Pemerintah perlu menghadirkan sistem pendukung yang menjamin kehidupan di masa tua atau di masa pensiun bagi warganya. Hal ini penting agar tidak ada kekhawatiran bagi pekerja ketika memasuki masa pensiun.
Oleh
Gianie
·5 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Aparatur sipil negara yang akan segera pensiun ataupun yang sudah pensiun tertawa lepas saat komedian Cak Lontong dan Nur Akbar menghibur mereka dalam acara Program Wirausaha ASN dan Pensiunan di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/1/2019). Kegiatan ini sebagai ajang untuk menyiapkan ASN agar bisa berwirausaha setelah pensiun serta menampilkan juga produk-produk yang dihasilkan pensiunan ASN. Kegiatan ini dihadiri Presiden Joko Widodo.
Mewujudkan kehidupan di masa pensiun yang layak dan nyaman bukan hanya dengan mengumpulkan dana atau tabungan sebanyak-banyaknya. Di luar itu, perlu dibangun lingkungan dan fasilitas sosial-ekonomi menjadi sistem pendukung (support system) untuk kehidupan di masa pensiun.
Di bayangan banyak orang, masa pensiun bisa jadi merupakan masa keemasan buah dari perjalanan karier yang diupayakan sejak masa muda. Namun, masa pensiun dinikmati tidak selalu dan tidak perlu dengan kemewahan.
Menghabiskan masa pensiun di daerah dengan cuaca bagus, layanan kesehatan yang baik, dan biaya hidup murah adalah kemewahan yang paling mendasar bagi para pensiunan yang menginjak lansia.
Adagium masa pensiun perlu dipersiapkan memang ada benarnya. Besarnya tabungan yang dimiliki menjadi insentif untuk kehidupan masa pensiun yang diimpikan. Namun, gambaran yang ideal mungkin sulit dijangkau oleh semua orang. Terutama bagi yang tabungannya tidak besar atau dananya pas-pasan.
The Annual Global Retirement Index 2022 yang dilansir oleh International Living pada awal Januari lalu mengungkap negara-negara di Eropa dan Amerika Tengah yang menjadi tempat terbaik untuk menjalani masa pensiun. Kriteria yang menjadi syarat untuk jadi tempat terbaik tersebut tidak muluk-muluk dan jauh dari gemerlap.
Jika dirangkum, kriterianya antara lain tempat dengan cuaca bagus, layanan kesehatan yang baik untuk setiap keluhan yang dirasakan kaum lansia, ketersediaan hiburan, serta biaya hidup yang murah.
Lima terbesar tempat terbaik di dunia untuk masa pensiun versi International Living berturut-turut diduduki oleh Panama, Kosta Rika, Meksiko, Portugal, dan Ekuador. Di lima urutan selanjutnya ada Kolombia, Perancis, Malta, Spanyol, dan Uruguay.
Ada sepuluh kriteria yang menjadi penilaian terpilihnya negara-negara tersebut, antara lain perumahan, benefit, visa atau izin tinggal, hiburan, dan pengembangan yang dibutuhkan. Selain itu juga terkait cuaca, layanan kesehatan, pemerintahan yang tidak berbelit-belit, kesempatan, dan biaya hidup.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pensiunan menerima uang pensiun di Kantor Pos Besar Yogyakarta, Jalan Panembahan Senopati, Yogyakarta, DI Yogyakarta. Pensiun bagi sebagian masyarakat berarti menikmati hasil kerja.
International Living hanya meranking 25 lokasi/negara. Jumlah 25 lokasi/negara tersebut termasuk Bali yang mewakili Indonesia. Bali berada di urutan ke-16 dengan skor moderat 69 (skala 0–100). Dari 10 kriteria, Bali unggul dalam hal biaya hidup yang murah dan hiburan yang tersedia. Soal biaya hidup, Bali mendapat skor 95, tertinggi kedua dan hanya dikalahkan oleh Vietnam yang mendapat skor 96.
Di kawasan Asia, posisi Bali masih kalah dibandingkan Thailand yang berada di urutan ke-11 (skor 72,9), Kamboja di urutan ke-14 (skor 72,3) , dan Malaysia di urutan ke-15 (skor 72). Thailand unggul di kriteria biaya hidup dan kemudahan memperoleh visa/izin tinggal.
Kamboja, sama dengan Indonesia, unggul di kriteria biaya hidup dan hiburan. Sementara Malaysia unggul di kriteria biaya hidup dan pengembangan. Adapun Vietnam berada di urutan ke-18 dengan skor 68,3.
Bagaimana menjalani keseharian di masa pensiun masih menjadi kekhawatiran utama para pensiunan, terutama terkait dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Itu sebabnya, berada di daerah dengan biaya hidup murah menjadi salah satu pertimbangan utama.
Tidak memiliki dana yang cukup di masa tua menjadi masalah utama yang universal. Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) pernah menyampaikan bahwa 51 persen pekerja khawatir tidak menghasilkan uang yang cukup untuk menjalani hidup di masa pensiun (22/10/2019).
Hal itu lumrah karena di masa pensiun banyak orang ingin melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, lepas dari pekerjaan. Kegiatan itu antara lain melakukan perjalanan ke berbagai destinasi wisata (traveling), menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga dan teman, mengerjakan hobi baru, atau bahkan sekadar menjadi sukarelawan untuk kegiatan tertentu.
Tidak memiliki dana yang cukup di masa tua menjadi masalah utama yang universal.
Kecukupan dana sangat diperhitungkan untuk melakukan hal-hal tersebut. Sebuah penelitian AAG yang dilansir WEF (3/2/2022) mengenai biaya di masa pensiun menyebutkan, satu dari empat responden (25 persen) di Amerika Serikat meyakini bahwa mereka membutuhkan setidaknya 1 juta dollar Amerika Serikat untuk menjalani kehidupan pensiun yang nyaman dan menyenangkan.
Jika dirupiahkan, nilainya tidak kurang dari Rp 14 miliar. Hanya 7 persen responden yang menyatakan cukup dengan uang tidak lebih dari 25.000 dollar AS atau setara Rp 350 juta untuk masa pensiun yang layak.
Berkebalikan dengan aliran orang yang ingin pensiun lepas dari pekerjaan yang menimbulkan tekanan dan bersenang-senang, terdapat sebagian orang lainnya yang ingin tetap bekerja meski sudah memasuki masa pensiun. Disebutkan, 59 persen pekerja di Italia, AS, dan Australia berharap tetap bekerja meski sudah pensiun (WEF, 22/10/2019).
Sementara di Belanda, hanya 32 persen yang mengharapkan hal sama. Angka yang lebih rendah ini kemungkinan disebabkan oleh sudah baiknya sistem pendukung pensiun di ”negara kincir angin” tersebut, bahkan salah satu yang terbaik di dunia.
Di Indonesia, data dari Badan Pusat Statistik memperlihatkan hampir 15 juta orang yang berusia 60 tahun ke atas masih bekerja, baik di sektor formal maupun nonformal. Jumlah ini adalah 11,4 persen dari total penduduk yang bekerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional pada Agustus 2021.
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan kondisi tahun 2019. Di tahun sebelum pandemi itu, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas yang masih bekerja tercatat sebanyak 12,9 juta orang atau 10,2 persen dari total penduduk yang bekerja. Di tahun 2020, jumlahnya menjadi 14,7 juta orang (11,5 persen).
Terpukulnya perekonomian akibat pandemi Covid-19 rupanya telah memaksa penduduk lansia tetap bekerja untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang biayanya cenderung naik.
Terpukulnya perekonomian akibat pandemi Covid-19 rupanya telah memaksa penduduk lansia tetap bekerja untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang biayanya cenderung naik. Meskipun terdapat kemungkinan sebagian kecil tetap bekerja karena faktor aktualisasi diri.
Pemerintah belum lama ini mengeluarkan kebijakan yang menata ulang program Jaminan Hari Tua (JHT) melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Kebijakan tersebut mengembalikan program JHT ke fungsi awalnya sebagai tabungan untuk masa tua yang baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun (usia pensiun), atau pada saat pekerja meninggal (untuk ahli waris), cacat total tetap, atau ketika berganti kewarganegaraan.
Kebijakan ini ditentang oleh banyak buruh/pekerja oleh karena menghilangkan kesempatan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja atau mengundurkan diri dari perusahaan, yang berdasarkan aturan sebelumnya (Permenaker Nomor 19/2015, bisa mendapatkan dana yang ”mungkin” cukup besar untuk menata ekonomi mereka ke depan, mempersiapkan masa tua/pensiun.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Sejumlah pekerja proyek sibuk melihat gawai masing-masing saat jam istirahat makan siang di salah satu lokasi pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (17/2/2022). Pemerintah diharapkan dapat menunda Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua untuk mengevaluasi kesiapan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai pengganti Jaminan Hari Tua (JHT).
Terlepas dari perdebatan mengenai kebijakan baru tersebut, sejatinya pemerintah menghadirkan support system yang menjamin kehidupan di masa tua atau di masa pensiun yang yang lebih baik berdasarkan sepuluh kriteria International Living tersebut di atas.
Peran pemerintah sama pentingnya dengan upaya setiap individu untuk mengonstruksi masa pensiun yang diidamkan. Dengan demikian, tidak ada kekhawatiran untuk menghadapi masa pensiun yang penuh ketidakpastian. (LITBANG KOMPAS)