Banyak kemajuan dicapai perempuan sejak kelahiran Kartini 143 tahun lalu. Terakhir adalah disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kartini lahir pada 21 April, 143 tahun yang lalu. Kita mengingat hari kelahirannya setiap tahun sebagai tonggak perjuangan kesetaraan perempuan.
Wacana seputar peringatan kelahiran putri bangsawan kelahiran Jepara, Jawa Tengah, itu dari waktu ke waktu terus bergerak mengikuti suasana zaman. Saat ini ruang sudah jauh terbuka lebar bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial. Satu yang masih terus membebani adalah beban ganda yang dipikul perempuan.
UN Women, lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khusus untuk isu perempuan dan jender, melaporkan, selama pandemi Covid-19, saat orang diharuskan beraktivitas dari rumah, beban kerja perempuan meningkat. Tuntutan sosial dan budaya membuat perempuan harus mengurus anggota keluarga, rumah, sekaligus bekerja mendapat penghasilan.
Kartini membayangkan suatu masyarakat demokratis, ada kesempatan sama mengembangkan diri antara perempuan dan laki-laki. Dia menaruh perhatian pada pendidikan anak perempuan, mencegah perkawinan usia dini pada anak perempuan, dan tak setuju dengan poligami.
Konstitusi memberikan kesempatan sama antara perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan. Bahkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tampak kecenderungan lebih banyak anak perempuan menyelesaikan pendidikan SD, SMP, dan SMA daripada anak laki-laki. Hal ini disebabkan anak laki-laki lebih awal memasuki dunia kerja.
Walakin, peran perempuan di ruang publik masih tertinggal. Indeks Pemberdayaan Jender (BPS) yang menunjukkan apakah perempuan bisa memainkan peran aktif dalam kehidupan ekonomi dan politik pada tahun 2021 nilainya 76,26 dan tahun 2020 sebesar 75,57. Data ini menunjukkan perempuan masih memiliki ruang cukup besar untuk berperan dalam ekonomi dan politik apabila diberi kesempatan.
Satu hal yang juga menjadi perhatian Kartini adalah memajukan ekonomi perempuan. Perempuan dengan kemampuan ekonomi akan memiliki daya tawar lebih besar di dalam rumah tangga dan masyarakat. Bagi negara pun, peran ekonomi perempuan sangat besar. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut sumbangan perempuan pada perekonomian nasional besarnya 60 persen.
Banyak kemajuan dicapai perempuan sejak kelahiran Kartini 143 tahun lalu. Terakhir adalah disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). UU ini memasukkan pemaksaan perkawinan—termasuk perkawinan anak—sebagai tindak pidana kekerasan seksual. Pelarangan perkawinan anak, sesuai cita-cita Kartini, memberi anak masa depan lebih baik dengan menyelesaikan pendidikan setinggi-tingginya tanpa dibebani tanggung jawab perkawinan.
Walakin, tantangan tetap masih besar untuk terciptanya kesetaraan bagi perempuan dan anak perempuan. Dengan memberi kesempatan perempuan mengembangkan diri, manfaat akan dirasakan bukan hanya untuk diri sendiri dan keluarga, melainkan juga untuk negara dan masyarakat dunia yang lebih sejahtera dan bahagia.