Celah Kebermanfaatan MotoGP Mandalika
Penyelenggaraan MotoGP Mandalika diyakini akan mampu menggairahkan perekonomian masyarakat setempat. Besarnya potensi ekonomi ini diharapkan dapat memperbaiki taraf kehidupan warga di sekitar Mandalika.
Berkaca dari pengalaman Indonesia menyelenggarakan GP 500 pada 1996 dan 1997, banyak celah kebermanfaatan untuk membangkitkan kehidupan perekonomian masyarakat sekitar dalam penyelenggaraan MotoGP Mandalika.
Jika menengok kondisi demografi di Lombok Tengah yang didominasi pekerja sektor nonformal, celah ini dapat dimanfaatkan mengakselerasi geliat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat sekitar.
Denyut penyelenggaraan MotoGP Mandalika di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, mulai terasa. Selama tiga hari, 11-13 Februari 2022, Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika dijajal oleh para pebalap kelas dunia untuk melakukan uji coba pramusim.
Dalam kalender resmi MotoGP, uji coba lintasan ini dilakukan setelah para pebalap melakukan uji coba di Spanyol pada 18 November 2021 dan Malaysia pada 5 Februari 2022.
Uji coba ini sekaligus menandai berakhirnya penantian Indonesia selama 25 tahun. Pada 18-20 Maret 2022, atau sekitar satu bulan setelah uji coba dilakukan, Indonesia akan kembali didatangi oleh para pebalap dunia dalam seri kedua dari 21 seri MotoGP 2022.
Ajang ini tentu menjadi catatan sejarah baru bagi Indonesia. Pasalnya, sejak transisi dalam balapan kelas premier dilakukan pada awal tahun 2000-an dengan diperbolehkannya menambah kapasitas mesin hingga di atas 500cc, Indonesia belum pernah menjadi tuan rumah penyelenggaraan MotoGP. Padahal, sebelum krisis 1998, Indonesia memiliki pengalaman mengadakan ajang balapan bergengsi ini di Sirkuit Sentul, Bogor.
Saat itu, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Grand Prix 500 atau GP 500 pada tahun 1996 dan 1997 di Sirkuit Sentul. GP 500 adalah kelas tertinggi ajang balapan kala itu sebelum diizinkannya penggunaan motor dengan kapasitas mesin di atas 500cc.
Catatan sejarah ini menjadi pengalaman tersendiri bagi Indonesia. Pada April 1996, misalnya, Indonesia mempersiapkan Sirkuit Sentul lengkap dengan peralatan modern di masanya.
Persis seperti MotoGP Mandalika, saat itu Indonesia juga menjadi tuan rumah seri kedua dari balapan di musim 1996 setelah pada akhir Maret 1996 digelar di Sirkuit Shah Alam, Malaysia.
Baca juga : Debu Mandalika Mengusik Pebalap
Inovasi 1996
Menurut catatan arsip harian Kompas, panitia penyelenggara tahun 1996 mencoba melakukan berbagai cara untuk menarik minat penonton. Selain disiarkan langsung ke 105 negara, ajang ini diharapkan mampu menarik kehadiran 60.000 penonton saat itu.
Untuk menarik minat penonton, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggratiskan sesi latihan untuk penonton. Saat itu, sesi latihan dilakukan pada Februari 1996 atau sekitar dua bulan sebelum penyelenggaraan GP 500.
Selain akses gratis untuk menonton sesi latihan, penyelenggara juga menawarkan dua paket untuk memanjakan penonton. Paket pertama adalah paket perak seharga Rp 600.000 per orang. Jika dibandingkan dengan harga beras IR 64 saat itu sebesar Rp 900 per kg, nilai dari harga paket ini setara dengan Rp 7,6 juta saat ini.
Jika penonton GP 500 membeli paket ini, mereka akan memperoleh sejumlah fasilitas seperti penginapan di hotel berbintang 4 selama tiga malam dan tiket tribune. Selain itu, penjemputan di bandara dan transportasi pulang-pergi dari hotel ke sirkuit juga disediakan untuk penonton yang membeli paket perak.
Satu tingkat di atasnya, penyelenggara juga menawarkan paket emas seharga Rp 2 juta atau setara dengan Rp 25,4 juta jika dibandingkan dengan harga beras saat ini.
Paket ini menawarkan fasilitas penginapan di hotel berbintang 5 selama tiga malam, tiket VIP Hospitality dan makan siang selama tiga hari, serta penjemputan di bandara. Selain itu, penonton juga berhak memperoleh transportasi pulang-pergi ke sirkuit dan kesempatan berfoto bersama dengan para pebalap dunia.
Baca juga : Sirkuit Mandalika yang Terus Berbenah
Momentum akselerasi
Jika berkaca dari pengalaman Indonesia menyelenggarakan GP 500 seperempat abad silam, tentu hal ini dapat menjadi inspirasi agar penyelenggaraan MotoGP Mandalika memberikan efek pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat sekitar.
Salah satunya adalah paket menonton MotoGP. Paket ini dapat menjadi alternatif bagi masyarakat untuk datang ke Mandalika di tengah meningkatnya kasus Covid-19.
Melalui jaminan protokol kesehatan, pilihan paket menonton lengkap dengan penginapan dan antar-jemput memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi wisatawan.
Hal ini juga dapat menghidupkan geliat industri pariwisata di Lombok jika dilakukan kerja sama dengan para pelaku wisata. Paket ini juga bisa ditambahkan dengan suvenir khas Lombok untuk menggiatkan kehidupan UMKM di wilayah sekitar.
Sejauh ini, sejumlah paket wisata untuk menyaksikan ajang MotoGP telah banyak dijual di berbagai kanal media sosial oleh para pelaku usaha bidang pariwisata. Hanya saja, tidak banyak yang menawarkan paket beserta jajanan suvenir khas daerah setempat.
Padahal, hal ini diperlukan untuk mengangkat perekonomian masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata.
Jika menengok lebih jauh, ajang MotoGP memang bukan hanya tentang balapan semata. Di baliknya terselip harapan sebagian masyarakat, khususnya 128.100 penduduk miskin, di Lombok Tengah untuk kehidupan yang lebih baik dengan adanya Sirkuit Mandalika. Harapan ini tampak begitu jelas jika kita mengunjungi secara lebih dekat kawasan sekitar sirkuit.
Pada 17 Januari 2022, misalnya, saat para pekerja tengah mengejar target pembangunan berbagai fasilitas di sekitar Sirkuit Mandalika, banyak pemuda sekitar yang mencoba peruntungan di sekitar sirkuit dengan beragam cara, seperti menjadi tukang parkir dadakan untuk pengunjung yang ingin melihat sirkuit secara lebih dekat serta menjual suvenir khas Lombok di luar area sirkuit.
Saat itu, belum ada lapak khusus bagi pedagang kecil. Bahkan, terdapat sejumlah pedagang yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan by pass yang menghubungkan Bandar Udara Internasional Lombok Zainuddin Abdul Madjid dengan lokasi sirkuit. Jalan ini masih dalam tahap penyempurnaan di beberapa sisi.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik, sebagian besar penduduk di Lombok Tengah memang menggantungkan hidupnya pada sektor pekerjaan nonformal. Bahkan, sebanyak 38,7 persen dari angkatan kerja di Lombok Tengah tergolong kategori pekerja bebas dan pekerja keluarga/tidak dibayar. Artinya, meskipun Lombok Tengah kerap menjadi tujuan wisata, daerah ini masih berkutat dengan persoalan lapangan pekerjaan.
Kondisi sosial-ekonomi inilah yang pada akhirnya berujung pada aksi protes ratusan pemuda pada 8 Februari lalu di sekitar Sirkuit Mandalika. Para pemuda menyayangkan mereka tidak dilibatkan dalam ajang MotoGP Mandalika.
Memang, pada tahun pertama penyelenggaraan MotoGP, agaknya cukup sulit untuk mengakomodasi semua kepentingan. Apalagi, hingga beberapa pekan jelang penyelenggaraan, masih banyak area di sekitar sirkuit yang belum termanfaatkan secara optimal.
Bukit Seger, misalnya, bukit yang terletak persis di luar area sirkuit ini baru saja dikunjungi oleh pebalap tim Repsol Honda, Marc Marquez, jelang uji coba pramusim. Berdasarkan pengamatan di lapangan pada pertengahan Januari lalu, area pintu masuk bukit indah yang dapat mengantarkan pengunjung melihat area sirkuit dan pantai dari ketinggian ini masih terlihat kurang terawat.
Para pengunjung pun hanya diminta membayar Rp 5.000 untuk menikmati pesona sirkuit dari ketinggian. Padahal, dengan segala potensi dan keindahan yang dimiliki, area ini sangat bisa dikembangkan menjadi tujuan wisata alternatif yang dapat menghidupi masyarakat sekitar.
Besarnya potensi yang dimiliki oleh Lombok Tengah tentu dapat menjadi ceruk yang bisa dimanfaatkan segera untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat sekitar. Wisata pantai, Bukit Seger, Sirkuit Mandalika, hingga kekayaan alam dan budaya lainnya dapat menjadi magnet yang memancing geliat perekonomian Lombok Tengah di masa yang akan datang. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : MotoGP sebagai Momen Pemulihan UKM di NTB