Memulihkan kondisi ekonomi dan menjaga stabilitas di daerah menjadi bagian dari tantangan yang harus dihadapi para penjabat.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Pelantikan lima penjabat gubernur pada Kamis (12/5/2022) ini menandakan telah dimulainya gelombang pengisian penjabat kepala daerah di negeri ini.
Selain lima penjabat gubernur, yaitu penjabat gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat, pada bulan ini juga akan dilantik enam penjabat wali kota dan 37 penjabat bupati. Hingga tahun 2023, akan ada 271 penjabat kepala daerah, yang akan menjabat sampai terpilihnya kepala daerah definitif hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2024.
Dalam diskusi XYZ Forum yang digelar di kantor Redaksi Kompas, Selasa (10/5), terungkap lobi-lobi dilakukan sejumlah pihak terkait pengisian penjabat, yang terjadi sebagai konsekuensi tidak digelarnya pilkada pada tahun 2022 dan 2023. Lobi ini ditengarai dilakukan oleh pejabat kepala daerah yang akan digantikan, elite politik atau elite daerah yang ingin menjadi penjabat, hingga politisi yang ingin calonnya dipilih menjadi penjabat.
Pada saat yang sama juga muncul sejumlah masukan atau suara kritis terhadap proses pengisian penjabat yang, antara lain, dinilai kurang transparan dan tidak melibatkan DPRD.
Berbagai lobi dan suara kritis itu mengindikasikan strategisnya penentuan penjabat. Hal ini, antara lain, karena mereka akan menjabat relatif lama, bahkan sampai 2,5 tahun, dan di tengah masa jabatannya akan digelar pemilu serta pilkada. Meskipun birokrasi harus bersikap netral dalam politik, wajah yang berbeda sering kali muncul dalam tataran praktis.
Wewenang dalam pengelolaan anggaran dan birokrasi membuat para penjabat ini juga akan turut menentukan dalam pembagian kue-kue ekonomi di daerahnya.
Pengangkatan penjabat ini terjadi di tengah situasi bangsa yang tak seluruhnya baik-baik saja.
Namun, hal yang patut disadari, pengangkatan penjabat ini terjadi di tengah situasi bangsa yang tak seluruhnya baik-baik saja. Meski pandemi Covid-19 mulai mereda, saat ini muncul bayang-bayang pengangguran dan inflasi yang mengancam pemulihan ekonomi. Kenaikan harga barang kebutuhan dan energi mulai dirasakan masyarakat dan belum tahu sampai kapan kondisi ini akan berakhir.
Sejarah bangsa ini menunjukkan, masalah ekonomi yang berkelindan dengan politik bisa menjadi buruk.
Memulihkan kondisi ekonomi dan menjaga stabilitas di daerah menjadi bagian dari tantangan yang harus dihadapi para penjabat. Terkait hal itu, mereka tidak hanya dituntut memiliki waktu, pengetahuan, dan integritas, tetapi juga mesti diterima secara politik di daerahnya.
Oleh karena itu, kehati-hatian perlu diterapkan sejak awal dalam penentuan penjabat. Aspirasi dan masukan yang muncul perlu didengarkan. Rencana Kementerian Dalam Negeri untuk mengevaluasi penjabat perlu dilakukan secara ketat, transparan, dan dengan kriteria yang jelas. Penjabat yang bermasalah jangan ragu untuk diganti.
Dengan cara ini, masa transisi menuju pemilu dan pilkada serentak 2024 akan dapat dilalui dengan baik, hingga akhirnya terjadi konsolidasi demokrasi yang lebih mantap.