Lonjakan harga dan kelangkaan sejumlah komoditas pangan impor di dalam negeri yang berlangsung berbulan-bulan harus diakui juga disebabkan oleh faktor lemahnya mitigasi serta respons kebijakan pemerintah.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Lonjakan harga pangan menjadi momok baru yang menghantui perekonomian global dan berpotensi menjadi sumber instabilitas, selain harga energi.
Indeks harga pangan global mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah pada dua bulan terakhir dan diprediksi bertahan tinggi beberapa waktu ke depan.
Lonjakan harga pangan serta energi yang kian memicu kenaikan inflasi global ini pada akhirnya berpotensi mengerek inflasi di dalam negeri Indonesia yang relatif terkendali sekarang, terutama dengan ketergantungan pada impor untuk komoditas pangan tertentu yang masih tinggi.
Sejumlah pengamat global bahkan mengingatkan kemungkinan munculnya gejolak sosial dalam skala luas di sebagian wilayah dunia jika harga-harga komoditas pangan yang mencapai rekor tertinggi sejak 2011 itu tetap bertahan tinggi. Dana Moneter Internasional memprediksi harga energi serta pangan akan bertahan tinggi dalam waktu yang lama.
Ancaman inflasi pangan itu harus menjadi perhatian serius dan menuntun ke aksi bersama global karena mengancam penduduk termiskin dunia, terutama Amerika Latin dan Afrika.
Bagi Indonesia, isu pangan tak bisa dianggap enteng. Tekanan inflasi yang tak terkendali bukan hanya bisa mengancam stabilitas makro-perekonomian yang baru bangkit dari dampak pandemi, melainkan juga kian menekan daya beli dan memukul kelompok masyarakat menengah bawah. Dengan sekitar 60 persen pengeluaran kelompok ini untuk pangan, lonjakan harga pangan dapat memicu kenaikan angka kemiskinan ekstrem yang sudah meningkat selama pandemi.
Indeks harga pangan global diperkirakan tetap bertahan tinggi beberapa waktu ke depan. Selain tingginya permintaan (sejalan dengan pemulihan global), hal itu juga terjadi karena kombinasi faktor seperti disrupsi pasok akibat pandemi, penurunan produksi akibat cuaca ekstrem, perubahan kebijakan negara produsen, serta kompetisi pangan dan energi.
Selain itu, ada faktor geopolitik konflik Rusia-Ukraina yang jika berkepanjangan menjadi bencana besar bagi dunia dan kian melambungkan harga pangan pokok.
Lonjakan serta kelangkaan harga sejumlah komoditas pangan impor di dalam negeri yang berlangsung berbulan-bulan harus diakui juga disebabkan oleh faktor lemahnya mitigasi dan respons kebijakan pemerintah menghadapi tren kenaikan harga pangan global.
Dalam kasus komoditas tertentu, kebijakan menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar juga menjadi bumerang. Setelah minyak goreng dan kedelai, lonjakan harga terjadi pada daging. Belakangan, harga beberapa bahan pokok lain, seperti cabai, beras, bawang merah, dan telur, ikut naik.
Menghadapi tekanan inflasi pangan yang mengancam daya beli masyarakat bawah, koordinasi kebijakan pemerintah, Bank Indonesia, dan instansi terkait lain menjadi penting. Salah satu pelajaran dari kejadian ini ialah pentingnya memperkuat kedaulatan/ketahanan pangan dan membenahi tata kelola dari hulu hingga hilir, mulai dari produksi, stok, distribusi, hingga harga. Kehadiran Badan Pangan Nasional dengan kewenangannya yang sangat luas diharapkan mampu menghindarkan kita dari krisis dan gejolak pangan ekstrem di masa depan.