Kisruh minyak goreng di Tanah Air sudah berlangsung lebih dari tiga bulan tetapi belum selesai. Pengumuman kebijakan penanganan kasus itu berubah.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Presiden Joko Widodo mengakui sejumlah kebijakan pemerintah belum efektif mengatasi kelangkaan minyak goreng. Karena itu, Presiden mengambil langkah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng. ”Saya minta pelaku usaha minyak sawit untuk melihat masalah ini lebih jernih,” kata Presiden Jokowi dalam keterangan melalui Youtube, Rabu (27/4/2022) malam. Pernyataan Presiden Jokowi melarang ekspor pada Rabu malam adalah pernyataan keduanya.
Pengumuman larangan ekspor itu memicu reaksi. Harga saham perusahaan sawit berguguran. Petani sawit rakyat ikut menjerit.
Sejumlah pengamat menilai kebijakan Presiden Jokowi terkait larangan ekspor kurang pas dan pada akhirnya mengacaukan pasar. Dalam upaya pendetailan kebijakan larangan ekspor itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Selasa, 26 April 2022, sempat menyebutkan larangan ekspor hanya ditujukan pada RBD palm olein pada tiga kode klasifikasi barang perdagangan.
Namun, pada Rabu, 27 April 2022, Airlangga kembali meralat pernyataan sebelumnya. Seperti dikutip harian ini, Kamis, 28 April 2022, Airlangga menyatakan, pemerintah tidak hanya melarang ekspor RBD palm olein, tetapi juga CPO, refine palm olein, palm oil mill effluent atau limbah sawit dan jelantah (used cooking oil). Presiden Jokowi mengatakan, ”Prioritaskan dulu kebutuhan dalam negeri.”
Kisruh soal pengambilan kebijakan dan pengumuman kebijakan bukan pertama kali. Beberapa waktu lalu, pernah ada larangan ekspor batubara. Namun, beberapa hari kemudian dikoreksi dan ekspor batubara dibuka kembali. Situasi ini paling tidak menandakan ada masalah dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik, baik dari sisi formulasi kebijakan maupun bagaimana mengumumkan kebijakan itu.
Isu minyak goreng sudah pasti isu sensitif. Berdasarkan sejumlah survei opini publik, rakyat menjerit seiring kelangkaan minyak goreng dan kian mahalnya harga bahan pokok. Menurut Indikator Politik Indonesia dan Charta Politica, approval rating terhadap pemerintahan Presiden Jokowi menurun pada angka 60 persen.
Kita mendorong pemerintahan Presiden Jokowi segera mengambil langkah untuk menstabilkan harga bahan pokok yang terus merangkak naik. Namun, yang perlu jadi perhatian, pengambilan kebijakan hendaknya didasarkan pada data yang valid, mengajak pemangku kepentingan duduk bersama, untuk menjawab permasalahan di tengah masyarakat.
Proses perumusan dan pengambilan kebijakan rasanya perlu dibenahi, duduk bersama guna mencari solusi bersama. Pengumuman kebijakan hendaknya selalu disertai dengan latar belakang dan konteks permasalahan. Jika tanpa keduanya, akibatnya adalah kesemrawutan komunikasi dan kebingungan implementasi. Jika masalah itu tak segera dibenahi, bisa menggerus kredibilitas pemerintah.