Indonesia, negara demokrasi besar, patut bergembira dengan pesta demokrasi di Filipina. Siapa pun pemenangnya, mereka merupakan pilihan rakyat. Namun, negara-negara demokrasi harus terus memperbaiki kualitas demokrasi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Berjuta-juta rakyat Filipina, Senin (9/5/2022), memberikan suara untuk menentukan pemimpin mereka. Pemilu Filipina mengajak kita memikirkan esensi demokrasi.
Di Filipina, secara prosedural, demokrasi berjalan lancar. Rakyat negara itu secara periodik memilih langsung pemimpinnya, seperti presiden dan anggota parlemen. Setiap kandidat juga bebas berkampanye. Media massa merdeka pula memberitakan kampanye dan hasil pemilu. Semuanya tampak sesuai prinsip demokrasi: tidak ada paksaan, tak ada larangan berpendapat, dan tidak ada kandidat yang dihalang-halangi.
Namun, orang tetap saja bertanya-tanya: apa sesungguhnya yang sedang terjadi di Filipina? Diikuti 10 kandidat, pilpres diprediksi dimenangi Ferdinand ”Bongbong” Marcos Jr, yang tak lain anak mantan Presiden Ferdinand Marcos. Pada 1986, Marcos senior digulingkan oleh demonstrasi besar. Pemerintahannya dikenal otoriter dan disebut korup. Marcos senior meninggal dalam pengasingan di Hawaii, Amerika Serikat.
Tidak perlu waktu lama, istri dan anak Marcos senior pelan-pelan aktif lagi berpolitik. Ditulis Sheila S Coronel dalam ”The Philippines’ Strongman Problem” (Foreign Affairs), Imelda Marcos, sang istri, memenangi kursi kongres, 1995. Mulai 1998, Marcos yunior dan saudara perempuannya, Imee, terpilih beberapa kali sebagai gubernur dan anggota kongres dari provinsi asal ayah mereka, Ilocos Norte. Pada 2010, Marcos yunior terpilih menjadi anggota senat dan pada 2016 nyaris menjadi wakil presiden.
Saat ini, dalam pemilihan wakil presiden, anak dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yakni Sara, diprediksi akan unggul dalam pemungutan suara. Jika semuanya berjalan sesuai dengan prediksi, Marcos yunior yang memenangi pilpres akan berpasangan dengan Sara yang unggul di pemilihan wapres. Keduanya bakal memimpin Filipina.
Rival terdekat Marcos yunior ialah Leni Robredo yang sekarang menjadi wapres. Leni diperkirakan bakal kalah.
Berbagai analisis muncul untuk memahami apa yang terjadi di Filipina. Kemiskinan dan ketidakpuasan rakyat terhadap demokrasi membuat Duterte, yang menginisiasi program pemberantasan ”bandar narkoba”, serta Marcos tetap populer. Imajinasi tentang orang kuat yang mampu mengubah keadaan secara drastis dari buruk menjadi baik begitu dominan.
Dilaporkan pula, kubu Marcos Jr dan Sara sangat unggul di media sosial. Dana besar membuat mereka mampu menguasai narasi di medsos yang umumnya dikonsumsi generasi belia.
Di sisi lain, demokrasi sesungguhnya memiliki gagasan pokok menciptakan sirkulasi elite secara adil. Tak boleh ada dominasi. Sayangnya, oligarki dan pemusatan kekayaan pada segelintir orang membuat gagasan pokok ini sulit terwujud.
Indonesia, negara demokrasi besar, patut bergembira dengan pesta demokrasi di Filipina. Siapa pun pemenangnya, mereka merupakan pilihan rakyat. Namun, sepantasnya pula negara-negara demokrasi tidak pernah puas dan terus memperbaiki kualitas demokrasi.