Kembalinya PMK mengingatkan kita pada perjalanan panjang penyakit bersejarah ini. Upaya eradikasi dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan dilanjutkan Pemerintah Indonesia hingga tahun 1990, satu abad kemudian.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
.
Setelah 32 tahun Indonesia bebas dari penyakit mulut dan kuku, penyakit virus pada hewan itu datang kembali ke Tanah Air. Penyakit ini ditemukan di daerah.
Kabar itu pertama kali muncul dari beredarnya surat Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur Indyah Aryani kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, 5 Mei 2022. Indyah melaporkan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang dimulai 27 April 2022 di Kabupaten Gresik pada 402 sapi potong. Hingga 3 Mei 2022, PMK dilaporkan menyerang 1.247 sapi potong di Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto. Konfirmasi positif PMK dilakukan oleh Pusat Veterinaria Farma Surabaya. Pada 6 Mei 2022, kasus PMK juga ditemukan pada sapi di Kabupaten Aceh Tamiang.
Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) Muhammad Munawaroh, seperti dikutip harian ini pada 7 Mei 2022, menyayangkan kembalinya PMK. Ia heran dengan lolosnya domba dari Malaysia, yang belum bebas PMK, ke Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, dan Malang, Jatim. Kita juga menyayangkan kembalinya PMK ke Indonesia karena kecerobohan pengawas lalu lintas hewan, seperti diungkap PDHI.
Indonesia bebas PMK tahun 1986, tetapi memerlukan empat tahun mendapatkan pengakuan internasional dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau Office International des Epizooties (OIE) tahun 1990. Indonesia sejajar dengan puluhan negara yang bebas PMK, seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Australia, dan Selandia Baru.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah segera mengambil langkah penanganan dan pencegahan penularan pada hewan peka, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi.
Kembalinya PMK mengingatkan kita pada perjalanan panjang penyakit bersejarah ini. Penyakit yang disebabkan Aphthovirus ini pertama dilaporkan pada zaman Hindia Belanda tahun 1887. Upaya eradikasi dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan dilanjutkan Pemerintah Indonesia hingga tahun 1990, yang memakan waktu satu abad lebih!
Harian ini yang memasuki usia ke-57 tahun ini juga menjadi saksi perjalanan pemberantasannya. Pada 23 November 1965, harian ini memberitakan produksi vaksin PMK hasil kerja sama Lembaga Penyakit Mulut dan Kuku (LPMK) Surabaya dan Perusahaan Negara (PN) Perhewani.
Status bebas PMK juga diberitakan harian ini pada 23 Oktober 1990 dengan mengutip Menteri Muda Pertanian Sjarifudin Baharsjah.
Berita itu juga mencatat kerugian ekonomi karena PMK periode 1963-1974 senilai Rp 135 miliar, 1974-1982 sebesar Rp 55 miliar, dan periode 1983-1986 sekitar Rp 80,4 miliar. Kerugian dihitung dari jumlah kematian ternak, penurunan produktivitas, dan penurunan pemakaian tenaga kerja.
Kerugian ekonomi inilah yang terbayang jika PMK sudah mewabah di Tanah Air.