penumpang pesawat dilakukan oleh Inmarsat Aviation pada 2021 yang melibatkan 10.110 responden di seluruh dunia. Sebanyak 503 responden di antaranya berasal dari Indonesia.
Hasil survei mengungkap bahwa 69 persen motivasi penumpang pesawat di Indonesia adalah berlibur. Hal ini perlu diantisipasi oleh maskapai penerbangan apabila kondisi pandemi di tahun ini semakin aman, bisa jadi akan muncul fenomena travel revenge. Orang akan berbondong-bondong pergi berlibur untuk memenuhi keinginan berwisata yang sudah lama tertunda.
Baca juga: Minat Tinggi Penumpang Menjadi Tumpuan Pemulihan Maskapai Dunia
Faktor lain adalah peluang di pasar penerbangan domestik. Hasil survei juga menemukan sebanyak 74 persen responden Indonesia menyatakan hanya akan melakukan penerbangan domestik selama pandemi belum usai. Temuan ini dapat digunakan oleh maskapai Indonesia dan pelaku usaha
wisata dengan memberi perhatian lebih pada pasar penerbangan domestik dan tujuan wisata.
Kendati proyeksi pemulihan penerbangan di wilayah Asia Pasifik, termasuk di Indonesia, diperkirakan akan lebih lambat dibanding kawasan lain, setidaknya masih ada harapan pertumbuhan pada 2022 melalui bisnis penerbangan domestik dan wisata dalam negeri. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Jelajah Penerbangan di Masa Pandemi Covid-19