Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang sudah menjadi janji kampanye di Nawacita saatnya diwujudkan. Siapa pun yang terbukti menjarah uang negara layak harta jarahannya itu disita negara dan dikembalikan ke rakyat.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Indonesia Corruption Watch atau ICW merilis penelitian bahwa Rp 61,5 triliun uang negara yang dikorupsi sepanjang tahun 2021 belum kembali.
Penelitian ICW ini hanya mengonfirmasi bahwa bangsa ini sebenarnya setengah hati dalam memberantas korupsi. Padahal, inti reformasi tahun 1998 adalah menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal itu tertuang dalam ketetapan MPR.
Reformasi berlalu. Berbagai slogan, program, atau wacana memberantas korupsi—seperti koruptor yang meninggal tidak perlu disembahyangkan, penyakit korupsi di Indonesia sudah stadium empat—hanya retorika politik belaka. Bahkan, dalam praktik keseharian, niat pemerintah memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan justru mengamputasi KPK. Obral diskon di pengadilan banding atau kasasi dalam kasus korupsi.
Penelitian lain yang dilakukan Rimawan Pradiptyo dalam buku Korupsi Mengorupsi Indonesia (2009) menunjukkan bahwa kerugian negara akibat korupsi dalam kurun 2001-2008 sebesar Rp 67,55 triliun. Namun, yang diperintahkan pengadilan untuk dikembalikan hanya Rp 4,76 triliun. Sisanya menjadi beban para pembayar pajak!
Terasa ada ketidaksamaan perlakuan dalam penanganan kasus kejahatan keuangan. Dalam kasus Jiwasraya terasa ada gereget Kejaksaan Agung menyita semua kekayaan/harta yang patut diduga terkait dengan terdakwa. Tampak ada kegeraman dari kepolisian saat menangkap dan menyita pelaku permainan opsi biner dan robot trading. Semua kekayaannya dikejar. Namun, semangat itu tidak tampak dalam kasus-kasus korupsi atau megakorupsi.
Meski terasa klise, harus terus disuarakan bahwa korupsi adalah kejahatan kemanusiaan (crime against humanity), kejahatan luar biasa terhadap negeri ini. Bagaimana tidak, ketika bantuan sosial untuk orang miskin pun dikorupsi elite negeri. Meminjam istilah Nurcholish Madjid, elite bangsa ini sedang mengalami kebangkrutan moral. Dibutuhkan kesepahaman pemimpin legislatif, eksekutif, atau yudikatif soal betapa bahayanya korupsi yang menjadi endemi bangsa ini.
Masih ada waktu berbuat untuk negeri ini, khususnya Presiden Joko Widodo. Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang sudah menjadi janji kampanye di Nawacita saatnya diwujudkan. Mengajukan RUU Perampasan Aset ke DPR dan lalu digolkan sebagai UU Perampasan Aset. Siapa pun yang terbukti menjarah uang negara layak harta jarahannya itu disita negara dan dikembalikan kepada rakyat.
Tidak perlu lagi banyak beretorika untuk memberantas korupsi yang memiskinkan negeri, yang dibutuhkan adalah keberanian mengambil tindakan politik. Mengajukan RUU Perampasan Aset dan mengembalikan KPK dalam wujud orisinalnya adalah langkah politik yang dibutuhkan. Kembalilah kepada jalan reformasi. Hadirnya sebuah pemerintah yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jangan sampai nepotisme atau koncoisme malah kian merajalela di negeri ini.