Terjadi lonjakan kasus hepatitis pada anak dengan penyebab belum diketahui di Inggris dan sejumlah negara maju. Dikhawatirkan hal ini merembet ke negara-negara lain. Kewaspadaan dan kesiapan diperlukan untuk menangani.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Saat pandemi mereda, muncul situasi meresahkan. Terjadi peningkatan kasus hepatitis yang belum diketahui penyebabnya pada anak-anak.
Hepatitis yang menyerang anak-anak berusia 1 bulan hingga 16 tahun diidentifikasi pertama kali di Inggris. Negara itu hingga kini mencatat jumlah kasus terbanyak. Penyakit ini kemudian terdeteksi di negara Eropa lain (Spanyol, Denmark, Irlandia, Belanda, Italia, Norwegia, Prancis, Rumania, Belgia), Israel, Kanada, dan Jepang.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), gejala dilaporkan berupa penyakit kuning, diare, muntah, dan sakit perut. Sebagian besar kasus tidak mengalami demam. Virus hepatitis A, B, C, D dan E belum terdeteksi dalam kasus-kasus tersebut. Adenovirus terdeteksi setidaknya pada 74 kasus. Dari jumlah kasus dengan informasi pengujian molekuler, 18 diidentifikasi sebagai adenovirus tipe F 41. SARS-CoV-2 diidentifikasi pada 20 kasus, selanjutnya 19 terdeteksi koinfeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.
Data Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) menunjukkan, ada 191 kasus hepatitis pada anak di seluruh dunia sejak akhir Maret. Setelah diobati, para penderita umumnya sehat kembali. Namun, 17 anak membutuhkan transplantasi hati dan satu anak meninggal.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyatakan, kasus serupa teridentifikasi Oktober 2021 di Alabama. Ada lima anak mengalami gangguan hati. Pada mereka tidak terdeteksi virus hepatitis A, B, ataupun C, melainkan positif adenovirus.
Sejauh ini penyebab hepatitis itu masih diteliti, belum dipastikan. Kecurigaan pada vaksinasi Covid-19 disingkirkan, karena anak di bawah usia lima tahun belum divaksinasi.
Teori yang sedang diselidiki Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) adalah kurangnya paparan kuman termasuk adenovirus, yang biasanya menyebabkan gangguan pernapasan dan pencernaan, selama pandemi akibat pembatasan sosial, sehingga menimbulkan gejala lebih parah pada anak-anak.
Sejauh ini kasus hepatitis terdeteksi di negara maju yang layanan kesehatannya bagus. Tidak tertutup kemungkinan kasus terjadi pada anak-anak di negara berkembang, namun belum teridentifikasi.
Karena itu kewaspadaan dan kesiapsiagaan, baik pada manajemen kesehatan masyarakat, fasilitas layanan kesehatan, maupun di kalangan masyarakat perlu ditingkatkan. Meski pembatasan sosial telah dilonggarkan, protokol kesehatan perlu tetap dilakukan. Seperti menjaga kebersihan tangan dan mengenakan masker untuk mencegah penularan penyakit pernapasan.
Langkah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang meminta jajaran dinas kesehatan di daerah dan rumah sakit untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap hepatitis misterius pada anak-anak, kantor kesehatan pelabuhan untuk memperketat pengawasan pelaku perjalanan, terutama dari negara terjangkit, sudah tepat. Harapan tertumpu pada para pelaksana di lapangan. Jika terjadi kasus bisa tertangani dengan baik.