Hadirnya pemimpin yang menyatukan dan mengonsolidasikan segenap kekuatan negeri menjadi vital. Pemimpin yang mampu melihat tantangan secara tepat, merespons tepat dan cepat di waktu yang tepat.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Frasa aja kesusu tiba-tiba menjadi ramai diperbincangkan di jagat politik. Pesan berbahasa Jawa yang dilontarkan Presiden Joko Widodo itu bisa jadi ada benarnya.
Presiden Jokowi menyampaikan pesan itu saat pembukaan Rapat Kerja Nasional V Projo di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5/2022). ”Urusan politik, aja kesusu sik. Jangan tergesa-gesa. Jangan tergesa-gesa. Meskipun, meskipun, mungkin, yang kita dukung ada di sini,” ujarnya sambil tersenyum.
Jokowi juga mengingatkan, dinamika politik masih belum jelas karena partai politik belum memutuskan akan mengusung siapa di Pemilu Presiden 2024. Hal lebih penting lagi, bangsa ini tengah dihadapkan tantangan sangat berat, yaitu memulihkan dampak pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina. Pemerintah membutuhkan dukungan bersama.
Duo krisis yang dihadapi saat ini, akibat pandemi dan perang, sama sekali tidak bisa dianggap remeh. Indeks Harga Pangan dunia secara bulanan telah melonjak 12,6 persen pada Maret lalu. Angka ini mencapai level tertinggi sejak 1990. Tsunami inflasi pun telah menyapu banyak negara. Tinggi gelombang inflasi pada April 2022 telah memecahkan rekor 20 hingga 41 tahun sebelumnya, seperti di Turki, Italia, Sri Lanka, Inggris, Amerika Serikat, dan Jerman.
Pesan tersebut boleh jadi bermanfaat bukan saja untuk para relawan pendukung Jokowi, melainkan juga partai politik yang saat ini mengisi Kabinet Indonesia Maju. Apabila pemerintah tidak bisa mengatasi berbagai persoalan berat yang muncul di dua tahun tersisa ini, siapa pun yang dijagokan oleh partai yang memerintah pasti tidak laku di mata rakyat.
Pemilu Australia yang belum lama berlangsung menunjukkan secara kasatmata. Kegagalan penanganan pandemi Covid-19, terutama varian Omicron, yang menimbulkan lebih banyak kematian, gagalnya penanganan kebakaran hutan yang meluas, serta tekanan ekonomi yang muncul belakangan ini menjadi peluru tajam yang ditembakkan lawan politik dan pemilih sehingga akhirnya pemerintah berganti.
Tantangan yang dihadapi bangsa dua hingga tujuh tahun ke depan tentu sangat berbeda dan boleh jadi lebih berat juga kompleks. Karena itu, perlu cermat menentukan siapa paling layak memimpin negara berpenduduk 300 juta dan berkekayaan melimpah, tetapi belum terkelola dengan baik ini.
Mencegah dan mengantisipasi dampak perubahan iklim, dampak adanya revolusi teknologi komunikasi dan informasi terhadap berubahnya relasi sosial, ataupun dampak digitalisasi terhadap ekonomi tradisional adalah segudang tantangan lain yang membuat persaingan antarnegara kian kompetitif. Di sisi lain, nasionalisme kian meluntur. Belum lagi adanya gerakan transnasional yang mengingkari kehadiran negara.
Hadirnya pemimpin yang menyatukan dan mengonsolidasikan segenap kekuatan negeri menjadi vital. Pemimpin yang mampu melihat tantangan secara tepat, merespons tepat dan cepat di waktu yang tepat. Mengontrol nafsu dan tidak terburu-buru menjadi penting untuk memastikan hadirnya pemimpin baru di era baru yang juga penuh tantangan baru.