Saat setiap konsumen tanpa pandang usia, jender, dan pekerjaan wajib membayar PPN, wajar kiranya jika setiap pembayar pajak menginginkan pajaknya digunakan dengan baik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Mulai 1 April berlaku tarif baru Pajak Pertambahan Nilai 11 persen. Saat pemberlakuan, potensi tambahan beban masyarakat menjadi sorotan.
Per definisi, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Setiap konsumen menjadi pihak yang membayar PPN, kecuali untuk barang dan jasa yang dikecualikan.
Tata kelola pemerintahan yang sehat akan memakai pajak untuk membiayai pembangunan, ditarik dari badan usaha dan perorangan. Dua tahun lebih kita diterpa pandemi Covid-19, kegiatan ekonomi mengalami penurunan sangat dalam yang membuat kita sempat resesi. Kita memahami ada kebutuhan menaikkan pajak untuk membiayai pembangunan, terutama karena pemerintah harus mengembalikan defisit APBN kembali menjadi 3 persen atau kurang pada 2023.
Namun, muncul pertanyaan di masyarakat apakah waktunya tepat saat ini menaikkan tarif PPN. Meski kelihatannya kenaikan tarif hanya 1 persen, konsumen sebagai pembeli produk akhir akan membayar kenaikan itu lebih besar daripada 1 persen karena dalam setiap komponen produksi yang menghasilkan nilai tambah dikenakan PPN. Sebotol kecap, misalnya, setidaknya terdapat empat komponen yang mengalami nilai tambah dalam proses produksinya, yaitu botol, tutup botol, label, dan kecapnya.
Perhatian juga perlu diberikan atas harga yang bergerak naik sebelum tarif baru PPN resmi diberlakukan. Pada sisi lain, pemerintah menginginkan konsumsi masyarakat meningkat untuk menggerakkan perekonomian yang merosot akibat pandemi. Dalam proses pemulihan kepercayaan dan daya beli masyarakat, kenaikan tarif PPN diperkirakan akan menekan konsumsi, terutama pada kelompok masyarakat berpenghasilan menengah-bawah. Muncul kekhawatiran kesenjangan kesejahteraan akan makin melebar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dampak PPN terhadap inflasi sudah diperhitungkan dan inflasi akan bisa dikendalikan. Terdapat sejumlah barang kebutuhan pokok diberikan fasilitas bebas PPN, seperti beras, jagung, daging, telur, emas, serta jasa kebutuhan pokok, seperti layanan kesehatan dan pendidikan.
Tata kelola pemerintahan yang sehat akan memakai pajak untuk membiayai pembangunan, ditarik dari badan usaha dan perorangan.
Pemerintah juga memberi insentif untuk masyarakat berpenghasilan menengah-bawah berupa pengurangan tarif pajak; pembebasan pajak bagi pelaku UMKM beromzet kurang dari Rp 500 juta; dan tarif PPN 1 persen, 2 persen, dan 3 persen untuk jenis barang dan jasa tertentu.
Saat setiap konsumen tanpa pandang usia, jender, dan pekerjaan wajib membayar PPN adalah wajar jika setiap pembayar pajak menginginkan pajaknya digunakan dengan baik, antara lain tidak dikorupsi dan digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat serta menurunkan kesenjangan kemakmuran, seperti mencegah stunting, layanan kesehatan dan pendidikan berkualitas, penciptaan pekerjaan layak, dan bantuan sosial secara tepat dan produktif. Dengan demikian, asas keadilan akan dipenuhi.