Negara-negara berkekuatan besar yang berkepentingan di Indo-Pasifik, bersama negara lain di kawasan itu, memiliki tugas berat untuk mengelola dinamika yang terjadi agar perang tidak meletus.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pergeseran pusat pertumbuhan dunia ke kawasan Indo-Pasifik memunculkan peluang. Namun, muncul pula tantangan berupa konflik kepentingan dan pengaruh.
Dua negara berkekuatan besar, Amerika Serikat dan China, memperebutkan pengaruh di kawasan tersebut. Pergerakan kapal militer negara Eropa ke perairan Indo-Pasifik, pembentukan aliansi dan kerja sama militer di antara kekuatan-kekuatan di wilayah itu, serta dinamika intensif di Laut China Selatan menjadi manifestasinya.
Dalam skala tertentu, bisa jadi ”Perang Dingin” sebenarnya sudah berlangsung di antara kedua kekuatan. Penyiapan penumpukan aset militer di Pasifik, antara lain berupa rencana Australia membangun pangkalan kapal selam nuklir di wilayahnya dalam kerangka AUKUS, merupakan konsekuensi dari kondisi mutakhir. Pembangunan pulau di Laut China Selatan oleh Beijing di tengah adu klaim wilayah dengan anggota ASEAN juga tak dapat dilepaskan dari konteks persaingan di Indo-Pasifik.
Dalam situasi itu, China mengumumkan kenaikan anggaran pertahanan menjadi 230 miliar dollar AS pada 2022 atau naik 7,1 persen (Kompas, 7/3/2022). Media China, Global Times, menyebutkan kenaikan tersebut terkendali karena bertujuan menjaga kedaulatan negara, kesatuan wilayah, serta kepentingan pembangunan dan keamanan.
Beijing menolak laporan media Barat yang membesar-besarkannya dan menyebutnya sebagai kenaikan tertinggi setelah 2019. Menurut China, kenaikan 7,1 persen lebih rendah ketimbang rata-rata kenaikan pada 2016-2022 yang besarnya 7,2 persen.
Pada saat yang sama, Washington menambah hampir 50 miliar dollar AS anggaran pertahanan pada 2022 menjadi 752 miliar dollar AS.
Beberapa hari setelah pengumuman Beijing mengenai anggaran pertahanan, Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyoroti pembentukan aliansi-aliansi eksklusif oleh AS di Indo-Pasifik. Aliansi itu dinilai menyulitkan upaya mendorong multilateralisme. Ia merujuk, antara lain, AUKUS yang meliputi Australia, Inggris Raya, dan AS, serta Quad yang terdiri dari AS, Jepang, India, dan Australia (Kompas, 8/3/2022).
Negara-negara ASEAN yang berada di jantung Indo-Pasifik memahami situasi tersebut. Dinamika persaingan AS-China menghadirkan tantangan tak mudah. Realitas ini berlangsung bersamaan dengan adu klaim wilayah Laut China Selatan yang bersinggungan dengan teritori anggota ASEAN sehingga menambah kompleksitas persoalan.
Konflik bersenjata di Ukraina memberi contoh tentang betapa berat beban yang harus dipikul ketika perebutan pengaruh gagal dikelola secara damai dan dialogis. Negara-negara berkekuatan besar yang berkepentingan di Indo-Pasifik, bersama negara lain di kawasan itu, memiliki tugas berat untuk mengelola dinamika yang terjadi agar perang tidak meletus dan pertumbuhan berlangsung berkesinambungan demi kemakmuran bersama.