Perubahan iklim, pertambahan penduduk, dan situasi geopolitik menyadarkan kita bahwa ketergantungan pada pangan asal impor meningkatkan kerentanan ketahanan pangan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Keputusan India menghentikan ekspor gandum menambah masalah pangan dunia yang mengalami kenaikan harga karena invasi Rusia ke Ukraina.
India, Jumat (13/5/2022), mengumumkan akan mengatur ekspor gandumnya untuk menahan inflasi dan menjaga ketahanan pangan dalam negeri. Produksi gandum negara pengekspor kedua terbesar dunia itu terganggu akibat gelombang udara panas.
Keputusan India membuat harga gandum dunia melonjak dan memperbesar kekhawatiran terjadinya krisis pangan. Harga gandum pengiriman ke depan (future) naik 5,9 persen menjadi 12,46 dollar AS per setengah bushel di pasar komoditas Chicago, Amerika Serikat (AS), Minggu (15/5/2022). Satu bushel setara dengan 35,239072 liter.
Harga gandum naik tinggi pada akhir Maret 2022 menyusul invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Harga sempat menyentuh 13 dollar AS, kemudian turun di bawah 10 dollar AS, dan kembali melonjak menyusul kebijakan baru India.
Larangan ekspor gandum India memperdalam kekhawatiran terjadinya krisis pangan di sejumlah negara berkembang dan miskin. Pandemi Covid-19 telah mengganggu produksi dan logistik pangan dunia, membuat harga sejumlah pangan utama bergerak naik. Kemudian serbuan militer Rusia ke Ukraina semakin menaikkan harga pangan, terutama gandum, karena mengganggu produksi dan ekspor Ukraina sebagai salah satu produsen utama gandum dunia.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (Aptindo) Franciscus Welirang menyebut penjualan terigu nasional triwulan I-2022 masih naik, tetapi jika dihitung hingga April 2022, permintaan menurun 2,8 persen. Situasi ini memperlihatkan harga gandum yang tinggi akan menurunkan permintaan. Data Aptindo memperlihatkan, kebutuhan terigu naik sepanjang 2019-2021, pada tahun 2021 sebesar 4,6 persen menjadi 8,927 juta ton.
Pada sisi lain, impor gandum hingga April 2022 masih naik, menunjukkan cadangan gandum industri terigu nasional meningkat. Situasi ini sementara memberi gambaran seperti tahun 2008 ketika permintaan terigu turun 4,5 persen. Konsumen terbesar terigu nasional, 71 persen, adalah industri usaha mikro, kecil, dan menengah serta rumah tangga. Terigu digunakan untuk roti dan kue, mi basah, hingga penjualan eceran. Sisanya diserap industri besar dan modern.
Elastisitas terigu menunjukkan, masyarakat siap mengganti tepung gandum dengan bahan pangan lain. Harus kita akui terigu berhasil menjadi alternatif penganekaragaman pangan pokok karbohidrat dan protein. Pada sisi lain, kita memiliki sumber karbohidrat lain yang belum digarap dengan baik, antara lain, singkong dan sagu.
Krisis pangan global lebih luas sejauh ini dapat dihindari karena panen padi tidak terganggu. Namun, perubahan iklim, pertambahan penduduk, dan situasi geopolitik menyadarkan kita bahwa ketergantungan pada pangan asal impor meningkatkan kerentanan ketahanan pangan.