Kita perlu berhati-hati saat transisi. Jangan terburu-buru, meski kita semua sudah lelah, daripada semua yang sudah kita upayakan dengan susah payah hilang.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Keputusan pelonggaran memakai masker di tempat terbuka perlu disikapi dengan hati-hati. Meski penularan sudah terkendali, virus masih bertebaran di sana sini.
Kita bersyukur, masa-masa mencekam perlahan lewat. Di Indonesia, Rabu (18/5/2022), tinggal 247 kasus terkonfirmasi Covid-19. Bandingkan ketika kasus sedang tinggi-tingginya, misalnya pada Februari lalu (17/2/2022), yang mencapai 64.718 kasus. Angka kematian pun kini menurun drastis.
Bandingkan, misalnya, dengan Jepang, yang kemarin masih bertambah 33.734 kasus terkonfirmasi, atau Australia dengan 56.259 kasus pada hari yang sama. Di dunia, penambahan kasus tertinggi masih di Korea Utara, 232.890 kasus.
Sudah sepantasnya kita mengapresiasi langkah-langkah pemerintah selama dua tahun pandemi, yang secara umum berhasil menyelamatkan masyarakat dari keterpurukan. Penerapan protokol kesehatan, perbaikan penatalaksanaan tenaga dan layanan kesehatan, dan vaksinasi, terbukti berperan signifikan mengendalikan Covid-19. Peduli Lindungi, aplikasi persyaratan perjalanan dan memasuki ruang publik, menjadi elemen penting penerapan sanksi dan insentif.
Data terakhir vaksinasi (8/5/2022) menunjukkan cakupan dosis pertama mencapai 95,65 persen, dosis kedua 79,54 persen, dan dosis ketiga 19,95 persen. Secara teoretis, kekebalan komunitas atau herd immunity sudah tercapai. Apakah dengan demikian pelonggaran bisa dilakukan?
Seperti diketahui, penurunan tingkat keganasan merupakan salah satu pertimbangan meninggalkan status darurat pandemi menjadi endemi, selain cakupan vaksinasi, penanganan dan tata laksana pengobatan, dan tingkat kesiapan masyarakat. Secara statistik, tiga hal pertama memenuhi syarat pelonggaran. Bagaimana dengan kesiapan masyarakat?
Begitu mudik diizinkan setelah dua tahun pandemi, survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan menunjukkan, jumlah pemudik Lebaran 2022 mencapai 85,5 juta orang. Jauh lebih tinggi dibandingkan Lebaran 2019 dengan 34 juta pemudik. Hingga saat ini belum semua pemudik kembali ke tempat mereka beraktivitas. Karena itu, pantauan diperlukan agar kita tidak kecolongan.
Di negara lain, Australia misalnya, buka tutup masker diterapkan. Kenyataannya, angka kasus masih tinggi. Di Indonesia, kita tahu banyak masyarakat yang tidak paham, abai, atau tidak peduli. Membiasakan mereka memakai masker pada awal-awal pandemi sungguh tidak mudah. Karena itu, kebijakan buka masker, meski khusus di tempat terbuka, jangan sampai menjadi masalah hingga kasus naik lagi, meski itu tak pernah kita harapkan.
Kini kita memasuki tatanan normal baru pascapandemi. Mengapa kebiasaan baik dalam protokol kesehatan tidak diteruskan? Bukankah memakai masker baik untuk menjaga kesehatan, apa pun jenis virusnya?
Singkat kata, kita perlu berhati-hati saat transisi. Jangan terburu-buru, meski kita semua sudah lelah, daripada semua yang sudah kita upayakan dengan susah payah hilang.