Kepemimpinan Indonesia dalam pertemuan G-20 tahun 2022 menentukan bagaimana forum tersebut berkontribusi dalam situasi mutakhir, terutama konflik Rusia versus negara-negara Barat.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Forum G-20 menghadapi tantangan berat pada tahun ini. Bertepatan dengan presidensi Indonesia, G-20 didera isu pelik konflik bersenjata di Ukraina.
Berdiri pada akhir 1990-an, G-20 semula fokus pada isu keuangan dan makroekonomi. Dalam perjalanannya, topik pembahasan forum ini meluas. Pada 2018, di Argentina, misalnya, G-20 membahas pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan. Dalam pertemuan G-20 di Hangzhou, China, tahun 2016, isu iklim mendapat perhatian. Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden China Xi Jinping mengumumkan penerimaan mereka terhadap Perjanjian Iklim Paris pada kesempatan tersebut.
Pertemuan pemimpin 20 entitas perekonomian terbesar di dunia mustahil hanya fokus pada isu-isu terkait kebijakan makroekonomi. Forum G-20 harus pula memberi perhatian pada beragam masalah global. Kebijakan setiap anggotanya memberi kontribusi tidak kecil bagi penyelesaian problem dunia, terutama kemiskinan dan dampak perubahan iklim.
Pada tahun 2022, tantangan berat dihadapi forum G-20. Ada agenda besar untuk membuat pemulihan ekonomi global, di tengah pandemi Covid-19 yang mulai mereda, berlangsung lebih mulus. Diperlukan sinkronisasi kebijakan makroekonomi di antara anggota G-20. Pada saat yang sama, dampak pandemi masih cukup kuat sehingga suplai global belum berfungsi maksimal.
Situasi kian rumit karena terjadi persaingan pengaruh AS-China yang mendera perdagangan dan ekonomi dunia. Masih belum cukup, kini terjadi konflik bersenjata di Ukraina. Serangan Rusia terhadap negara tetangganya itu tak hanya membuat harga komoditas dan bahan pangan melambung, tetapi juga memaksa perekonomian dunia terancam melambat. Sanksi yang diterapkan Barat terhadap Rusia, yang kemudian dibalas oleh Moskwa, membuat sejumlah kalangan mengkhawatirkan nasib globalisasi.
Tantangan itulah yang dihadapi Indonesia selaku pemegang presidensi G-20. Kepemimpinan Indonesia dalam pertemuan G-20 tahun 2022 menentukan bagaimana forum tersebut berkontribusi dalam situasi mutakhir.
Sinkronisasi kebijakan makroekonomi, pemerataan vaksin sebagai prasyarat pemulihan secara kokoh, transisi menuju energi hijau, serta mitigasi dampak persaingan AS-China harus dapat didorong oleh Indonesia untuk menjadi perhatian anggota forum. Itu semua terasa kian sulit diwujudkan mengingat ada pertentangan tajam antara Barat dan Rusia yang juga anggota G-20 akibat perang Ukraina.
Posisi Indonesia yang cukup berada di tengah seharusnya menjadi modal positif untuk membawa pertemuan G-20 mampu memberikan jalan keluar. Seperti ditulis Kompas pada Rabu (16/3/2022), G-20 dapat menjadi forum yang minimal menurunkan ketegangan krisis di Ukraina. Hal ini dilakukan sembari tetap fokus pada upaya bersama mewujudkan pemulihan ekonomi dunia.