Langkah pemerintah merevitalisasi bahasa daerah hendaknya diimbangi dengan upaya upaya pelestarian bahasa daerah melalui lembaga pendidikan maupun pelibatan masyarakat penutur bahasa daerah tersebut.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Keragaman bahasa daerah yang dimiliki Indonesia, yaitu mencapai 718 bahasa, merupakan cerminan kekayaan bangsa yang beragam.
Karena itu, melestarikan dan mempertahankan keberadaan bahasa daerah juga akan menjaga keberagaman yang menjadi identitas bangsa ini. Namun dari tahun ke tahun tantangan untuk itu semakin besar.
Seiring perkembangan zaman, bahasa daerah yang punah terus bertambah, kini mencapai 11 bahasa, enam bahasa lainnya dalam kondisi kritis, dan 25 bahasa terancam punah. Kepunahan terjadi karena bahasa daerah tidak digunakan lagi, tidak diwariskan ke generasi penuturnya, karena penuturnya menganggap penggunaan bahasa daerah tidak mendesak (Kompas, 18/3/2022).
Kunci pelestarian bahasa daerah memang ada pada regenerasi penuturnya, di mana penutur mewariskan bahasa daerah (bahasa ibu) secara turun temurun kepada generasi penerusnya. Namun migrasi penduduk dan perkembangan teknologi terus menggerus regenerasi bahasa daerah.
Meskipun begitu, bukan berarti tanggung jawab regenerasi penutur bahasa daerah sepenuhnya ada pada masyarakat penutur bahasa daerah tersebut. Setelah bahasa Indonesia disepakati sebagai bahasa persatuan, para pendiri bangsa menyadari tanggung jawab negara untuk menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional, yang tertuang di Pasal 32 ayat 2 UUD 1945.
Kewajiban menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional juga tidak menutup upaya pelestarian bahasa daerah. Bahasa daerah tetap boleh digunakan sebagai bahasa pengantar, terutama di level sekolah dasar untuk memudahkan proses pembelajaran.
Sejumlah kementerian/lembaga terkait juga telah mengeluarkan peraturan dalam upaya pelestarian bahasa daerah. Ambil contoh Peraturan Menteri Dalam Negeri No 40/2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah.
Namun dalam praktiknya, regulasi-regulasi yang mendukung upaya pelestarian bahasa daerah seringkali tidak sejalan dengan kondisi di lapangan. Misalnya, tidak semua kepala daerah mempunyai perhatian soal itu. Hanya segelintir daerah yang mewajibkan sekolah menyediakan pembelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal.
Guru dan bahan ajar bahasa daerah juga belum tentu tersedia. Selain tidak banyak perguruan tinggi yang mempunyai program pendidikan bahasa daerah, belum banyak keberpihakan pemerintah kepada guru bahasa daerah. Ketika masih ada penerimaan calon pegawai negeri sipil untuk guru di masa lalu, seringkali tidak ada formasi bagi guru bahasa daerah. Ini juga terjadi pada perekrutan guru pegawai pemerintah dengan penjanjian kerja (PPPK) tahun 2021.
Karena itu, langkah pemerintah merevitalisasi bahasa daerah hendaknya diimbangi dengan upaya mengatasi kendala-kendala tersebut. Selain itu juga perlu mendukung dan melibatkan masyarakat sebagai penutur bahasa daerah untuk mewariskan bahasa daerah ke generasi penerusnya.
Pelestarian bahasa daerah bukan hanya penting untuk menjaga keragaman, tetapi juga penting untuk mengembangkan bahasa Indonesia.