Keinginan untuk mengembangkan pasar di luar kota utama diungkapkan beberapa perusahaan teknologi. Mereka yang matang di kota besar beringsut ke kota kecil. Mereka melihat pasar yang besar masih ada di tempat itu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kabar baik soal digitalisasi yang berkembang pesat masih menyisakan kerja keras berikutnya. Pasar di kota-kota kecil dan bahkan kecamatan, masih perlu digarap.
Harian ini mengabarkan, digitalisasi yang berkembang pesat selama dua tahun terakhir ini diharapkan menjadi motor baru yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, di tengah prospek cerah itu, ada sejumlah tantangan serius yang perlu diantisipasi agar digitalisasi tidak semakin mempertajam kesenjangan dalam pemulihan ekonomi.
Tren digitalisasi yang terus bertumbuh tecermin dari pesatnya nilai dan volume transaksi digital. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, per triwulan I-2022, nilai transaksi digital perbankan mencapai Rp 11.100 triliun, tumbuh 34,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (Kompas, 18 Mei 2022).
Tantangan yang perlu dijawab adalah bagaimana peran mereka hingga ke kota kecil dan juga kecamatan? Apa yang dilakukan agar masyarakat di berbagai tempat itu juga mempunyai literasi yang baik dan tidak menjadi korban penipuan berbasis teknologi digital?
Keinginan untuk mengembangkan pasar di luar kota utama diungkapkan beberapa perusahaan teknologi. Mereka yang matang di kota besar kini beringsut ke kota kecil. Mereka melihat pasar yang besar masih ada di tempat itu. Digitalisasi hingga ke masyarakat bawah sangat menguntungkan.
Sepertinya kepentingan bisnis tak bisa begitu saja dikedepankan, literasi masyarakat dan semangat wirausaha perlu dibangun lebih dulu. Memegang gawai yang selama ini dianggap sebagai status harus diubah menjadi fasilitas yang produktif dan juga bisa membuat mereka lebih pandai. Kita masih melihat pemahaman tentang fasilitas itu masih minim.
Tantangan seperti ini harus dijawab terlebih dulu. Kalangan perusahaan teknologi tidak boleh langsung masuk dan berusaha sekadar mendapatkan keuntungan semata. Kondisi di bawah masih sangat rentan dan memiliki literasi digital yang kurang memadai sehingga mereka harus membangun kemampuan menggunakan fasilitas digital secara benar.
Kemampuan memahami calon ekosistem digital dan wirausaha di kota lapis kedua dan ketiga, dengan segala masalahnya akan membuat perusahaan teknologi lebih sukses dibandingkan sekadar masuk begitu saja. Mereka memiliki masalah dan keunikan tersendiri. Perusahaan teknologi harus jeli dan mau dengan rendah hati berpikir sesuai dengan alur masyarakat setempat sebelum mengenalkan platform miliknya.
Mereka mungkin bisa bersama-sama dengan industri finansial, perusahaan logistik, perusahaan telekomunikasi, dan pemerintah untuk membangun ekosistem digital di kota-kota itu. Kota-kota lapis kedua dan ketiga masih bisa dieksplorasi, tetapi mereka tidak boleh sekadar menjadi obyek dan dikeruk begitu saja potensinya. Jika semua berjalan lancar, cita-cita digitalisasi akan menguntungkan semua pihak. Kita bisa memetik secara bersama-sama bahwa literasi digital masyarakat meningkat.